Mission Impossible Jaga Tradisi Emas Indonesia di Olimpiade usai Jago Bulu Tangkis Berguguran

Kamis, 01 Agustus 2024 - 15:29 WIB
loading...
Mission Impossible Jaga...
Foto: Wakil Indonesia yang masih tersisa di cabang bulu tangkis Olimpiade Paris 2024. Foto: Instagram/@badminton.ina/Kolase/@volix.media
A A A
Kekalahan Jonatan Christie dan Anthony Ginting di fase grup cabang bulu tangkis Olimpiade Paris 2024 membuat sejumlah kalangan ragu Indonesia bisa mempertahankan tradisi emas di pesta olahraga terbesar. Mampukah Merah Putih kembali berkibar tinggi di Olimpiade di tengah wakil yang berguguran?

Indonesia memiliki sejarah panjang dan membanggakan dalam ajang Olimpiade, khususnya di cabang olahraga bulutangkis. Sejak meraih medali emas pertama pada Olimpiade Barcelona 1992 melalui Susi Susanti dan Alan Budikusuma, Indonesia terus mencatatkan prestasi gemilang, di mana bulu tangkis menjadi tulang punggung meraih emas.

Namun, menjaga tradisi emas ini tidaklah mudah dan menghadapi berbagai tantangan yang semakin kompleks seiring waktu. Chief de Mission (CdM) kontingen Indonesia Anindya Bakrie bertekad melanjutkan tradisi emas Tim Merah Putih di Olimpiade Paris 2024 .

Anin -sapaan akrab Anindya Bakrie- pun mengungkapkan tiga cabang olahraga yang ditargetkan mendapatkan medali itu. Hal itu disampaikan saat berkunjung ke redaksi iNews Media Group beberapa waktu lalu.

"Satu (emas, target Olimpiade Paris 2024), kan paling tinggi itu tahun 1992 yaitu saat Badminton meraih dua emas, berarti Alan (Budikusuma) sama Susi (Susanti). Sejak itu badminton selalu ngasih emas selain 2012," ujar Anin dalam pertemuan bersama tim iNews Media Group, Rabu (17/7/2024).

"Tentu kita berharap, panjat tebing juga mendapat medali, angkat besi kita juga berharap. Bisa ditebak kira-kira kita berharap apa? Ya harapan kita paling sedikit mendapat emas, syukur-syukur sama dengan di Barcelona (1992, Indonesia dapat dua emas, red), kalau bisa lebih," tambahnya.



Salah satu tantangan utama adalah meningkatnya persaingan global. Negara-negara lain seperti China, Jepang, dan Korea Selatan telah berinvestasi besar-besaran dalam pengembangan atlet dan fasilitas olahraga mereka. Ini menyebabkan kompetisi di tingkat internasional semakin ketat, dan Indonesia harus terus berinovasi untuk tetap kompetitif.

Misalnya, di cabang bulutangkis, dominasi Indonesia mulai terancam dengan munculnya atlet-atlet muda berbakat dari negara lain. China dan Jepang, khususnya, telah menunjukkan perkembangan pesat dengan menelurkan pemain-pemain yang mampu bersaing di tingkat tertinggi. Bahkan, India telah menjelma sebagai kekuatan baru di bulu tangkis dunia.

Keterbatasan fasilitas dan dana juga menjadi hambatan signifikan. Meski ada upaya dari pemerintah dan berbagai pihak untuk meningkatkan fasilitas olahraga, masih banyak yang perlu diperbaiki. Banyak atlet yang mengeluhkan minimnya fasilitas latihan yang memadai, mulai dari peralatan hingga kondisi lapangan yang sering kali kurang optimal.

Selain itu, dana untuk mendukung pelatihan dan partisipasi di kompetisi internasional sering kali terbatas. Ini berbeda dengan negara-negara maju yang memiliki anggaran besar untuk olahraga. Misalnya, Komite Olimpiade Amerika Serikat telah mengalokasikan lebih dari USD750 juta untuk federasi olahraga nasional sejak tahun 2000. Dukungan finansial yang kuat ini memungkinkan atlet mereka mendapatkan pelatihan terbaik, peralatan canggih, dan kesempatan lebih banyak untuk bertanding di luar negeri.

Pembinaan atlet muda menjadi kunci untuk menjaga tradisi emas. Namun, menemukan dan mengembangkan bakat muda bukanlah tugas yang mudah. Proses ini memerlukan sistem pembinaan yang terstruktur dan berkelanjutan, mulai dari tingkat sekolah hingga klub-klub olahraga.

Saat ini, Indonesia menghadapi tantangan dalam mempertahankan tradisi emas. Dari enam wakil yang tampil, empat di antaranya yakni Apriyani Rahayu/Siti Fadia Silva Ramadhanti (ganda putri), Rinov Rivaldy/Pitha Haningtyas Mentari (ganda campuran), Jonatan Christie (tunggal putra) dan Anthony Ginting (tunggal putra) sudah dipastikan angkat kaki.

Jadi asa tradisi medali emas tersisa di dua wakil. Dari sektor ganda yang melaju ke fase knockout yakni Alfian/Muhammad Rian Ardianto (ganda putra) dan Gregoria Mariska (tunggal putri). Namun, perjalanan dua wakil Indonesia untuk menjaga tradisi emas tidaklah mudah.

Gregoria akan bertarung melawan wakil Korea Selatan Kim Ga-eun untuk berebut satu tempat di delapan besar. Sedangkan Fajar/Rian akan menghadapi ujian erat karena akan menantang unggulan teratas asal China Liang Weikeng/Wang Chang dalam perebutan satu tempat di semifinal Olimpiade 2024

Menjaga tradisi emas Indonesia di Olimpiade memerlukan upaya yang berkesinambungan dan kolaboratif. Dari peningkatan fasilitas, dana, pembinaan atlet muda, dukungan psikologis, hingga penerapan teknologi canggih, semua faktor ini harus diperhatikan dengan serius. Dengan komitmen dan kerja keras, Indonesia dapat terus mencetak prestasi gemilang dan membanggakan di kancah internasional. Tradisi emas ini bukan hanya soal medali, tetapi juga tentang kebanggaan dan semangat bangsa yang harus terus dipelihara.
(sto)
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1008 seconds (0.1#10.140)