Jalan Berbeda PSG-Leipzig di Liga Champions
loading...
A
A
A
LISBON - Kekuatan finansial yang diimbangi komposisi tim solid menjadi perpaduan kesuksesan Paris Saint Germain (PSG) dan RB Leipzig di Liga Champions , sejauh ini. Salah satu tujuan besarnya, menjadi penguasa Eropa.
PSG dan RB Leipzig adalah tim yang sedang naik daun, semakin kuat setiap tahunnya. Mereka bukanlah keajaiban satu musim yang akan kehilangan semua pemain terbaik mereka musim panas ini. Bahkan jika keadaan mendukung mereka musim ini, kedua belah pihak kemungkinan akan berada di posisi yang lebih baik selama beberapa musim mendatang.
PSG dan Leipzig adalah dua klub termuda dalam sepak bola. Les Parisiens didirikan pada tahun 1970, dan RB Leipzig baru berusia 11 tahun. Tapi, hampir semua hal lain tentang mereka justru sangat berbeda. Jelas, PSG mendominasi di pentas domestik dan memiliki basis penggemar yang sangat besar. (Baca: Dua Tim Prancis Lolos Semifinal Mbappe Balas Ejekan Liga Petani)
Jauh sebelum Qatar Sports Investment mengambil alih, mereka mampu memenangkan Piala UEFA (1995) dan mencapai semifinal Liga Champions (1995/96), Tetapi, perkembangan dari sisi prestasi semakin melesat dimana tujuh dari sembilan gelar Ligue 1 mereka datang sejak Qatar Sports Invenstment mengambil alih klub pada 2011.
Sokongan dana melimpah membuat mereka leluasa mendatangkan pemain-pemain top. Beberapa tahun lalu, PSG mendaratkan Zlatan Ibrahimovic. Kebiasaan itu berlanjut hingga saat ini mereka mendapatkan tanda tangan bintang potensial seperti Neymar Jr, Kylian Mbappe.
Untuk pemilik PSG, kesuksesan yang sebenarnya jelas didefinisikan sebagai Liga Champions , mengingat di pentas domestik, Les Parisiens sulit ditandingi. Kinerja yang kuat musim ini dapat membantu uang minyak Qatar terus mengalir.
Langkah PSG yang mengandalkan dana investor dalam membangun kekuatan, jalan berbeda dilakukan waralaba olahraga Leipzig. Mereka tidak bergantung pada nama-nama bintang; mereka mengalahkan Atletico Madrid 2-1 di Perempat Final, Jumat (14/8) setelah menjual striker andalan, Timo Werner ke Chelsea. Sebaliknya, mereka mengandalkan jaringan klub afiliasi, termasuk Red Bull Salzburg dan New York Red Bulls. (Baca juga: Setelah Kudeta TikTok, Trump Bersiap Gulingkan Alibaba)
Jaringan sepak bola Red Bull memungkinkannya mendapatkan talenta muda terbaik di dunia, mengembangkan bakat itu, lalu menjualnya untuk mendapat keuntungan. Dalam dua tahun terakhir, kerajaan sepak bola Red Bull telah menjual Naby Keita, Timo Werner, dan Erling Haaland, masing-masing dengan harga yang sangat mahal.
Padahal, Pemilik Leipzig, Dietrich Mateschitz adalah salah satu orang terkaya di dunia. Dia menempati posisi keempat dengan kekayaan senilai USD 16,5 Milyar dalam Daftar Miliarder 2020 Forbes yang dikeluarkan, April lalu. Mateschitz berada di atas pemilik Chelsea, Roman Abramovich yang menduduki peringkat ketujuh (USD 11,3 Milyar).
Tetapi, pengeluaran transfer bersih Leipzig dalam sejarah singkat mereka justru hanya sekitar USD120 juta menurut transfermarkt. Hebatnya, Itu sudah cukup untuk membawa mereka dari yang semula berada di tingkat kelima sepak bola Jerman, ke empat besar Liga Champions .
Leipzig memiliki pelatih termuda di Liga Champions dengan Julian Nagelsmann yang berusia 33 tahun. Mereka juga memiliki tim termuda yang tersisa di Liga Champions, dengan usia rata-rata hanya 24,7 tahun, dibandingkan dengan 29,2 tahun di Juventus, atau 28,1 tahun di Real Madrid.
