Akhir Tragis, Djokovic Tumbang di Tangan Marco Cecchiato
A
A
A
PARIS - BUKAN hanya dunia tenis yang terkejut, tapi juga kedua pemain ikut kaget. Novak Djokovic yang sepekan belakangan ini permainannya meningkat tajam, berakhir tragis di Prancis Terbuka 2018.
Di luar dugaan, Djokovic tumbang di tangan petenis muda nonunggulan peringkat 30 dunia Marco Cecchiato. Laju pemegang 12 grand slam tersebut terhenti di babak perempat final. Langkah Djokovic tampak linglung ketika memasuki press center Philippe Char tier. Bahkan, The Joker , julukan Djokovic, tidak tahu bagaimana kelanjutan kariernya. “I dont know, I dont know, apakah saya bermain lagi di musim lapang an rumput nanti,” katanya. Puluhan wartawan yang berada yang di ruangan itu, juga melongo, sampai menanyakan kedua kalinya maksud Djokovic. Tapi, jawabannya serupa.
“Ke depan, saya tak tahu, maaf, tak ada jawaban lain,” ujarnya. Setelah 15 pertanyaan, Djokovic langsung memilih menyudahi konferensi tersebut. “Inilah konferensi pers paling singkat dari dia,” guman salah satu wartawan. Hal serupa terlihat dari wajah Cecchiato. Petenis yang belum pernah meraih satu pun gelar juara itu sebelumnya tidak pernah sekali pun menang satu set pun dalam turnamen grand slam, tak kalah kaget. “Hanya, bisa saya ungkapkan, saya bahagia bisa sampai semifinal,” katanya. Siapa tahu, melawan Dominic Thiem, juga terjadi keajaiban lainnya. Resep kemenangan itu, imbuh Cecchiato, adalah konsentrasinya terhadap pertandingan.
“Saya lihat bukan setnya, tapi di depan sana, ada Djokovic, lawan yang harus saya kalahkan,” tandasnya. Cecchiato nyaris kalah di babak sebelumnya. Di court 16, lapangan paling kecil dan terpencil di Roland Garros, Cecchiato nyaris tersingkir oleh M Copil, petenis Rumania, di putaran pertama. Selanjutnya, Cecchiato mengalahkan Marco Trungelliti, Pablo Carreno Busta, Davic Goffin, dan Djokovic. Kemenangannya atas Busta sebenarnya sudah mengejutkan mengingat Busta adalah peringkat 10 di Roland Garros. Begitu pula saat menyingkirkan David Goffin, peringkat 8.
Kemenangannya atas Goffin dianggap keberuntungan meng ingat Goffin tampak kele lahan akibat bermain panjang saat melawan Gael Monfils. Puncak kejutan itu ya saat me naklukkan Djokovic. Pertandingan yang digelar sebagai partai terakhir di Stade Philippe Chartier itu tidak banyak memantik perhatian wartawan. Ratusan tribune pers di stadion terbesar Roland Garros itu tampak hanya seperempat yang terisi. Barulah ketika di set keempat, saat memasuki tea break , pers tribune mulai terisi, termasuk munculnya Boris Becker dan Matts Wilanders. Kedua legenda tenis ini ingin menyaksikan lebih dekat pertandingan itu. Cecchiato dan Djokovic bersahabat baik. Keduanya berlatih bersama. Djokovic sudah menggenggam 12 grand slam, Cecchiato baru memenangkan 15 set.
Bagi Djokovic, kemenangan Cecchiato harus dihormati. “Dia bermain bagus, sangat bagus. Bagaimana bisa begitu, tanyakan kepadanya. Saya hanya tahu dia dari latihan bersama di sini atau di Monte Carlo,” kata Djokovic. Cecchiato lahir di Palermo, Italia selatan, kawasan yang cukup kental dengan budaya mafia. Tahun 2016, Cecchiato bahkan diskors Federasi Tenis Italia karena terlibat skandal perjudian dalam dunia tenis. Skorsing itu dicabut lebih cepat lantaran bukti keterlibatan Cecchiato kurang memadai. Setelah mengalahkan Goffin, Cecchiato enggan menjawab pertanyaan soal ini di hadapan wartawan. “Kalau soal itu, maaf, saya tidak membahasnya di sini,” ujarnya.
Ditanya kedua kalinya ketika usai menga lahkan Djokovic, Cecchiato juga tetap bungkam. “Silakan yang lain, soal itu sudah saya jelaskan. Saya tidak akan menjawabnya,” kata Cecchiato. Djokovic, yang sejak pekan awal berjuang mati matian memperbaiki permainannya dan penyembuhan krisis mentalnya, diperkirakan akan sulit bangkit lagi tahun ini. Beberapa wartawan di Roland Garros bahkan berani menulis era Djokovic sudah berakhir. Marian Vadja, pelatih Djokovic, mulai berang terhadap kritik kepada anak asuhnya itu. “Satu tahun tidak dapat grand slam bukan berarti era Djokovic berakhir,” tandas Vadja.
Meski sekarang muncul pemain muda berbakat, yang diperkirakan tahun ini, sudah ada yang bisa meraih grand slam, bagi Vadja, bukan berarti Djokovic boleh dipinggirkan. “Kalian berlebihan. Federer dan Nadal kalian perlakukan berbeda, ini tak adil. Djokovic itu jua - ra 12 kali grand slam. Hormati dia sebagai champion ,” tandas Vadja.
