Hajatan Pra PON Milik Tim Transisi atau PSSI?
A
A
A
JAKARTA - Mantan pemain dan juga pengamat sepakbola nasional, Imran Nahumarury menilai tim Transisi telah membuat gaduh baru dengan mengancam akan menghambat pelaksanaa Pra PON yang rencananya akan berlangsung akhir pekan ini. Seperti diketahui, tim Transisi bentukan Kementerian Pemuda dan Olahraga (Kemenpora) ingin Asosiasi Provinsi (Asprov) PSSI melaporkan dan melakukan komunikasi dalam hal pelaksanaan Pra PON.
Sebelumnya, tim Transisi mengirimkan Surat bernomor 175/TT-KEMENPORA/IX/2015 kepada seluruh Asprov harus tunduk di bawah Tim Transisi, jika dilanggar, maka mereka akan mengambil tindakan hukum sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku.
"Sudah jelas dalam pelaksanaan Pra PON yang melaksanakan itu PSSI. Hal ini berdasarkan surat KONI kepada PSSI beberapa waktu lalu. Jadwal dan tempat pelaksanaan Pra PON juga sudah dibuat PSSI. Ini kok tim Transisi sewenang-wenang menyuruh Asprov agar melaporkan dan melakukan komunikasi kepada mereka dahulu?," kata Imran, Jumat (2/10).
"Kalaupun tim transisi akan menghambat pelaksanaan Pra PON saya kira itu sangat tidak baik dan yang pasti bakal menganggu persiapan tim-tim yang akan bermain. Saat ini harusnya tim transisi sadar dan tidak perlu membuat kegaduhan yang tidak penting seperti ini, karena pelaksanaan Pra PON tinggal hitungan hari lagi," tambah mantan penggawa Timnas Indonesia era 2000'an ini.
"Kasihan para Asprov yang sudah menyiapkan tim mereka sejak lama bila dihambat oleh tim Transisi," tutup Imran.
Penyelenggaraan babak kualifikasi PON rencananya akan berlangsung bulan Oktober ini hingga November 2015. PSSI membagi Pra PON ke dalam enam zona yakni Sumatera, Jawa, Bali, Kalimantan, Sulawesi, dan Maluku-Papua.
Sebelumnya PSSI mengecam surat Tim Transisi yang ditujukan kepada Asosiasi PSSI Provinsi terkait pelaksanaan Pra PON. Surat bernomor 175/TT-Kemenpora/IX/2015 tertanggal 17 September itu, dinilai oleh PSSI sebagai surat teror dan ancaman yang hanya membuat gaduh sepakbola nasional. Khususnya agenda persiapan Pra PON yang sudah berjalan.
Dalam redaksi surat yang ditanda tangani Bibit Samad Rianto, ketua tim transisi tersebut tertulis kalimat ''Perlu kami ingatkan, bahwa penggunaan anggaran negara dalam kegiatan Pra PON, APBN dan APBD harus berkoordinasi dan disupervisi tim transisi berdasarkan SK Menpora aquo. Tindakan Aspov di luar koordinasi dan supervisi tim transisi akan berpotensi pidana dan tim transisi akan mengambil tindakan hukum yang tegas, sesuai dengan peraturan perundangan bekerja sama dengan KPK, kepolisian dan kejaksaan,''
''Ini salah satu bukti arogansi dan kegemaran mereka menggunakan bahasa kekuasaan dalam meneror sepakbola Indonesia. Karena itu, kami mengecam, sekaligus mengingatkan bahwa Tim Transisi atas perintah Lembaga Yudikatif, sudah tidak boleh beraktifitas terhitung sejak 25 Mei 2015 lalu. Sejak dikeluarkannya penetapan penundaan oleh PTUN Jakarta sampai nanti ada keputusan hukum tetap,'' ungkap Direktur Legal PSSI Aristo Pangaribuan, Selasa (29/9/2015) di Jakarta.