Leipzig ini masih beberapa tahun dari puncaknya. dengan uang yang terus dihasilkan oleh lini produksi pemain Leipzig, klub dapat berinvestasi. Terpenting, Leipzig juga bisa sesekali kehilangan seorang pemain bintang dan terus menjadi semakin kuat. (Baca juga: 75 Tahun Merdeka, Politikuks PPP Ingatkan Akses Kesehatan dan Pendidikan)
Dukungan finansial yang kuat plus komposisi tim solid jelas menjadi modal bagi PSG dan Leipzig. Apabila salah satu dari klub ini mencapai final Liga Champions untuk pertama kalinya, Publik sepakbola tentu harus mulai memperhitungkan keduanya. Pembuktian tersebut harus ditunjukkan PSG dan Leipzig saat bertemu di Estadio do Sport, Lisbon, Portugal, dini hari nanti.
Semakin menarik lantaran menjadi pertemuan dua pelatih Jerman, Thomas Tuchel di PSG dan Nagelsmann di Leipzig. Bersama Hans-Dieter Flick, untuk pertama kalinya, Jerman mengirimkan tiga pelatihnya di semifinal Liga Champions. Itu sekaligus menjadi pertama kali dalam sejarah Liga Champions, tiga pelatih dari tiga negara yang sama berada di semifinal.
Bagi Tuchel, membawa PSG ke semifinal Liga Champions keduanya setelah musim 1994/95 adalah sebuah prestasi membanggakan. Bukan sekedar teknis, Tuchel menilai timnya telah memiliki kematangan dari sisi mentalitas seperti saat menang dramatis atas Atalanta 2-1 di babak perempat final, Kamis (13/8).
“Kami memegang kendali penuh dibabak kedua saat melawan Atalanta, menemukan ritme kami dan para pemain yang datang dari bangku cadangan luar biasa, membuat perbedaan besar. Semua yang kami dapatkan tergantung mentalitas tim ini," puji Tuchel dilansir football-italia.net. (Baca juga: Bangun Jalan Tol terpanjang di Indonesia, Hutama Karya Pakai Produk Lokal)
Kejeliaan Tuchel bakal diuji dengan menentukan komposisi tim yang tepat. Maklum, dua pilar utama, Penjaga gawang, Keylor Navas dan Marco Verratti mengalami cedera. Posisi Navas akan diisi Sergio Rico. Berita baiknya, setelah menjalani suspensi. Angel Di Maria bisa tampil di lini tengah Bersama Leandro Paredes, Neymar Jr dan Marquinhos. Di lini depan, Kylian Mbappe berduet dengan Mauro Icardi.
Optimisme dilontarkan Marquinhos. “Leipzig bermain tanpa rasa takut dan itu mereka perlihatkan sepanjang musim ini. Jadi, kami hanya harus melakukan yang terbaik dan bermain di level tertinggi kami,” tegas Marquinhos.
Sikap waspada Marquinhos didasari oleh kinerja Leipzig yang finish di urutan ketiga Bundesliga musim 2019/20. Dalam perjalanannya, Tim berjuluk Die Roten Bullen itu hanya kalah empat kali dari 34 pertandingan. Di Liga Champions musim ini, Leipzig terbilang impresif dengan menjuarai Grup G, menyingkirkan Tottenham Hotspur dengan aggregat 4-0 di 16 besar dan Atletico Madrid 2-1 di perempat final. (Lihat videonya: Bakso Merah Putih, Hidangan Menyambut Hari Kemerdekaan)
Keuntungan lainnya, Nagelsmann sangat mengenal Tuchel sejak masih bermain di Augsburg (2007-2008). Motivasi kian besar lantaran kala masih menangani 1899 Hoffenheim, Nagelsman mengalami dua kekalahan dan satu imbang melawan Tuchel bersama Dortmund.