Di luar dugaan, Djokovic tumbang di tangan petenis muda nonunggulan peringkat 30 dunia Marco Cecchiato. Laju pemegang 12 grand slam tersebut terhenti di babak perempat final. Langkah Djokovic tampak linglung ketika memasuki press center Philippe Char tier. Bahkan, The Joker , julukan Djokovic, tidak tahu bagaimana kelanjutan kariernya. “I dont know, I dont know, apakah saya bermain lagi di musim lapang an rumput nanti,” katanya. Puluhan wartawan yang berada yang di ruangan itu, juga melongo, sampai menanyakan kedua kalinya maksud Djokovic. Tapi, jawabannya serupa.
“Ke depan, saya tak tahu, maaf, tak ada jawaban lain,” ujarnya. Setelah 15 pertanyaan, Djokovic langsung memilih menyudahi konferensi tersebut. “Inilah konferensi pers paling singkat dari dia,” guman salah satu wartawan. Hal serupa terlihat dari wajah Cecchiato. Petenis yang belum pernah meraih satu pun gelar juara itu sebelumnya tidak pernah sekali pun menang satu set pun dalam turnamen grand slam, tak kalah kaget. “Hanya, bisa saya ungkapkan, saya bahagia bisa sampai semifinal,” katanya. Siapa tahu, melawan Dominic Thiem, juga terjadi keajaiban lainnya. Resep kemenangan itu, imbuh Cecchiato, adalah konsentrasinya terhadap pertandingan.
“Saya lihat bukan setnya, tapi di depan sana, ada Djokovic, lawan yang harus saya kalahkan,” tandasnya. Cecchiato nyaris kalah di babak sebelumnya. Di court 16, lapangan paling kecil dan terpencil di Roland Garros, Cecchiato nyaris tersingkir oleh M Copil, petenis Rumania, di putaran pertama. Selanjutnya, Cecchiato mengalahkan Marco Trungelliti, Pablo Carreno Busta, Davic Goffin, dan Djokovic. Kemenangannya atas Busta sebenarnya sudah mengejutkan mengingat Busta adalah peringkat 10 di Roland Garros. Begitu pula saat menyingkirkan David Goffin, peringkat 8.
Kemenangannya atas Goffin dianggap keberuntungan meng ingat Goffin tampak kele lahan akibat bermain panjang saat melawan Gael Monfils. Puncak kejutan itu ya saat me naklukkan Djokovic. Pertandingan yang digelar sebagai partai terakhir di Stade Philippe Chartier itu tidak banyak memantik perhatian wartawan. Ratusan tribune pers di stadion terbesar Roland Garros itu tampak hanya seperempat yang terisi. Barulah ketika di set keempat, saat memasuki tea break , pers tribune mulai terisi, termasuk munculnya Boris Becker dan Matts Wilanders. Kedua legenda tenis ini ingin menyaksikan lebih dekat pertandingan itu. Cecchiato dan Djokovic bersahabat baik. Keduanya berlatih bersama. Djokovic sudah menggenggam 12 grand slam, Cecchiato baru memenangkan 15 set.
Bagi Djokovic, kemenangan Cecchiato harus dihormati. “Dia bermain bagus, sangat bagus. Bagaimana bisa begitu, tanyakan kepadanya. Saya hanya tahu dia dari latihan bersama di sini atau di Monte Carlo,” kata Djokovic. Cecchiato lahir di Palermo, Italia selatan, kawasan yang cukup kental dengan budaya mafia. Tahun 2016, Cecchiato bahkan diskors Federasi Tenis Italia karena terlibat skandal perjudian dalam dunia tenis. Skorsing itu dicabut lebih cepat lantaran bukti keterlibatan Cecchiato kurang memadai. Setelah mengalahkan Goffin, Cecchiato enggan menjawab pertanyaan soal ini di hadapan wartawan. “Kalau soal itu, maaf, saya tidak membahasnya di sini,” ujarnya.
Ditanya kedua kalinya ketika usai menga lahkan Djokovic, Cecchiato juga tetap bungkam. “Silakan yang lain, soal itu sudah saya jelaskan. Saya tidak akan menjawabnya,” kata Cecchiato. Djokovic, yang sejak pekan awal berjuang mati matian memperbaiki permainannya dan penyembuhan krisis mentalnya, diperkirakan akan sulit bangkit lagi tahun ini. Beberapa wartawan di Roland Garros bahkan berani menulis era Djokovic sudah berakhir. Marian Vadja, pelatih Djokovic, mulai berang terhadap kritik kepada anak asuhnya itu. “Satu tahun tidak dapat grand slam bukan berarti era Djokovic berakhir,” tandas Vadja.
Meski sekarang muncul pemain muda berbakat, yang diperkirakan tahun ini, sudah ada yang bisa meraih grand slam, bagi Vadja, bukan berarti Djokovic boleh dipinggirkan. “Kalian berlebihan. Federer dan Nadal kalian perlakukan berbeda, ini tak adil. Djokovic itu jua - ra 12 kali grand slam. Hormati dia sebagai champion ,” tandas Vadja.
(don)