Klub Khawatir Kompetisi Buatan Menpora Timbulkan Perpecahan
A
A
A
GRESIK - Rencana Menpora menggelar kompetisi Piala Kemerdekaan memunculkan kekhawatiran tersendiri. Klub-klub tidak ingin kompetisi tersebut nantinya justru membuat perpecahan, karena tidak melibatkan PSSI sebagai federasi resmi.
Kekhawatiran tersebut merujuk pada pengalaman dualisme kompetisi ketika muncul Indonesian Premier League (IPL) beberapa tahun lalu. Upaya yang awalnya disebut sebagai perbaikan, nyatanya justru membawa dampak buruk.
Kekhawatiran itu salah satunya diungkapkan Persegres Gresik United yang pesimistis bisa mengikuti Piala Presiden dan Piala Kemerdekaan. Kompetisi yang tidak melibatkan PSSI sebagai otoritas resmi sepak bola Indonesia, sangat riskan jika dipaksakan.
"Kita semua tentu ingat bagaimana kondisinya ketika ada IPL dan ISL. Sepak bola tidak bergerak ke arah positif, tapi justru menimbulkan perpecahan. Ini yang sangat tidak kami harapkan," jelas Manager Persegres Bagoes Cahyo Yuwono.
Apalagi, menurutnya, klub yang terlibat dalam kompetisi tersebut juga layak dipertanyakan nasibnya kemudian. Bisa jadi dianggap membelot dari federasi resmi dan terkena sanksi, seperti pernah dialami Persibo Bojonegoro dan Persema Malang.
Persibo dan Persema adalah dua klub yang ikut menjadi bagian IPL dan akhirnya mendapat sanksi dari PSSI. Kini kedua klub tersebut harus merangkak dari level amatir karena statusnya didegradasi setelah membelot ke LPI.
"Sudah ada klub yang terkena sanksi sebelumnya dan itu menjadi pelajaran bagi kami. Pilihan terbaik adalah menunggu hingga ada kompetisi yang benar-benar bersih dari potensi perpecahan dan sesuai aturan," tegas Bagoes.
Selain Persegres, tim tetangga Persela Lamonga juga berpikir seperti itu. Tim berjuluk Laskar Joko Tingkir mengakui posisi tim sangat riskan dalam kompetisi bentukan Menpora. Klub pun dihadapkan pada dua pilihan yang sama-sama sulit.
"Kami ingin ada kompetisi di bawah PSSI, tapi terganjal izin keamanan. Sedangkan kompetisi yang dirancang Menpora tidak melibatkan PSSI. Klub dihadapkan pada pilihan yang sama-sama sulit untuk dilakukan," jelas CEO Persela Lamongan Debby Kurniawan.
Persela pun menyatakan 'abstain' menyoal Piala Kemerdekaan yang digulirkan Menpora. Alasannya sama dengan Persegres, sangat berisiko mengikuti kompetisi yang digelar di luar federasi karena bisa berujung sanksi. "Risikonya sangat besar," kata Debby.
Klub-klub sudah mendapatkan surat terkait gelaran Piala Presiden yang rencananya dihelat mulai 16 Juni. Hanya saja dalam surat pemberitahuan tersebut tidak dicantumkan soal perangkat pertandingan serta elemen lain yang mendukung kompetisi.
Kekhawatiran tersebut merujuk pada pengalaman dualisme kompetisi ketika muncul Indonesian Premier League (IPL) beberapa tahun lalu. Upaya yang awalnya disebut sebagai perbaikan, nyatanya justru membawa dampak buruk.
Kekhawatiran itu salah satunya diungkapkan Persegres Gresik United yang pesimistis bisa mengikuti Piala Presiden dan Piala Kemerdekaan. Kompetisi yang tidak melibatkan PSSI sebagai otoritas resmi sepak bola Indonesia, sangat riskan jika dipaksakan.
"Kita semua tentu ingat bagaimana kondisinya ketika ada IPL dan ISL. Sepak bola tidak bergerak ke arah positif, tapi justru menimbulkan perpecahan. Ini yang sangat tidak kami harapkan," jelas Manager Persegres Bagoes Cahyo Yuwono.
Apalagi, menurutnya, klub yang terlibat dalam kompetisi tersebut juga layak dipertanyakan nasibnya kemudian. Bisa jadi dianggap membelot dari federasi resmi dan terkena sanksi, seperti pernah dialami Persibo Bojonegoro dan Persema Malang.
Persibo dan Persema adalah dua klub yang ikut menjadi bagian IPL dan akhirnya mendapat sanksi dari PSSI. Kini kedua klub tersebut harus merangkak dari level amatir karena statusnya didegradasi setelah membelot ke LPI.
"Sudah ada klub yang terkena sanksi sebelumnya dan itu menjadi pelajaran bagi kami. Pilihan terbaik adalah menunggu hingga ada kompetisi yang benar-benar bersih dari potensi perpecahan dan sesuai aturan," tegas Bagoes.
Selain Persegres, tim tetangga Persela Lamonga juga berpikir seperti itu. Tim berjuluk Laskar Joko Tingkir mengakui posisi tim sangat riskan dalam kompetisi bentukan Menpora. Klub pun dihadapkan pada dua pilihan yang sama-sama sulit.
"Kami ingin ada kompetisi di bawah PSSI, tapi terganjal izin keamanan. Sedangkan kompetisi yang dirancang Menpora tidak melibatkan PSSI. Klub dihadapkan pada pilihan yang sama-sama sulit untuk dilakukan," jelas CEO Persela Lamongan Debby Kurniawan.
Persela pun menyatakan 'abstain' menyoal Piala Kemerdekaan yang digulirkan Menpora. Alasannya sama dengan Persegres, sangat berisiko mengikuti kompetisi yang digelar di luar federasi karena bisa berujung sanksi. "Risikonya sangat besar," kata Debby.
Klub-klub sudah mendapatkan surat terkait gelaran Piala Presiden yang rencananya dihelat mulai 16 Juni. Hanya saja dalam surat pemberitahuan tersebut tidak dicantumkan soal perangkat pertandingan serta elemen lain yang mendukung kompetisi.
(bbk)