Meski demikian, Nagelsmann mengaku menganggumi Tuchel dan skuad penuh bintang PSG sehingga meminta pasukannya menunjukkan permainan kolektif serta kinerja terbaik bila ingin lolos ke final. "PSG adalah tim penuh bintang. Anda bisa melihat betapa bagusnya kualitas yang mereka miliki. Tetapi, kami tidak takut," pungkas Nagelsmann. (Alimansyah)
PSG dan RB Leipzig adalah tim yang sedang naik daun, semakin kuat setiap tahunnya. Mereka bukanlah keajaiban satu musim yang akan kehilangan semua pemain terbaik mereka musim panas ini. Bahkan jika keadaan mendukung mereka musim ini, kedua belah pihak kemungkinan akan berada di posisi yang lebih baik selama beberapa musim mendatang.
PSG dan Leipzig adalah dua klub termuda dalam sepak bola. Les Parisiens didirikan pada tahun 1970, dan RB Leipzig baru berusia 11 tahun. Tapi, hampir semua hal lain tentang mereka justru sangat berbeda. Jelas, PSG mendominasi di pentas domestik dan memiliki basis penggemar yang sangat besar. (Baca: Dua Tim Prancis Lolos Semifinal Mbappe Balas Ejekan Liga Petani)
Jauh sebelum Qatar Sports Investment mengambil alih, mereka mampu memenangkan Piala UEFA (1995) dan mencapai semifinal Liga Champions (1995/96), Tetapi, perkembangan dari sisi prestasi semakin melesat dimana tujuh dari sembilan gelar Ligue 1 mereka datang sejak Qatar Sports Invenstment mengambil alih klub pada 2011.
Sokongan dana melimpah membuat mereka leluasa mendatangkan pemain-pemain top. Beberapa tahun lalu, PSG mendaratkan Zlatan Ibrahimovic. Kebiasaan itu berlanjut hingga saat ini mereka mendapatkan tanda tangan bintang potensial seperti Neymar Jr, Kylian Mbappe.
Untuk pemilik PSG, kesuksesan yang sebenarnya jelas didefinisikan sebagai Liga Champions , mengingat di pentas domestik, Les Parisiens sulit ditandingi. Kinerja yang kuat musim ini dapat membantu uang minyak Qatar terus mengalir.
Langkah PSG yang mengandalkan dana investor dalam membangun kekuatan, jalan berbeda dilakukan waralaba olahraga Leipzig. Mereka tidak bergantung pada nama-nama bintang; mereka mengalahkan Atletico Madrid 2-1 di Perempat Final, Jumat (14/8) setelah menjual striker andalan, Timo Werner ke Chelsea. Sebaliknya, mereka mengandalkan jaringan klub afiliasi, termasuk Red Bull Salzburg dan New York Red Bulls. (Baca juga: Setelah Kudeta TikTok, Trump Bersiap Gulingkan Alibaba)
Jaringan sepak bola Red Bull memungkinkannya mendapatkan talenta muda terbaik di dunia, mengembangkan bakat itu, lalu menjualnya untuk mendapat keuntungan. Dalam dua tahun terakhir, kerajaan sepak bola Red Bull telah menjual Naby Keita, Timo Werner, dan Erling Haaland, masing-masing dengan harga yang sangat mahal.
Padahal, Pemilik Leipzig, Dietrich Mateschitz adalah salah satu orang terkaya di dunia. Dia menempati posisi keempat dengan kekayaan senilai USD 16,5 Milyar dalam Daftar Miliarder 2020 Forbes yang dikeluarkan, April lalu. Mateschitz berada di atas pemilik Chelsea, Roman Abramovich yang menduduki peringkat ketujuh (USD 11,3 Milyar).
Tetapi, pengeluaran transfer bersih Leipzig dalam sejarah singkat mereka justru hanya sekitar USD120 juta menurut transfermarkt. Hebatnya, Itu sudah cukup untuk membawa mereka dari yang semula berada di tingkat kelima sepak bola Jerman, ke empat besar Liga Champions .
Leipzig memiliki pelatih termuda di Liga Champions dengan Julian Nagelsmann yang berusia 33 tahun. Mereka juga memiliki tim termuda yang tersisa di Liga Champions, dengan usia rata-rata hanya 24,7 tahun, dibandingkan dengan 29,2 tahun di Juventus, atau 28,1 tahun di Real Madrid.
