Piala Eropa 2020 Kental Aroma LGBT
loading...
A
A
A
MUNICH - Piala Eropa 2020 tidak melulu soal prestasi tim dan performa para pemain bintang di lapangan. Tahun ini, pesta sepak bola itu juga menjadi ajang perjuangan ideologi kelompok pro LGBT .
Bagi sebagian masyarakat di Eropa, sikap menolak kehadiran kelompok LGBT (Lesbian, Gay, Biseksual, dan Transgender) merupakan hal yang tabu karena dianggap bertentangan dengan hak asasi manusia (HAM). Namun, institusi atau lembaga berbadan hukum sangat jarang mendukung sikap tersebut secara terang-terangan.
Memanfaatkan event sebesar Piala Eropa 2020, kelompok pro LGBT kembali memperjuangkan ideologi mereka. Melalui simbol pelangi di ban kapten tim, lampu stadion, bahkan aksi penonton masuk ke dalam lapangan, kelompok pro LGBT memperlihatkan eksistensinya.
Saat Jerman menghadapi Prancis di babak penyisihan Grup F Piala Eropa 2020, penjaga gawang Manuel Neuer mengenakan ban kapten berwarna pelangi yang identik dengan simbol LGBT. Badan Sepak bola Eropa (UEFA) sampai-sampai melakukan investigasi terkait insiden tersebut.
Stadion Fussball Arena Munich atau yang lebih dikenal dengan Allianz Arena juga menyalakan lampu berwarna pelangi ketika Jerman menghadapi Hungaria di matchday ketiga Grup F, Kamis (24/6/2021). Padahal, UEFA sudah melarang rencana wali kota Munich, Dieter Reiter, yang ingin lampu stadion berwarna pelangi.
Tak berhenti sampai di situ, sejumlah aktivis di Jerman juga menggunakan rompi berlogo “rainbow to go” sambil membagikan bendera pelangi ke penonton ketika pintu stadion dibuka. Bahkan, sebelum kick-off, seorang pria berlari memasuki lapangan sambil membawa bendera pelangi tepat ketika para pemain sedang berbaris menunggu peluit pertama.
Rangkaian aksi tersebut diyakini sebagai bentuk penolakan terhadap Undang-Undang anti-LGBT yang baru disahkan di Parlemen Hungaria. Lucunya, respons yang diberikan Badan Sepak bola Eropa justru terasa kontradiktif.
Presiden UEFA Aleksander Ceferin mengatakan, organisasinya tidak akan menyerah kepada tuntutan populis atau intervensi yang bersifat politis. Namun, UEFA justru mengganti latar belakang logo mereka dengan warna pelangi.
Dalam pernyataan resminya, UEFA mengatakan bahwa mereka menjunjung tinggi HAM dan mengartikan warna pelangi sebagai repersentasi masyarakat yang egaliter dan toleran terhadap semua kelompok. UEFA juga menyebut bahwa warna pelangi bukan simbol politik.
“Beberapa orang telah menafsirkan bahwa keputusan UEFA menolak permintaan kota Muncih untuk menerangi stadion mereka dengan warna pelangi sebagai sikap politik. Sebaliknya, permintaan itu sendiri justru yang bersifat politis, terkait dengan kehadiran tim sepak bola Hungaria di stadion,” demikian pernyataan UEFA.
Sikap UEFA terkait simbol LGBT masih menjadi perdebatan di media sosial? Namun yang pasti, kelompok pro LGBT telah berhasil menjaring simpatik di Piala Eropa 2020. Beberapa bagunan ikonik seperti Grand Place yang menjadi balai kota Brussel di Belgia, serta beberapa tempat lain, dipasangi lampu berwarna pelangi sebagai bentuk dukungan kaum LGBT.
Bagi sebagian masyarakat di Eropa, sikap menolak kehadiran kelompok LGBT (Lesbian, Gay, Biseksual, dan Transgender) merupakan hal yang tabu karena dianggap bertentangan dengan hak asasi manusia (HAM). Namun, institusi atau lembaga berbadan hukum sangat jarang mendukung sikap tersebut secara terang-terangan.
Memanfaatkan event sebesar Piala Eropa 2020, kelompok pro LGBT kembali memperjuangkan ideologi mereka. Melalui simbol pelangi di ban kapten tim, lampu stadion, bahkan aksi penonton masuk ke dalam lapangan, kelompok pro LGBT memperlihatkan eksistensinya.
Saat Jerman menghadapi Prancis di babak penyisihan Grup F Piala Eropa 2020, penjaga gawang Manuel Neuer mengenakan ban kapten berwarna pelangi yang identik dengan simbol LGBT. Badan Sepak bola Eropa (UEFA) sampai-sampai melakukan investigasi terkait insiden tersebut.
Stadion Fussball Arena Munich atau yang lebih dikenal dengan Allianz Arena juga menyalakan lampu berwarna pelangi ketika Jerman menghadapi Hungaria di matchday ketiga Grup F, Kamis (24/6/2021). Padahal, UEFA sudah melarang rencana wali kota Munich, Dieter Reiter, yang ingin lampu stadion berwarna pelangi.
Tak berhenti sampai di situ, sejumlah aktivis di Jerman juga menggunakan rompi berlogo “rainbow to go” sambil membagikan bendera pelangi ke penonton ketika pintu stadion dibuka. Bahkan, sebelum kick-off, seorang pria berlari memasuki lapangan sambil membawa bendera pelangi tepat ketika para pemain sedang berbaris menunggu peluit pertama.
Rangkaian aksi tersebut diyakini sebagai bentuk penolakan terhadap Undang-Undang anti-LGBT yang baru disahkan di Parlemen Hungaria. Lucunya, respons yang diberikan Badan Sepak bola Eropa justru terasa kontradiktif.
Presiden UEFA Aleksander Ceferin mengatakan, organisasinya tidak akan menyerah kepada tuntutan populis atau intervensi yang bersifat politis. Namun, UEFA justru mengganti latar belakang logo mereka dengan warna pelangi.
Dalam pernyataan resminya, UEFA mengatakan bahwa mereka menjunjung tinggi HAM dan mengartikan warna pelangi sebagai repersentasi masyarakat yang egaliter dan toleran terhadap semua kelompok. UEFA juga menyebut bahwa warna pelangi bukan simbol politik.
“Beberapa orang telah menafsirkan bahwa keputusan UEFA menolak permintaan kota Muncih untuk menerangi stadion mereka dengan warna pelangi sebagai sikap politik. Sebaliknya, permintaan itu sendiri justru yang bersifat politis, terkait dengan kehadiran tim sepak bola Hungaria di stadion,” demikian pernyataan UEFA.
Sikap UEFA terkait simbol LGBT masih menjadi perdebatan di media sosial? Namun yang pasti, kelompok pro LGBT telah berhasil menjaring simpatik di Piala Eropa 2020. Beberapa bagunan ikonik seperti Grand Place yang menjadi balai kota Brussel di Belgia, serta beberapa tempat lain, dipasangi lampu berwarna pelangi sebagai bentuk dukungan kaum LGBT.
(mirz)