Kisah Pratama Arhan si Anak Tukang Sayur: Ibunda Utang untuk Beli Sepatu dan Daftar Turnamen Sepak Bola
loading...
A
A
A
BLORA - Ibu Pratama Arhan , Surati membagikan kisah masa kecil putranya yang sekarang menjadi bintang Timnas Indonesia. Butuh perjuangan dan pengorbanan agar bek kiri berusia 20 tahun itu bisa sukses di lapangan hijau.
Arhan sedang menjadi perbincangan publik sepak bola Asia Tenggara. Pasalnya, pemain PSIS Semarang itu dinilai menampilkan performa bagus selama mengikuti Piala AFF 2020 bersama skuad Garuda.
Pemuda kelahiran Blora itu merupakan salah satu aktor yang mengantar Indonesia ke final Piala AFF 2020. Solidnya performa Arhan di posisi full-back kiri menjadi buah bibir.
Kegemilangan Arhan ketika tampil di Singapura bahkan terdengar sampai Korea Selatan. Klub Seongnam FC dikabarkan tertarik menggunakan jasanya.
Tapi, siapa sangka kegemilangan Arhan di Piala AFF 2020 tak lepas dari perjuangan ibunya. Surati sampai berutang sana-sini untuk membelikan sepatu sepak bola dan membayar pendaftaran turnamen.
Ya, Arhan berasal dari keluarga yang jauh dari kata mampu. Dia merupakan anak tukang sayur yang tinggal di rumah sederhana berlantaikan tanah.
Ibu Arhan seorang pedagang sayur keliling, sedangkan ayahnya pekerja serabutan. Arhan mengawali dunia sepak bolanya saat Sekolah Dasar. Kala itu dia bermain dengan bola plastik.
“Arhan dari kelas dua SD udah main bola plastik di depan rumah tetangga dengan anak-anak yang lain, karena di sini tidak ada lapangan bola,” kenang Surati, dilansir dari Youtube.
Kualitas yang dimiliki Arhan tidak didapat begitu saja. Dia mengasah kemampuannya bersama SSB Putera Mustika di Blora, mengikuti jejak kakaknya.
Arhan kecil tidak pernah absen mengikuti latihan di SSB itu. Hujan dan panas terik tidak dijadikan alasan untuk bolos latihan.
“Dia itu walaupun hujan, walaupun terik, tidak pernah bolos sekolah bola. Satu minggu itu tiga kali dia masuk terus, gak pernah absen bolanya,” sambung Surati.
Kala bergabung bersama SSB, Arhan pernah kesulitan membeli sepatu sepak bola. Dia bahkan pernah bermain dengan sepatu sepak bola seharga Rp25 ribu.
Kondisi ekonomi keluarga membuat Arhan kesulitan mendapat perlengkapan latihan. Ibu dan ayahnya sampai harus menjual barang di rumah terlebih dahulu untuk membelikan putra kesayangannya itu sepatu bola.
“Dulu kami memang susah sekali, utang sana-sini. Dulu dia tidak punya sepatu, tidak punya 25 ribu, dan itu pun sekali dipakai udah jebol,” katanya.
“Ibu juga kalau ada turnamen sering berutang untuk biaya turnamen itu. Karena itu demi kebaikan Arhan sendiri,” tutup Surati.
Arhan sedang menjadi perbincangan publik sepak bola Asia Tenggara. Pasalnya, pemain PSIS Semarang itu dinilai menampilkan performa bagus selama mengikuti Piala AFF 2020 bersama skuad Garuda.
Pemuda kelahiran Blora itu merupakan salah satu aktor yang mengantar Indonesia ke final Piala AFF 2020. Solidnya performa Arhan di posisi full-back kiri menjadi buah bibir.
Kegemilangan Arhan ketika tampil di Singapura bahkan terdengar sampai Korea Selatan. Klub Seongnam FC dikabarkan tertarik menggunakan jasanya.
Tapi, siapa sangka kegemilangan Arhan di Piala AFF 2020 tak lepas dari perjuangan ibunya. Surati sampai berutang sana-sini untuk membelikan sepatu sepak bola dan membayar pendaftaran turnamen.
Ya, Arhan berasal dari keluarga yang jauh dari kata mampu. Dia merupakan anak tukang sayur yang tinggal di rumah sederhana berlantaikan tanah.
Ibu Arhan seorang pedagang sayur keliling, sedangkan ayahnya pekerja serabutan. Arhan mengawali dunia sepak bolanya saat Sekolah Dasar. Kala itu dia bermain dengan bola plastik.
“Arhan dari kelas dua SD udah main bola plastik di depan rumah tetangga dengan anak-anak yang lain, karena di sini tidak ada lapangan bola,” kenang Surati, dilansir dari Youtube.
Kualitas yang dimiliki Arhan tidak didapat begitu saja. Dia mengasah kemampuannya bersama SSB Putera Mustika di Blora, mengikuti jejak kakaknya.
Arhan kecil tidak pernah absen mengikuti latihan di SSB itu. Hujan dan panas terik tidak dijadikan alasan untuk bolos latihan.
“Dia itu walaupun hujan, walaupun terik, tidak pernah bolos sekolah bola. Satu minggu itu tiga kali dia masuk terus, gak pernah absen bolanya,” sambung Surati.
Kala bergabung bersama SSB, Arhan pernah kesulitan membeli sepatu sepak bola. Dia bahkan pernah bermain dengan sepatu sepak bola seharga Rp25 ribu.
Kondisi ekonomi keluarga membuat Arhan kesulitan mendapat perlengkapan latihan. Ibu dan ayahnya sampai harus menjual barang di rumah terlebih dahulu untuk membelikan putra kesayangannya itu sepatu bola.
“Dulu kami memang susah sekali, utang sana-sini. Dulu dia tidak punya sepatu, tidak punya 25 ribu, dan itu pun sekali dipakai udah jebol,” katanya.
“Ibu juga kalau ada turnamen sering berutang untuk biaya turnamen itu. Karena itu demi kebaikan Arhan sendiri,” tutup Surati.
(mirz)