Marquee Player Bisa Timbulkan Kesenjangan
A
A
A
JAKARTA - Marquee player yang akan diterapkan PSSI di kompetisi Liga 1 banyak mendapatkan kritikan. Aturan baru tersebut malah akan menimbulkan kesenjangan baru di tim peserta kompetisi.
Klub yang secara finansial kurang bagus menilai, marquee player malah menguntungkan klub yang keuangannya mumpuni. Awalnya PSSI menetapkan regulasi 2 + 1 atau dua pemain asing non-Asia dan satu pemain Asia dalam Kongres Tahunan PSSI di Bandung, Jawa Barat, 8 Januari lalu.
Tapi, regulasi itu mengalami perubahan jelang bergulirnya Liga 1, 15 April mendatang. Perubahan tersebut berbarengan dengan diumumkannya PT LIB sebagai operator kompetisi baru.
Regulasi marquee player muncul selepas Persib Bandung mengontrak Michael Essien. Gelandang asal Ghana yang sempat memperkuat Chelsea, Real Madrid, dan AC Milan tersebut didatangkan dengan banderol sekitar Rp11 miliar.
"Seperti setengah-setengah (kebijakan regulasi pemain asing terkait marquee player), karena tidak membuat semua klub bisa menjalankan regulasi tersebut. Indikasinya rawan kesenjangan,"kata Sekretaris Sriwijaya FC (SFC) Ahmad Haris.
Bukan jadi rahasia umum jika tidak semua klub kontestan Liga 1 memiliki keuangan yang bagus seperti Persib. "Mereka (yang tidak mampu) akan bertanding dengan tiga pemain asing saja, sedangkan yang menggunakan itu (marquee player) bisa empat," ungkap Haris.
Keluhan manajemen SFC memang dirasakan kontestan Liga 1. Beberapa klub menyatakan jika tidak akan mengambil langkah mengontrak pemain dengan status marquee player untuk tampil di kompetisi tahun ini.
Anggaran yang tidak memadai menjadi salah satu alasan utama kesempatan itu tidak diambil. Asisten Manajer Sriwijaya FC Muchendi Mahzarekki mengatakan, setiap klub memiliki perencanaan sendiri yang disesuaikan dengan ketersediaan dana.
Alasan itu yang membuat SFC belum ada rencana seperti Persib, mendatangkan pemain bintang. Meski PSSI sesumbar akan mendonor hingga Rp7,5 miliar bagi klub yang berhasil mendatangkan pemain bintang dunia (marquee player), SFC tetap tidak mau gegabah. Hal ini terkait dengan anggaran belanja pemain, gaji pemain, dana operasional, biaya pertandingan away, serta biaya-biaya lainnya, termasuk keharusan memiliki tim Liga U- 19.
Malahan jika benar PSSI akan menyuntik dana ke peserta Liga 1, Muchendi berharap dana itu tetap direalisasikan meski tidak merekrut pemain bintang dunia. "Syukur-syukur bila benar-benar direalisasikan bisa lancar pembayarannya,"tutur Muchendi.
Pelatih Semen Padang Nil Maizar adalah salah satu pelatih yang memastikan tidak akan mengambil kesempatan tersebut. Pria yang juga mantan pelatih tim nasional Indonesia di Piala AFF 2012 itu mengakui manajemen Semen Padang sudah mengambil kebijakan tidak akan mendatangkan pemain dengan status marquee player. Meski begitu, ada atau tidak marquee player, Nil tetap optimistis bisa berbuat banyak dengan skuat yang ada.
"Sebagai pelatih, saya akan mengikuti kebijakan manajemen tim. Saya juga memahami kenapa manajemen belum tertarik memakai marquee player," kata Nil.
Menariknya, Nil memandang positif kebijakan PSSI dan PT LIB terkait marquee player. Pelatih yang juga mantan pemain timnas Indonesia itu menilai kehadiran marquee player bisa memberikan banyak dampak positif mengingat mereka pernah tampil di kompetisi elite. Salah satunya belajar dari cara bermain seorang pemain yang telah mengikuti ajang Piala Dunia dan kompetisi-kompetisi level atas Eropa.
