Tiga Sosok di Balik Penampilan Garang Valentino Rossi
A
A
A
TAVULLIA - Valentino Rossi merupakan legenda hidup MotoGP. Jika menilik penampilan garangnya meski sudah berusia senja, tak salah menyematkan predikat demikian kepadanya.
Rossi yang tahun ini berusia 37 tahun, keluar sebagai runner up kejuaraan dunia MotoGP. Meski jadi tahun ketujuhnya gagal jadi juara dunia, penampilan pembalap Italia tetap mampu menyulitkan pembalap yang lebih muda seperti Marc Marquez, Jorge Lorenzo, Dani Pedrosa, Andrea Iannone serta Andrea Dovizioso.
Musim 2016 misalnya, Rossi berhasil menangkan dua kali seri balapan dan total naik podium sebanyak 10 dari 18 balapan sepanjang tahun. Catatan finis terburuknya juga tak pernah terlempar dari 10 besar, dengan cuma merebut posisi kedelapan di Jerman sebagai tempat terburuknya.
Namun tahun ini penampilan Rossi sedikit menurun ketimbang 2015. Tahun lalu, The Doctor berhasil meraih empat kemenangan dan cuma tiga kali absen naik podium dari 18 seri. Meski juga finis sebagai runner up, perolehan poinnya juga melorot dari 325 pada 2015, menjadi 249 di 2016.
Bisa keluar sebagai runner up dalam tiga tahun terakhir (termasuk pada 2014 -red) memang jadi bukti ambisi Rossi merebut gelar juara dunia kesepuluhnya. Sayang, beberapa kendala kerap menghampirinya.
Pada 2014 misalnya, Rossi selalu kalah dari Marquez yang memang tampil brilian sepanjang musim. Sementara pada 2015, giliran Lorenzo yang jadi lawan terberatnya plus mendapat sedikit ketidakberuntungan di seri terakhir. Sedangkan pada 2016, faktor teknis pada tunggangannya, YZR-M1, jadi momok terbesarnya.
Tapi terlepas dari hal di atas, Rossi tercatat konsisten menjaga pamor sebagai pembalap papan atas. Juara dunia boleh silih berganti, namun pemilik nomor 46 tetap yang paling menghibur.
Saat diwawancara Radio Deejay di Italia, Rossi mengaku punya beberapa sosok yang membantu penampilannya. Mulai dari sisi teknis dan non-teknis, pembalap yang juga bos akademi balap VR46 Academy itu selalu mendapat masukan berharga.
"Saya punya sahabat seperti Uccio dan Albi (Alessio Salucci dan Alberto Tebaldi) sebagai contohnya. Sementara dari poin teknis, saya punya mantan pembalap 500cc Luca Cadalora," ucapnya seperti dikutip dari Bikesportnews, Sabtu (24/12/2016).
"Saya memilihnya (Cadalora) karena kami sudah bersama sejak lama dan dia punya semangat yang besar terhadap balap motor. Dia mempelajari gaya saya ketika berada di lintasan. Kami memilih poin masalah bersama, kemudian menganalisa gaya saya dan pembalap lain," imbuhnya.
Ada pun sejak kembali ke Yamaha pada musim 2013, Rossi mengaku mulai mengubah gaya balapannya. Banyaknya perubahan regulasi di MotoGP jadi alasan utamanya.
"Saya banyak mengubah gaya balapan saya sejak kembali ke Yamaha. Anda harus berubah sebab mesin, ban, dan perangkat elektronik terus berubah setiap tahun. Sekarang, sebagai contoh, anda mesti mengubah posisi tubuh saat berada di atas motor dan menarik tuas gas lebih cepat," jelasnya.
Musim depan, Rossi akan berdampingan dengan rekan baru; Maverick Vinales. Pemuda Spanyol yang dibajak Yamaha dari Suzuki, diplot menggantikan Jorge Lorenzo yang memilih hijrah ke Ducati.
Bagaimana tanggapan Rossi? Ia kembali berkelakar jika keputusan Yamaha merekrut Vinales adalah tantangan baginya sebab rekan barunya merupakan talenta terbaik di MotoGP saat ini.
"Saya tidak memilihnya. Saya lebih suka pembalap yang lebih tua seperti Dani Pedrosa," katanya sambil tertawa.
"Saya sempat berpikir akan punya masalah yang lebih ringan, tapi setelah melihat hasil tes pertama, saya paham bahwa hal itu tetap menyulitkan seperti tahun lalu. Mungkin sedikit lebih baik, tapi saya tidak begitu yakin," sanjung Rossi kepada Vinales yang berhasil jadi pembalap tercepat di sesi pengujian Valencia dengan menggunakan motor Yamaha.
