Profil Nurdin Halid, Eks Ketum PSSI yang Sebut Shin Tae-yong Tak Punya Peran saat Timnas Indonesia Tekuk Arab Saudi
loading...
A
A
A
Nurdin Halid, mantan Ketua Umum PSSI, kembali menjadi perhatian setelah mengkritik peran Shin Tae-yong dalam kemenangan Timnas Indonesia melawan Arab Saudi. Artikel ini juga membahas perjalanan karier Nurdin, termasuk kontribusi dan kontroversi yang menyertainya.
Dalam sebuah wawancara, Nurdin sempat mengungkapkan jika setelah serangkaian hasil buruk Timnas Indonesia di Kualifikasi Piala Dunia 2026, para pemain memilih untuk mengatur strategi sendiri dan tidak murni karena strategi Shin Tae yong.
"Saya dengar kabar, semua pemain itu sudah ada dinamika dengan pelatih setelah laga di China, dan puncaknya saat menang atas Arab Saudi. Para pemain berkumpul tanpa STY, bermain dengan mengatur strategi sendiri dan bukan murni strateginya STY," ungkap Nurdin Halid.
Tidak hanya itu, Nurdin juga sempat sindir STY yang tidak memiliki satupun prestasi ketika menjadi pelatih. Menurut eks Ketum PSSI itu, prestasi terbesar pelatih asal Korea Selatan itu adalah membawa Indonesia ke Semifinal Piala Asia 2023.
Politisi Golkar ini juga menyebut jika Timnas Indonesia pada saat dirinya memimpin di tahun 2003 lalu jauh lebih baik karena dipenuhi dengan pemain lokal, tidak seperti sekarang yang penuh pemain naturalisasi tetapi tidak menghasilkan gelar apa-apa.
Pernyataan Nurdin Halid terhadap Shin Tae-yong menuai berbagai tanggapan dari publik.
Nurdin Halid atau yang memiliki nama lengkap Andi Muhammad Nurdin Halid lahir pada 17 November 1958, di Watampone, Sulawesi Tenggara. Dalam riwayat pendidikannya, ia menghabiskan waktu SD, hingga SMA di tanah kelahirannya Watampone.
Pada tahun 1977, Nurdin terdaftar sebagai mahasiswa IKIP Makassar Jurusan Ekonomi Perusahaan. Barulah setelah itu ia mulai menjalani kariernya yang dimulai dengan menduduki posisi PPK Kabupaten Gowa di tahun 1983.
Dalam riwayat kariernya, Nurdin tercatat pernah menjabat sebagai Dirut Puskud Hasanuddin Sulsel tahun 1991, hingga jadi Ketua Umum Induk Koperasi Unit Desa (Inkud) pada 1998.
Setelah itu, dirinya mulai masuk ke ranah PSSI setelah dipercaya menduduki jabatan Ketua Bidang Pembinaan Prestasi PSSI pada 1999. Hingga di tahun 2003, ia ditunjuk menjadi Ketua Umum PSSI.
Sebelumnya di tahun 1999, Nurdin sempat memenangkan Pemilu yang membuatnya menjabat sebagai Anggota DPR/MPR RI 1998-1999 Dan 1999-2004.
Sayangnya riwayat kariernya yang cemerlang ini harus tercoreng karena kasus korupsi yang menyeret namanya. Di tahun 2004, ia ditahan sebagai tersangka dalam kasus penyelundupan gula impor ilegal.
Tidak hanya itu, Nurdin juga sempat ditahan atas dugaan korupsi dalam distribusi minyak goreng. Hampir setahun kemudian pada tanggal 16 Juni 2005, dia dinyatakan tidak bersalah atas tuduhan tersebut oleh Pengadilan Negeri Jakarta Selatan dan dibebaskan.
Putusan ini lalu dibatalkan Mahkamah Agung pada 13 September 2007 yang memvonis Nurdin dua tahun penjara. Ia kemudian dituntut dalam kasus yang gula impor pada September 2005, namun dakwaan terhadapnya ditolak majelis hakim pada 15 Desember 2005 karena berita acara pemeriksaan (BAP) perkaranya cacat hukum.
Selain kasus ini, ia juga terlibat kasus pelanggaran kepabeanan impor beras dari Vietnam dan divonis penjara dua tahun 6 bulan oleh Pengadilan Negeri Jakarta Utara pada 9 Agustus 2005.
Tanggal 17 Agustus 2006 ia dibebaskan setelah mendapatkan remisi dari pemerintah bertepatan dengan Hari Kemerdekaan Indonesia.
Banyaknya kasus yang menyeret nama Nurdin Halid ini membuatnya diminta untuk mundur dari kursi jabatannya sebagai Ketum PSSI. FIFA bahkan saat itu sempat mengancam akan memberikan sanksi tegas kepada Indonesia jika Nurdin tak melepas jabatannya.