Leipzig ini masih beberapa tahun dari puncaknya. dengan uang yang terus dihasilkan oleh lini produksi pemain Leipzig, klub dapat berinvestasi. Terpenting, Leipzig juga bisa sesekali kehilangan seorang pemain bintang dan terus menjadi semakin kuat. (Baca juga: 75 Tahun Merdeka, Politikuks PPP Ingatkan Akses Kesehatan dan Pendidikan)
Dukungan finansial yang kuat plus komposisi tim solid jelas menjadi modal bagi PSG dan Leipzig. Apabila salah satu dari klub ini mencapai final Liga Champions untuk pertama kalinya, Publik sepakbola tentu harus mulai memperhitungkan keduanya. Pembuktian tersebut harus ditunjukkan PSG dan Leipzig saat bertemu di Estadio do Sport, Lisbon, Portugal, dini hari nanti.
Semakin menarik lantaran menjadi pertemuan dua pelatih Jerman, Thomas Tuchel di PSG dan Nagelsmann di Leipzig. Bersama Hans-Dieter Flick, untuk pertama kalinya, Jerman mengirimkan tiga pelatihnya di semifinal Liga Champions. Itu sekaligus menjadi pertama kali dalam sejarah Liga Champions, tiga pelatih dari tiga negara yang sama berada di semifinal.
Bagi Tuchel, membawa PSG ke semifinal Liga Champions keduanya setelah musim 1994/95 adalah sebuah prestasi membanggakan. Bukan sekedar teknis, Tuchel menilai timnya telah memiliki kematangan dari sisi mentalitas seperti saat menang dramatis atas Atalanta 2-1 di babak perempat final, Kamis (13/8).
“Kami memegang kendali penuh dibabak kedua saat melawan Atalanta, menemukan ritme kami dan para pemain yang datang dari bangku cadangan luar biasa, membuat perbedaan besar. Semua yang kami dapatkan tergantung mentalitas tim ini," puji Tuchel dilansir football-italia.net. (Baca juga: Bangun Jalan Tol terpanjang di Indonesia, Hutama Karya Pakai Produk Lokal)
Kejeliaan Tuchel bakal diuji dengan menentukan komposisi tim yang tepat. Maklum, dua pilar utama, Penjaga gawang, Keylor Navas dan Marco Verratti mengalami cedera. Posisi Navas akan diisi Sergio Rico. Berita baiknya, setelah menjalani suspensi. Angel Di Maria bisa tampil di lini tengah Bersama Leandro Paredes, Neymar Jr dan Marquinhos. Di lini depan, Kylian Mbappe berduet dengan Mauro Icardi.
Optimisme dilontarkan Marquinhos. “Leipzig bermain tanpa rasa takut dan itu mereka perlihatkan sepanjang musim ini. Jadi, kami hanya harus melakukan yang terbaik dan bermain di level tertinggi kami,” tegas Marquinhos.
Sikap waspada Marquinhos didasari oleh kinerja Leipzig yang finish di urutan ketiga Bundesliga musim 2019/20. Dalam perjalanannya, Tim berjuluk Die Roten Bullen itu hanya kalah empat kali dari 34 pertandingan. Di Liga Champions musim ini, Leipzig terbilang impresif dengan menjuarai Grup G, menyingkirkan Tottenham Hotspur dengan aggregat 4-0 di 16 besar dan Atletico Madrid 2-1 di perempat final. (Lihat videonya: Bakso Merah Putih, Hidangan Menyambut Hari Kemerdekaan)
Keuntungan lainnya, Nagelsmann sangat mengenal Tuchel sejak masih bermain di Augsburg (2007-2008). Motivasi kian besar lantaran kala masih menangani 1899 Hoffenheim, Nagelsman mengalami dua kekalahan dan satu imbang melawan Tuchel bersama Dortmund.
Meski demikian, Nagelsmann mengaku menganggumi Tuchel dan skuad penuh bintang PSG sehingga meminta pasukannya menunjukkan permainan kolektif serta kinerja terbaik bila ingin lolos ke final. "PSG adalah tim penuh bintang. Anda bisa melihat betapa bagusnya kualitas yang mereka miliki. Tetapi, kami tidak takut," pungkas Nagelsmann. (Alimansyah)
(ysw)