Duel Swiss vs Serbia, di Bawah Bayang-Bayang Politik Masa Lalu

Jum'at, 22 Juni 2018 - 14:27 WIB
Duel Swiss vs Serbia,...
Duel Swiss vs Serbia, di Bawah Bayang-Bayang Politik Masa Lalu
A A A
IMBANG melawan Brasil bukan jaminan posisi Swiss aman. Partai kedua melawan Serbia ibarat final. Kalah sama dengan haram, seri atau menang juga belum tentu aman.

Bayang-bayang konflik Yugoslavia memanasi duel Swiss versus Serbia. Partai Swiss melawan Serbia bukan hanya urusan sepak bola. Partai “final” yang akan dilaksanakan di Kalinigrad, Jumat (22/6) petang, juga dibayangi aroma politik. Sebab, separuh punggawa Die Nati berpaspor Albania dan Kosovo, negara yang memerdekakan diri dari Serbia.

Seperti kita tahu, pada í90-an, upaya kemerdekaan itu menciptakan perang saudara di Yugoslavia, yang kini terpecahpecah menjadi Serbia, Kroasia, Kosovo, Albania, dan Kroasia. Meskipun di atas kertas terlihat damai, gejolak perang saudara itu masih terbawa hingga ke lapangan hijau.

Pada 2014, saat Albania bertanding di Belgrad, partai tersebut nyaris ricuh karena ada drone yang mendarat di stadion. Drone tersebut mengibarkan bendera merah bergambar elang kembar, bendera nasional Albania. Akibat insiden tersebut, Albania divonis kalah 0-3 dari Serbia.

Ratusan tahun sebelumnya juga terjadi apa yang disebut Perang Amsefeld, yaitu konflik antara kekuatan Osman melawan Tsar di Amsefeld, salah satu kota di Albania. Pemain Swiss, baik yang berdarah Albania maupun bukan, mengaku tak memikirkan urusan politik di lapangan hijau.

Tekadnya cuma satu, yakni menaklukkan Serbia. Kalah berarti tersingkir. Seri juga sama saja. Die Nati akan sulit mengejar Brasil. Sementara menang pun belum tentu lolos. “Ini soal olahraga, lain-lain tidak kami pikirkan,” kata Granit Xhaka, pemain Swiss berdarah Kosovo Albania.

Sherdan Xhakiri, yang sepatunya berbendera Kosovo dan Swiss, juga berpendapat sama. “Menang. Yang lain-lain tak saya pikirkan,” tandasnya. Kubu Serbia mulai memancing di air keruh. Luka Milvojevic, pemain tengah Serbia, menyatakan bahwa pemain berdarah Albania dan Kosovo yang kini membela Swiss dipertanyakan nasionalismenya.

“Bagaimana bisa demikian, silakan tanya sendiri,” katanya. Di Swiss sendiri, ada 200.000-an warga pecahan perang Yugoslavia. Serbia, Kosovo, Albania, dan Kroasia menjadi warga negara asing paling dominan di Swiss.
(don)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 1.0811 seconds (0.1#10.140)