Dikatakan Aristo, kalimat redaksi surat tersebut juga menyesatkan dan menabrak kaidah hukum serta azaz-azaz umum yang berlaku. Karena dapat disimpulkan, jika tidak berkoordinasi dengan tim transisi, maka penggunaan dana APBD dalam Pra PON akan dijerat hukum. ''Pertanyaannya, peraturan perundangan apa yang digunakan untuk menindak? UU Tipikor? Berarti ada pasal baru dalam UU Tipikor? Kalau tidak koordinasi dengan tim transisi berarti otomatis memenuhi unsur tipikor? Sebaliknya, jika koordinasi dengan tim transisi berarti tidak korupsi?,'' ucapnya.
Lanjut Aristo, lantas siapa yang memberi wewenang tim transisi mengambil tindakan tegas? Perlu diketahui, dana yang dikelola KONI Daerah sudah disahkan oleh Eksekutif (Gubernur) dengan Komisi E DPRD masing-masing provinsi, yang diperuntukkan bagi kegiatan keolahragaan dan pekan olahraga. Sebaliknya, unsur tindak pidana korupsi terjadi apabila dalam pengelolaan dan penggunaan anggaran tersebut menyimpang dan memenuhi unsur tipikor. Bukan karena tidak koordinasi dan disupervisi tim transisi, lalu otomatis akan ditindak oleh KPK, kepolisian, dan kejaksaan. ''Saya kira rakyat sudah tidak bisa dibodohi dan ditakuti dengan model-model teror amatir seperti itu,'' tukasnya.
Apalagi, KONI Pusat melalui surat nomor 327/ORG/VIII/15, tertanggal 26 Agustus 2015, tentang Pelaksanaan Babak Kualifikasi PON dengan jelas menugaskan kepada PSSI untuk bertindak sebagai pelaksana dan penyelenggara babak kualifikasi cabang olahraga sepakbola dalam rangka PON XIX/2016. ''Karena itu kami sampaikan kepada Asosiasi PSSI Provinsi untuk tetap jalan seperti sediakala,'' tegas Aristo.
Terkait isi surat yang bernada teror dan ancaman pidana dengan melibatkan KPK, Kepolisian dan Kejaksaan, PSSI dalam minggu ini akan menghadap langsung ke ketiga instansi tersebut untuk mempertanyakan isi surat tersebut terkait disebutkannya institusi penegak hukum dalam surat tim transisi. ''Komite Eksekutif PSSI akan ke KPK, Bareskrim Polri dan Jampidsus Kejagung,'' tutup Aristo.
Sebelumnya, tim Transisi mengirimkan Surat bernomor 175/TT-KEMENPORA/IX/2015 kepada seluruh Asprov harus tunduk di bawah Tim Transisi, jika dilanggar, maka mereka akan mengambil tindakan hukum sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku.
"Sudah jelas dalam pelaksanaan Pra PON yang melaksanakan itu PSSI. Hal ini berdasarkan surat KONI kepada PSSI beberapa waktu lalu. Jadwal dan tempat pelaksanaan Pra PON juga sudah dibuat PSSI. Ini kok tim Transisi sewenang-wenang menyuruh Asprov agar melaporkan dan melakukan komunikasi kepada mereka dahulu?," kata Imran, Jumat (2/10).
"Kalaupun tim transisi akan menghambat pelaksanaan Pra PON saya kira itu sangat tidak baik dan yang pasti bakal menganggu persiapan tim-tim yang akan bermain. Saat ini harusnya tim transisi sadar dan tidak perlu membuat kegaduhan yang tidak penting seperti ini, karena pelaksanaan Pra PON tinggal hitungan hari lagi," tambah mantan penggawa Timnas Indonesia era 2000'an ini.
"Kasihan para Asprov yang sudah menyiapkan tim mereka sejak lama bila dihambat oleh tim Transisi," tutup Imran.
Penyelenggaraan babak kualifikasi PON rencananya akan berlangsung bulan Oktober ini hingga November 2015. PSSI membagi Pra PON ke dalam enam zona yakni Sumatera, Jawa, Bali, Kalimantan, Sulawesi, dan Maluku-Papua.
