Karisma Evi Tiarani Bidik Paralimpiade Tokyo 2020
A
A
A
JAKARTA - Karisma Evi Tiarani tidak puas hanya dengan raihan emas Asian Para Games 2018. Dara asal Surakarta yang memenangi emas para atletik nomor 100 meter putri T47/T63 ini punya cita-cita tampil di Paralimpiade Tokyo 2020.
"Insya Allah selanjutnya ingin mengejar Paralimpiade. Pesan untuk disabilitas di luar sana, kita semua pasti ingin memberikan yang terbaik untuk Indonesia walaupun ditengah keterbatasan, harus tetap melakukan yang terbaik," kata Evi dalam keterangan pers yang diterima media, Rabu (10/10/2018).
Evi mengatakan bahwa pengorbanan untuk merebut emas Asian Para Games 2018 tidak main-main. Dia harus mengorbankan jam sekolahnya, dan hanya datang untuk mengikuti ujian.
"Pengorbanan terbesar itu meninggalkan sekolah, jadi saya berangkat sekolah itu pas ujian saja. Banyak pelajaran yang agak tertinggal," ujar Evi.
Evi mengaku hanya memiliki waktu sedikit untum belajar. Karena, gadis yang tengah menempuh sekolah kelas 3 SMA itu agak kurang bisa fokus jika harus melalukan sesuatu yang bercabang. "Harus fokus satu saja," lanjut Evi.
Tapi, dia mengatakan bahwa guru tetap memberikan semangat dengan apa yang dilakukan Evi. Evi berhasil membawa emas di cabang olah raga atletik nomor lari 100 meter kategori T47/T63 dengan catatan waktu 14,98 detik. Dan mengalahkan dua atlet Jepang Kaeda Maegawa dan Tomawi Tozawa yang masing-masing kebagian perak dan perunggu.
Selain sekolah, Evi juga tidak banyak waktu untuk berkumpul bersama keluarga. Selama sembilan bulan proses latihan untuk persiapan Asian Para Games di Solo, dia hanya bertemu dengan Ibunya pada waktu libur saja. Namun, Evi bersyukur, karena pada saat berlaga di arena lari, ibunya hadir langsung menonton.
"Ibu hadir, tapi sebelum bertanding belum sempat ketemu, beluk sempat ngobrol. Ibu datang sendiri, tadi bersama pelatih. Aku minta ibu datang, jadi tambah semangat," lanjut gadir kelahiran Boyolali, Jawa Tengah, pada 19 Januari 2001 itu.
Saat ini Evi tengah menempuh pendidikan di SMA Negeri 8 Surakarta kelas 12 IPA. Dengan modal dispensasi dari sekolah untuk berjuang membawa nama Indonesia. Gadis yang memfavoritkan mata pelajaran kimia itu memiliki cita-cita membahagiakan orang tuanya.
Selama berlatih, Evi juga meninggalkan kakak laki-lakinya bernama Gilang, yang saat ini menjadi tumpuan keluarga dengan bekerja di perusahaan tekstil. Ayah Evi, Rianto, sebelumnya bekerja di pertambangan pasir, tapi, karena faktor usia, Ayahnya berhenti dari pekerjaannya dan ibunya, istiqomah sebagai ibu rumah tangga.
"Insya Allah selanjutnya ingin mengejar Paralimpiade. Pesan untuk disabilitas di luar sana, kita semua pasti ingin memberikan yang terbaik untuk Indonesia walaupun ditengah keterbatasan, harus tetap melakukan yang terbaik," kata Evi dalam keterangan pers yang diterima media, Rabu (10/10/2018).
Evi mengatakan bahwa pengorbanan untuk merebut emas Asian Para Games 2018 tidak main-main. Dia harus mengorbankan jam sekolahnya, dan hanya datang untuk mengikuti ujian.
"Pengorbanan terbesar itu meninggalkan sekolah, jadi saya berangkat sekolah itu pas ujian saja. Banyak pelajaran yang agak tertinggal," ujar Evi.
Evi mengaku hanya memiliki waktu sedikit untum belajar. Karena, gadis yang tengah menempuh sekolah kelas 3 SMA itu agak kurang bisa fokus jika harus melalukan sesuatu yang bercabang. "Harus fokus satu saja," lanjut Evi.
Tapi, dia mengatakan bahwa guru tetap memberikan semangat dengan apa yang dilakukan Evi. Evi berhasil membawa emas di cabang olah raga atletik nomor lari 100 meter kategori T47/T63 dengan catatan waktu 14,98 detik. Dan mengalahkan dua atlet Jepang Kaeda Maegawa dan Tomawi Tozawa yang masing-masing kebagian perak dan perunggu.
Selain sekolah, Evi juga tidak banyak waktu untuk berkumpul bersama keluarga. Selama sembilan bulan proses latihan untuk persiapan Asian Para Games di Solo, dia hanya bertemu dengan Ibunya pada waktu libur saja. Namun, Evi bersyukur, karena pada saat berlaga di arena lari, ibunya hadir langsung menonton.
"Ibu hadir, tapi sebelum bertanding belum sempat ketemu, beluk sempat ngobrol. Ibu datang sendiri, tadi bersama pelatih. Aku minta ibu datang, jadi tambah semangat," lanjut gadir kelahiran Boyolali, Jawa Tengah, pada 19 Januari 2001 itu.
Saat ini Evi tengah menempuh pendidikan di SMA Negeri 8 Surakarta kelas 12 IPA. Dengan modal dispensasi dari sekolah untuk berjuang membawa nama Indonesia. Gadis yang memfavoritkan mata pelajaran kimia itu memiliki cita-cita membahagiakan orang tuanya.
Selama berlatih, Evi juga meninggalkan kakak laki-lakinya bernama Gilang, yang saat ini menjadi tumpuan keluarga dengan bekerja di perusahaan tekstil. Ayah Evi, Rianto, sebelumnya bekerja di pertambangan pasir, tapi, karena faktor usia, Ayahnya berhenti dari pekerjaannya dan ibunya, istiqomah sebagai ibu rumah tangga.
(sha)