Ambisi Vs Dendam

Minggu, 15 Juli 2018 - 13:00 WIB
Ambisi Vs Dendam
Ambisi Vs Dendam
A A A
Konon, history is repeating itself atau sejarah cenderung terulang. Itulah yang didengungkan Prancis jelang final Piala Dunia 2018 kontra Kroasia nanti malam.

Sebaliknya Luka Modric dkk datang membawa dendam 20 tahun lalu untuk mengubur ambisi Les Bleus. Modric baru berusia 12 tahun dan Ivan Rakitic hanya 10 tahun kala Davor Suker cs menghentak dunia di Piala Dunia 1998. Dengan kostum mencolok seperti papan catur berwarna merah putih, Kroasia melaju ke semifinal.

Menambah manis catatan tersebut, pada kegiatan yang digelar di Prancis itu adalah kala pertama Vatreni-julukan Kroasia-berlaga di Piala Dunia. Saat itu, mirip dengan kondisi sekarang, Kroasia dihuni pemain hebat di semua lini. Selain Suker, ada nama-nama fenomenal di antaranya Robert Jarni, Zvonimir Boban, Robert Prosinecki, atau Mario Stanic.

Ledakan Kroasia diredam Les Bleus-julukan Prancis-di empat besar. Sempat unggul 1-0 lewat terjangan Suker, Kroasia harus menelan pil pahit setelah dua gol Lilian Thuram tak mampu dihadang Drazen Ladic. Pupuslah asa merasakan final pada partisipasi pertama mereka di panggung sepak bola paling akbar di dunia itu.

Semangat pasukan Miroslav Blazevic kembali membara di perebutan tempat ketiga. Belanda dijinakkan 2-1 lewat kontribusi Prosinecki dan Suker. Sedangkan gol De Oranye disumbang Bolo Zenden. Selain mengamankan juara ketiga, Suker mengakhiri Piala Dunia sebagai pencetak gol terbanyak.

Prancis yang mengalahkan Kroasia di semifinal lantas berkuasa sebagai juara dunia di hadapan publik sendiri. Nanti malam keduanya kembali berhadapan. Level pertemuan meningkat menjadi final Piala Dunia. Luzhniki Stadium, Moskow, didaulat menjadi panggung duel berbau dendam.

“Saya masih kecil saat itu. Apa yang mereka (tim nasional Kroasia 1998) membakar semangat semua anakanak, remaja yang bermimpi menjadi pesepak bola. Mereka menanamkan semangat dan cinta terhadap negara,” ujar Modric saat konferensi pers jelang final Piala Dunia di Luzhniki Stadium, kemarin.

Gelandang Kroasia Ivan Rakitic yang meladeni wartawan dalam sesi terbatas menegaskan memori 1998 adalah pelecut memori terbaik. “Banyak yang mengatakan itu dendam, tapi saya melihatnya sebagai pembangkit energi dan spirit. Kami menyaksikan pertandingan tersebut berulang-ulang.

Itu (1998) sejarah, dan kini kami ingin menang,” kata penggawa Barcelona itu. Kroasia melaju ke final dengan kondisi carut-marut di negaranya. Tidak semua warga negara mini itu mendukung laju Modric dkk di Rusia.

Sesaat sebelum terbang ke Negeri Paman Putin , Modric dipanggil untuk bersaksi di pengadilan dalam kasus penggelapan dan penipuan menyeret Zdravko Mamic. Awalnya Mamic dianggap sebagi orang paling berjasa dalam sepak bola modern negara itu.

Namun, lantas diketahui dia mengambil keuntungan secara ilegal, penggelapan pajak penjualan pemain Dinamo Zagreb. Daftar pemain tersebut cukup panjang, di antaranya ada Modric dan Dejan Lovren. Jaring korupsi Mamic sungguh kuat, mulai dari Dinamo hingga ke tim Vatreni .

Mamic dihukum 6,5 tahun setelah diputuskan bersalah atas tuduhan penggelapan pajak, sedangkan rekannya Damir Vrbanovic, direktur eksekutif Federasi Sepak Bola Kroasia (CFF), diganjar tiga tahun bui. Namun, Sabtu (7/7), Vrbanovic hadir berdampingan dengan Presiden Kolinda Grabar- Kitarovic saat Kroasia menyingkirkan Rusia di perempat final Piala Dunia di Fisht Olympic Stadium, Sochi.