Sebelumnya PSSI mengecam surat Tim Transisi yang ditujukan kepada Asosiasi PSSI Provinsi terkait pelaksanaan Pra PON. Surat bernomor 175/TT-Kemenpora/IX/2015 tertanggal 17 September itu, dinilai oleh PSSI sebagai surat teror dan ancaman yang hanya membuat gaduh sepakbola nasional. Khususnya agenda persiapan Pra PON yang sudah berjalan.
Dalam redaksi surat yang ditanda tangani Bibit Samad Rianto, ketua tim transisi tersebut tertulis kalimat ''Perlu kami ingatkan, bahwa penggunaan anggaran negara dalam kegiatan Pra PON, APBN dan APBD harus berkoordinasi dan disupervisi tim transisi berdasarkan SK Menpora aquo. Tindakan Aspov di luar koordinasi dan supervisi tim transisi akan berpotensi pidana dan tim transisi akan mengambil tindakan hukum yang tegas, sesuai dengan peraturan perundangan bekerja sama dengan KPK, kepolisian dan kejaksaan,''
''Ini salah satu bukti arogansi dan kegemaran mereka menggunakan bahasa kekuasaan dalam meneror sepakbola Indonesia. Karena itu, kami mengecam, sekaligus mengingatkan bahwa Tim Transisi atas perintah Lembaga Yudikatif, sudah tidak boleh beraktifitas terhitung sejak 25 Mei 2015 lalu. Sejak dikeluarkannya penetapan penundaan oleh PTUN Jakarta sampai nanti ada keputusan hukum tetap,'' ungkap Direktur Legal PSSI Aristo Pangaribuan, Selasa (29/9/2015) di Jakarta.
Dikatakan Aristo, kalimat redaksi surat tersebut juga menyesatkan dan menabrak kaidah hukum serta azaz-azaz umum yang berlaku. Karena dapat disimpulkan, jika tidak berkoordinasi dengan tim transisi, maka penggunaan dana APBD dalam Pra PON akan dijerat hukum. ''Pertanyaannya, peraturan perundangan apa yang digunakan untuk menindak? UU Tipikor? Berarti ada pasal baru dalam UU Tipikor? Kalau tidak koordinasi dengan tim transisi berarti otomatis memenuhi unsur tipikor? Sebaliknya, jika koordinasi dengan tim transisi berarti tidak korupsi?,'' ucapnya.
Lanjut Aristo, lantas siapa yang memberi wewenang tim transisi mengambil tindakan tegas? Perlu diketahui, dana yang dikelola KONI Daerah sudah disahkan oleh Eksekutif (Gubernur) dengan Komisi E DPRD masing-masing provinsi, yang diperuntukkan bagi kegiatan keolahragaan dan pekan olahraga. Sebaliknya, unsur tindak pidana korupsi terjadi apabila dalam pengelolaan dan penggunaan anggaran tersebut menyimpang dan memenuhi unsur tipikor. Bukan karena tidak koordinasi dan disupervisi tim transisi, lalu otomatis akan ditindak oleh KPK, kepolisian, dan kejaksaan. ''Saya kira rakyat sudah tidak bisa dibodohi dan ditakuti dengan model-model teror amatir seperti itu,'' tukasnya.
Apalagi, KONI Pusat melalui surat nomor 327/ORG/VIII/15, tertanggal 26 Agustus 2015, tentang Pelaksanaan Babak Kualifikasi PON dengan jelas menugaskan kepada PSSI untuk bertindak sebagai pelaksana dan penyelenggara babak kualifikasi cabang olahraga sepakbola dalam rangka PON XIX/2016. ''Karena itu kami sampaikan kepada Asosiasi PSSI Provinsi untuk tetap jalan seperti sediakala,'' tegas Aristo.
Terkait isi surat yang bernada teror dan ancaman pidana dengan melibatkan KPK, Kepolisian dan Kejaksaan, PSSI dalam minggu ini akan menghadap langsung ke ketiga instansi tersebut untuk mempertanyakan isi surat tersebut terkait disebutkannya institusi penegak hukum dalam surat tim transisi. ''Komite Eksekutif PSSI akan ke KPK, Bareskrim Polri dan Jampidsus Kejagung,'' tutup Aristo.
(rus)