Rossi yang tahun ini berusia 37 tahun, keluar sebagai runner up kejuaraan dunia MotoGP. Meski jadi tahun ketujuhnya gagal jadi juara dunia, penampilan pembalap Italia tetap mampu menyulitkan pembalap yang lebih muda seperti Marc Marquez, Jorge Lorenzo, Dani Pedrosa, Andrea Iannone serta Andrea Dovizioso.
Musim 2016 misalnya, Rossi berhasil menangkan dua kali seri balapan dan total naik podium sebanyak 10 dari 18 balapan sepanjang tahun. Catatan finis terburuknya juga tak pernah terlempar dari 10 besar, dengan cuma merebut posisi kedelapan di Jerman sebagai tempat terburuknya.
Namun tahun ini penampilan Rossi sedikit menurun ketimbang 2015. Tahun lalu, The Doctor berhasil meraih empat kemenangan dan cuma tiga kali absen naik podium dari 18 seri. Meski juga finis sebagai runner up, perolehan poinnya juga melorot dari 325 pada 2015, menjadi 249 di 2016.
Bisa keluar sebagai runner up dalam tiga tahun terakhir (termasuk pada 2014 -red) memang jadi bukti ambisi Rossi merebut gelar juara dunia kesepuluhnya. Sayang, beberapa kendala kerap menghampirinya.
Pada 2014 misalnya, Rossi selalu kalah dari Marquez yang memang tampil brilian sepanjang musim. Sementara pada 2015, giliran Lorenzo yang jadi lawan terberatnya plus mendapat sedikit ketidakberuntungan di seri terakhir. Sedangkan pada 2016, faktor teknis pada tunggangannya, YZR-M1, jadi momok terbesarnya.
Tapi terlepas dari hal di atas, Rossi tercatat konsisten menjaga pamor sebagai pembalap papan atas. Juara dunia boleh silih berganti, namun pemilik nomor 46 tetap yang paling menghibur.
Saat diwawancara Radio Deejay di Italia, Rossi mengaku punya beberapa sosok yang membantu penampilannya. Mulai dari sisi teknis dan non-teknis, pembalap yang juga bos akademi balap VR46 Academy itu selalu mendapat masukan berharga.
"Saya punya sahabat seperti Uccio dan Albi (Alessio Salucci dan Alberto Tebaldi) sebagai contohnya. Sementara dari poin teknis, saya punya mantan pembalap 500cc Luca Cadalora," ucapnya seperti dikutip dari Bikesportnews, Sabtu (24/12/2016).
"Saya memilihnya (Cadalora) karena kami sudah bersama sejak lama dan dia punya semangat yang besar terhadap balap motor. Dia mempelajari gaya saya ketika berada di lintasan. Kami memilih poin masalah bersama, kemudian menganalisa gaya saya dan pembalap lain," imbuhnya.
Ada pun sejak kembali ke Yamaha pada musim 2013, Rossi mengaku mulai mengubah gaya balapannya. Banyaknya perubahan regulasi di MotoGP jadi alasan utamanya.
"Saya banyak mengubah gaya balapan saya sejak kembali ke Yamaha. Anda harus berubah sebab mesin, ban, dan perangkat elektronik terus berubah setiap tahun. Sekarang, sebagai contoh, anda mesti mengubah posisi tubuh saat berada di atas motor dan menarik tuas gas lebih cepat," jelasnya.
Musim depan, Rossi akan berdampingan dengan rekan baru; Maverick Vinales. Pemuda Spanyol yang dibajak Yamaha dari Suzuki, diplot menggantikan Jorge Lorenzo yang memilih hijrah ke Ducati.
Bagaimana tanggapan Rossi? Ia kembali berkelakar jika keputusan Yamaha merekrut Vinales adalah tantangan baginya sebab rekan barunya merupakan talenta terbaik di MotoGP saat ini.
"Saya tidak memilihnya. Saya lebih suka pembalap yang lebih tua seperti Dani Pedrosa," katanya sambil tertawa.
"Saya sempat berpikir akan punya masalah yang lebih ringan, tapi setelah melihat hasil tes pertama, saya paham bahwa hal itu tetap menyulitkan seperti tahun lalu. Mungkin sedikit lebih baik, tapi saya tidak begitu yakin," sanjung Rossi kepada Vinales yang berhasil jadi pembalap tercepat di sesi pengujian Valencia dengan menggunakan motor Yamaha.
(sha)