Pemandangan ini membuat kening berkerut, masyarakat pun semakin skeptis terhadap manajemen sepak bola negara itu. “Banyak cerita, banyak hal dikaitkan ke mana-mana. Saya hanya konsentrasi untuk besok (hari ini). Itu yang saya lakukan, begitu juga dengan pemain lain dan pelatih.

Final Piala Dunia adalah laga terpenting dalam karier saya, saya akan melakukan segalanya. Jika Tuhan mengizinkan kami juara, saya akan persembahkan kemenangan ini untuk rakyat Kroasia dan juga seluruh pendukung Kroasia di mana pun di dunia,” kata Modric.

Pelatih Kroasia Zlatko Dalic tak penampik pasukannya sebagai underdog melawan armada Didier Deschamps. Tapi, dia menegaskan, Kroasia juga memiliki kekuatan dan potensi untuk menjadi pemenang nanti malam. “Kami sangat menghormati Prancis, mereka pantas sampai ke final.

Mereka memiliki pemain hebat, tapi kami harus melawan. Kami harus fokus pada permainan sendiri, bukan mereka. Kami sangat ingin menang dan itu akan terlihat di lapangan,” ujarnya yang hadir bersama Modric. Dalic mengungkapkan semua armadanya siap melawan Prancis.

Awalnya sempat muncul kekhawatiran terkait kondisi Mario Mandzukic yang beberapa kali terkapar saat bersua Inggris di semifinal di Krestovsky Stadium, Saint Petersburg, pada 10 Juli lalu.

“Mario baikbaik saja. Kami beruntung memiliki pemain seperti dia. Dia siap bertanding besok,” ujarnya. Sementara itu, Prancis yang mendapat kesempatan memaparkan pembaruan tim jelang final setelah Kroasia, mengungkapkan amat mewaspadai permainan cepat Vatreni .

“Siapa yang tidak menikmati permainan mereka,” kata nakhoda Prancis Didier Deschamps. “Mereka memiliki banyak pemain berbahaya, tapi kami siap,” katanya. Kewaspadaan Les Bleus juga terkait catatan mereka yang kerap kesulitan kala bertemu negara “bermasalah” di final.

Pada 2006 lalu, Prancis bersua Italia di partai pamungkas Piala Dunia melawan Italia yang sedang berjuang menghadapi tsunami calciopoli. Tim Ayam Jantan pun harus menyaksikan Gli Azzurri-julukan Italia-berjaya. Lalu, dua tahun lalu di final Piala Eropa, lagi-lagi Prancis tak berdaya meladeni Portugal.

Padahal Cristiano Ronaldo dkk dengan susah payah sampai ke babak puncak. Akhirnya, Antoine Griezmann dkk menangis di hadapan pendukungnya sendiri. Kini mereka berhadapan dengan Kroasia yang sepak bolanya sedang dilanda penggelapan pajak sehingga menguras kepercayaan masyarakat.

Catatan sejarah final Piala Dunia 2016 dan final Piala Eropa 2016 semestinya tidak membuat Prancis jemawa. Bila Prancis mampu menaklukkan Kroasia, Deschamps bakal menorehkan sejarah di peta sepak bola dunia.

Dia akan menjadi orang kedua setelah Franz Beckenbauer yang mengantarkan negaranya merebut juara dunia, sebagai kapten dan juga pelatih. “Banyak momen bahagia dalam karier saya, tapi mengangkat trofi dan menjadi juara adalah yang terbaik,” kata Deschamps.

Rekor Der Kaiser-julukan Beckenbauer-sudah bertahan 28 tahun. Dia membawa Jerman merebut Piala Dunia 1990 di Italia setelah mengalahkan Argentina 1-0 di final. Sebagai kapten, Beckenbauer mengangkat trofi pada edisi 1974 seusai menjinakkan Belanda yang dipimpin Johan Cruyff.

Der Kaiser yang berposisi sebagai bek, sukses membuat Cruyff tak berkutik dan Total Football Belanda tak berkembang. Selain Beckenbauer, Mario Zagallo pernah juga merasakan manisnya juara dunia sebagai pemain dan pelatih. Bahkan dialah yang pertama merebut titel juara dunia dengan status berbeda.

Dia melakukannya pada 1958 dan 1962 sebagai penggawa dan 1970 sebagai nakhoda Selecao dan 1994 sebagai asisten pelatih. Namun, Zagallo tidak menjabat sebagai kapten kala Brasil berjaya di edisi 1958 dan 1962.
(don)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.7402 seconds (0.1#10.140)