"Ini bisa menjadi pembelajaran yang berharga, yang bisa dibagi kepada para pemain lokal Indonesia," tutur pelatih berusia 47 tahun tersebut. (Decky Irawan Jasri)
Klub yang secara finansial kurang bagus menilai, marquee player malah menguntungkan klub yang keuangannya mumpuni. Awalnya PSSI menetapkan regulasi 2 + 1 atau dua pemain asing non-Asia dan satu pemain Asia dalam Kongres Tahunan PSSI di Bandung, Jawa Barat, 8 Januari lalu.
Tapi, regulasi itu mengalami perubahan jelang bergulirnya Liga 1, 15 April mendatang. Perubahan tersebut berbarengan dengan diumumkannya PT LIB sebagai operator kompetisi baru.
Regulasi marquee player muncul selepas Persib Bandung mengontrak Michael Essien. Gelandang asal Ghana yang sempat memperkuat Chelsea, Real Madrid, dan AC Milan tersebut didatangkan dengan banderol sekitar Rp11 miliar.
"Seperti setengah-setengah (kebijakan regulasi pemain asing terkait marquee player), karena tidak membuat semua klub bisa menjalankan regulasi tersebut. Indikasinya rawan kesenjangan,"kata Sekretaris Sriwijaya FC (SFC) Ahmad Haris.
Bukan jadi rahasia umum jika tidak semua klub kontestan Liga 1 memiliki keuangan yang bagus seperti Persib. "Mereka (yang tidak mampu) akan bertanding dengan tiga pemain asing saja, sedangkan yang menggunakan itu (marquee player) bisa empat," ungkap Haris.
Keluhan manajemen SFC memang dirasakan kontestan Liga 1. Beberapa klub menyatakan jika tidak akan mengambil langkah mengontrak pemain dengan status marquee player untuk tampil di kompetisi tahun ini.
Anggaran yang tidak memadai menjadi salah satu alasan utama kesempatan itu tidak diambil. Asisten Manajer Sriwijaya FC Muchendi Mahzarekki mengatakan, setiap klub memiliki perencanaan sendiri yang disesuaikan dengan ketersediaan dana.
Alasan itu yang membuat SFC belum ada rencana seperti Persib, mendatangkan pemain bintang. Meski PSSI sesumbar akan mendonor hingga Rp7,5 miliar bagi klub yang berhasil mendatangkan pemain bintang dunia (marquee player), SFC tetap tidak mau gegabah. Hal ini terkait dengan anggaran belanja pemain, gaji pemain, dana operasional, biaya pertandingan away, serta biaya-biaya lainnya, termasuk keharusan memiliki tim Liga U- 19.
Malahan jika benar PSSI akan menyuntik dana ke peserta Liga 1, Muchendi berharap dana itu tetap direalisasikan meski tidak merekrut pemain bintang dunia. "Syukur-syukur bila benar-benar direalisasikan bisa lancar pembayarannya,"tutur Muchendi.
Pelatih Semen Padang Nil Maizar adalah salah satu pelatih yang memastikan tidak akan mengambil kesempatan tersebut. Pria yang juga mantan pelatih tim nasional Indonesia di Piala AFF 2012 itu mengakui manajemen Semen Padang sudah mengambil kebijakan tidak akan mendatangkan pemain dengan status marquee player. Meski begitu, ada atau tidak marquee player, Nil tetap optimistis bisa berbuat banyak dengan skuat yang ada.
"Sebagai pelatih, saya akan mengikuti kebijakan manajemen tim. Saya juga memahami kenapa manajemen belum tertarik memakai marquee player," kata Nil.
Menariknya, Nil memandang positif kebijakan PSSI dan PT LIB terkait marquee player. Pelatih yang juga mantan pemain timnas Indonesia itu menilai kehadiran marquee player bisa memberikan banyak dampak positif mengingat mereka pernah tampil di kompetisi elite. Salah satunya belajar dari cara bermain seorang pemain yang telah mengikuti ajang Piala Dunia dan kompetisi-kompetisi level atas Eropa.
"Ini bisa menjadi pembelajaran yang berharga, yang bisa dibagi kepada para pemain lokal Indonesia," tutur pelatih berusia 47 tahun tersebut. (Decky Irawan Jasri)
(bbk)