Tidak hanya itu, pemerintah SBY kala itu lewat Menpora Andi Mallarangeng, bersama dengan FIFA menghentikan pemberian dana kepada PSSI. Hal tersebut membuat Nurdin harus melepas jabatannya sebagai Ketua Umum PSSI di tahun 1011.
Dalam sebuah wawancara, Nurdin sempat mengungkapkan jika setelah serangkaian hasil buruk Timnas Indonesia di Kualifikasi Piala Dunia 2026, para pemain memilih untuk mengatur strategi sendiri dan tidak murni karena strategi Shin Tae yong.
"Saya dengar kabar, semua pemain itu sudah ada dinamika dengan pelatih setelah laga di China, dan puncaknya saat menang atas Arab Saudi. Para pemain berkumpul tanpa STY, bermain dengan mengatur strategi sendiri dan bukan murni strateginya STY," ungkap Nurdin Halid.
Tidak hanya itu, Nurdin juga sempat sindir STY yang tidak memiliki satupun prestasi ketika menjadi pelatih. Menurut eks Ketum PSSI itu, prestasi terbesar pelatih asal Korea Selatan itu adalah membawa Indonesia ke Semifinal Piala Asia 2023.
Politisi Golkar ini juga menyebut jika Timnas Indonesia pada saat dirinya memimpin di tahun 2003 lalu jauh lebih baik karena dipenuhi dengan pemain lokal, tidak seperti sekarang yang penuh pemain naturalisasi tetapi tidak menghasilkan gelar apa-apa.
Pernyataan Nurdin Halid terhadap Shin Tae-yong menuai berbagai tanggapan dari publik.
Profil Nurdin Halid
Nurdin Halid atau yang memiliki nama lengkap Andi Muhammad Nurdin Halid lahir pada 17 November 1958, di Watampone, Sulawesi Tenggara. Dalam riwayat pendidikannya, ia menghabiskan waktu SD, hingga SMA di tanah kelahirannya Watampone.
Pada tahun 1977, Nurdin terdaftar sebagai mahasiswa IKIP Makassar Jurusan Ekonomi Perusahaan. Barulah setelah itu ia mulai menjalani kariernya yang dimulai dengan menduduki posisi PPK Kabupaten Gowa di tahun 1983.
Dalam riwayat kariernya, Nurdin tercatat pernah menjabat sebagai Dirut Puskud Hasanuddin Sulsel tahun 1991, hingga jadi Ketua Umum Induk Koperasi Unit Desa (Inkud) pada 1998.
Setelah itu, dirinya mulai masuk ke ranah PSSI setelah dipercaya menduduki jabatan Ketua Bidang Pembinaan Prestasi PSSI pada 1999. Hingga di tahun 2003, ia ditunjuk menjadi Ketua Umum PSSI.
Sebelumnya di tahun 1999, Nurdin sempat memenangkan Pemilu yang membuatnya menjabat sebagai Anggota DPR/MPR RI 1998-1999 Dan 1999-2004.
Sayangnya riwayat kariernya yang cemerlang ini harus tercoreng karena kasus korupsi yang menyeret namanya. Di tahun 2004, ia ditahan sebagai tersangka dalam kasus penyelundupan gula impor ilegal.
Tidak hanya itu, Nurdin juga sempat ditahan atas dugaan korupsi dalam distribusi minyak goreng. Hampir setahun kemudian pada tanggal 16 Juni 2005, dia dinyatakan tidak bersalah atas tuduhan tersebut oleh Pengadilan Negeri Jakarta Selatan dan dibebaskan.
Putusan ini lalu dibatalkan Mahkamah Agung pada 13 September 2007 yang memvonis Nurdin dua tahun penjara. Ia kemudian dituntut dalam kasus yang gula impor pada September 2005, namun dakwaan terhadapnya ditolak majelis hakim pada 15 Desember 2005 karena berita acara pemeriksaan (BAP) perkaranya cacat hukum.
Selain kasus ini, ia juga terlibat kasus pelanggaran kepabeanan impor beras dari Vietnam dan divonis penjara dua tahun 6 bulan oleh Pengadilan Negeri Jakarta Utara pada 9 Agustus 2005.
Tanggal 17 Agustus 2006 ia dibebaskan setelah mendapatkan remisi dari pemerintah bertepatan dengan Hari Kemerdekaan Indonesia.
Banyaknya kasus yang menyeret nama Nurdin Halid ini membuatnya diminta untuk mundur dari kursi jabatannya sebagai Ketum PSSI. FIFA bahkan saat itu sempat mengancam akan memberikan sanksi tegas kepada Indonesia jika Nurdin tak melepas jabatannya.
Tidak hanya itu, pemerintah SBY kala itu lewat Menpora Andi Mallarangeng, bersama dengan FIFA menghentikan pemberian dana kepada PSSI. Hal tersebut membuat Nurdin harus melepas jabatannya sebagai Ketua Umum PSSI di tahun 1011.
(sto)