Ngomong di UI, Imam Nahrawi Blak blakan Soal Mafia Bola
A
A
A
DEPOK - Menteri Pemuda dan Olah Raga (Menpora) Imam Nahrawi bercerita soal kebobrokan sepak bola Indonesia di depan para akademisi Kampus Universitas Indonesia (UI), Depok. Ia mengharapkan Indonesia memiliki tim sepak bola nasional yang unggul dan tangguh.
Namun di sisi lain, kata dia, terlalu banyak persoalan yang muncul dari tahun ke tahun. Masalah kejujuran dan motto fair play sudah tidak dijunjung tinggi.
“Ternyata setelah kita bedah habis terlalu banyak persoalan, tak habis dari tahun ke tahun rezim kerezim jauh dari semangat revolusi mental. Fair play dan kejujuran itu tak muncul. Coba bayangkan sebelum pertandingan dimulai, sudah tahu berapa nanti kartu kuning dan skor, dengan cara apa dengan kode apa. Di pinggir jalan topi miring ke kanan harus segara gol,” tukasnya dalam Seminar Direktorat Riset dan Pengabdian Masyarakat Universitas Indonesia (DRPM UI) dengan tema “Kebijakan dan Langkah Strategis Dalam Pembangunan SDM Indonesia Unggul” Kamis (13/8/2015).
Ia menyesalkan Komnas HAM menyalahkan Kemenpora soal pembekuan PSSI. Ia bahkan menengarai ada mafia atau pihak tertentu yang memonopoli klub sepak bola di Indonesia.
“Hari ini Komnas HAM salahkan Kemenpora. Klub – klub profesional menurut saya menurut kita, dari 18 klub itu hanya 6. Selebihnya dipertahankan. Cukup dua tak boleh ikut kompetisi. Arema dan Persebaya, tak boleh jalan. Ada apa? Ternyata monopoli terjadi. Siapa itu? Ada dalam kendali satu orang,” tukasnya.
Ia berharap sportifitas mampu dijunjung tinggi di Indonesia. Namun yang terjadi, kata dia, justru sepak bola gajah dengan menekan para pemain. “Atur wasit, atur pemain, dimana fondasi enggak ada sportifitas, nendang haruys salah. Sepak bola gajah berani masuk gawang masing – masing. Saat kami Tanya mereka mengaku tak bisa lepas dari ancaman mereka. Anak saya pertama, kedua, ketiga hobinya sepak bola. Mereka Tanya apa benar sepak bola ada mafia? Saya katakan mafia tak hanya ada di sepak bola tapi dimana – mana ada. Izinkan saya bereskan mafia bola, seperti Vietnam dan Myanmar hebat sepak bolanya,” tandasnya.
Namun di sisi lain, kata dia, terlalu banyak persoalan yang muncul dari tahun ke tahun. Masalah kejujuran dan motto fair play sudah tidak dijunjung tinggi.
“Ternyata setelah kita bedah habis terlalu banyak persoalan, tak habis dari tahun ke tahun rezim kerezim jauh dari semangat revolusi mental. Fair play dan kejujuran itu tak muncul. Coba bayangkan sebelum pertandingan dimulai, sudah tahu berapa nanti kartu kuning dan skor, dengan cara apa dengan kode apa. Di pinggir jalan topi miring ke kanan harus segara gol,” tukasnya dalam Seminar Direktorat Riset dan Pengabdian Masyarakat Universitas Indonesia (DRPM UI) dengan tema “Kebijakan dan Langkah Strategis Dalam Pembangunan SDM Indonesia Unggul” Kamis (13/8/2015).
Ia menyesalkan Komnas HAM menyalahkan Kemenpora soal pembekuan PSSI. Ia bahkan menengarai ada mafia atau pihak tertentu yang memonopoli klub sepak bola di Indonesia.
“Hari ini Komnas HAM salahkan Kemenpora. Klub – klub profesional menurut saya menurut kita, dari 18 klub itu hanya 6. Selebihnya dipertahankan. Cukup dua tak boleh ikut kompetisi. Arema dan Persebaya, tak boleh jalan. Ada apa? Ternyata monopoli terjadi. Siapa itu? Ada dalam kendali satu orang,” tukasnya.
Ia berharap sportifitas mampu dijunjung tinggi di Indonesia. Namun yang terjadi, kata dia, justru sepak bola gajah dengan menekan para pemain. “Atur wasit, atur pemain, dimana fondasi enggak ada sportifitas, nendang haruys salah. Sepak bola gajah berani masuk gawang masing – masing. Saat kami Tanya mereka mengaku tak bisa lepas dari ancaman mereka. Anak saya pertama, kedua, ketiga hobinya sepak bola. Mereka Tanya apa benar sepak bola ada mafia? Saya katakan mafia tak hanya ada di sepak bola tapi dimana – mana ada. Izinkan saya bereskan mafia bola, seperti Vietnam dan Myanmar hebat sepak bolanya,” tandasnya.
(bbk)