Menaruh Asa di Kehidupan Kedua dengan Jaminan BPJSTK

Selasa, 01 Januari 2019 - 22:14 WIB
Menaruh Asa di Kehidupan...
Menaruh Asa di Kehidupan Kedua dengan Jaminan BPJSTK
A A A
Hari menjelang sore, tapi Leo Saputra Jacob masih semangat untuk menuntaskan dua putaran lagi mengelilingi trek di lapangan kawasan Gelora Bung Karno, Jakarta Minggu (30/12/2018). Tak tampak guratan lelah di wajah pria kelahiran Pangkal Pinang ini. Meski usianya tak lagi muda, sudah menginjak 38 tahun. "Jaga kondisi bang, karena sudah lama berhenti tidak maen bola," tegas Leo kepada SINDOnews.

Dari cara dia berlari, masih terlihat jika dia adalah seorang atlet. Leo adalah bekas pemain bola di beberapa klub papan atas nasional. Mengawali karirnya di Pelita Solo pada 1999, Leo menjadi pemain yang diperhitungkan. Banyak klub mengincar pria yang berposisi sebagai pemain belakang ini. Sederet klub pernah merekrutnya sebagai pemain inti. Sebut saja Pelita Krakatau Steel, Sriwijaya FC, Persikota Tangerang, dan Persibom Bolaang Mongondow. Leo juga pernah memperkuat tim Bajul Ijo, Persebaya Surabaya.

Puncak karir Leo adalah di Persija Jakarta. Selama bergabung di tim Macan Kemayoran pada 2008-2013, Leo tampil sebanyak 87 kali di semua kompetisi yang dilakoni kub kebanggan warga Jakarta itu. "Saat itu fasilitas yang diberikan Persija sangat luar biasa. Apapun yang dibutuhkan dikasih, termasuk untuk kebutuhan keluarga pemain," ungkapnya.

Namun, Leo tergiur untuk bergabung dengan Persita Tangerang pada 2013. Keputusan yang kemudian disesali oleh Leo. Dia menilai, keputusannya pindah klub mendatangkan petaka. Saat berlaga melawan Sriwijaya FC, Leo mengalami cedera ligament. Cedera itu yang memaksa Leo mengakhiri karirnya di pentas sepak bola nasional. "Saya harus menjalani perawatan yang panjang," ungkapnya. Celakanya, untuk membiayai perawatan itu, Leo harus merogoh kantongnya sendiri. "Klub tidak membiayai, jadi saya harus berobat sendiri," tuturnya. Leo pun mengaku kelimpungan karena biaya yang dikeluarkan tidak kecil.

Beruntung, Leo memiliki banyak kenalan yang bersedia membantunya. Selain biaya, masalah fisioterapi pascaoperasi juga banyak dibantu pihak di luar klub. "Saya bersyukur masih ada yang mau membantu," paparnya.

Kesialan Leo tak sampai disitu. Jagat sepakbola nasional pada periode 2013-2014 mengalami banyak masalah. Bahkan, kompetisi sempat dihentikan. Tak ayal, hal ini memberikan pengaruh terhadap para atlet sepakbola nasional, termasuk Leo. Dia mengatakan, terpaksa menganggur karena keahliannya hanya bermain bola.

"Ya berhenti, mau bagaimana lagi,"cetusnya.

Setelah lama menganggur, nasib baik menghampiri Leo. Dia bertemu dengan Taufik Hidayat. Atlet bulu tangkis yang mengantarkan Indonesia meraih piala Thomas di Malaysia pada 2000 dan Guangzhou pada 2002 itu mengajak Leo untuk bekerja di bidang olahraga. "Sekarang saya ikut Taufik Hidayat," ungkapnya. Sayangnya, Leo keberatan mengungkapkan pekerjaan apa yang sekarang dilakoninya.

Namun, bagi Leo, pengalaman yang dia miliki perlu dijadikan pelajaran bagi atlet lain saat masih aktif. "Jangan terlena dengan gaji besar, ingat masa tua," sarannya. Sebab, kata Leo, tak jarang beberapa atlet yang memiliki gaji besar membuat gaya hidupnya menjadi glamour dan terkesan berfoya-foya. Padahal, kata dia, saat sudah tidak produktif lagi atau pensiun, segala kebutuhan seorang atlet harus di tanggung sendiri. Termasuk kebutuhan penghidupan keluarganya. "Belum lagi kalau terjadi apa-apa dengan dirinya. Kan tidak ada lagi yang menjamin," tuturnya.

Senada dengan Leo, mantan pemain Timnas PSSI Imran Nahumarury mengungkapkan, banyak atlet yang tidak beruntung di masa kehidupan keduanya, atau saat sudah tidak lagi menjadi atlet. Padahal, para atlet juga seperti masyarakat pada umumnya, harus menanggung kehidupan keluarganya. "Ada mantan atlet seangkatan dengan saya, ada yang pulang ke Makassar untuk menjadi nelayan," ungkap Imran yang sekarang bekerja sebagai talent scout di klub sepak bola Bhayangkara FC.

Imran mengakui, tidak semua atlet seberuntung dirinya. Ada juga yang hingga sekarang tidak memiliki pekerjaan tetap. "Tapi ada juga yang beruntung jadi pegawai negeri sipil (PNS)," ungkapnya. Menurut Imran, selama ini, perhatian kepada para atlet masih kurang, Padahal, tak sedikit atlet nasional yang berjasa mengharumkan nama bangsa di pentas internasional.

Karena itu, Imran sangat mengapresiasi program yang sedang dijalankan oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Ketenagakerjaan (BPJS TK) untuk melindungi para atlet dalam menjalankan pekerjaannya. "Program ini sangat bagus sekali. Tentu akan ada manfaat sangat positif bagi para atlet," tuturnya. Imran berharap, tak hanya masalah kecelakaan kerja saat sedang menjalankan aktivitasnya saja para atlet dilindungi, tapi juga setelah atlet pensiun. "Sebab itu bisa digunakan untuk menjamin masa depan atlet dengan keluarganya. Karena tidak semua atlet punya penghasilan yang bisa ditabung,"cetusnya.

Hal yang sama diungkapkan oleh Leo Saputra. Bagi Leo, apa yang dilakukan BPJS TK itu merupakan terobosan baru. "Program BPJS TK itu akan sangat mendukung kehidupan para atlet. Jika memungkinkan, jaminannya juga seperti para pekerja lainnya. Karena saat pensiun para atlet bisa punya tabungan," tuturnya.

Pengamat olahraga Hero Doom mengatakan, selain meng-cover masalah kecelakaan kerja, program perlindungan atlet BPJSTK juga sebaiknya memberikan perlindungan hingga para atlet pensiun. "Seperti program Jaminan Pensiun pekerja kantoran. Karena para atlet juga membutuhkan itu," tuturnya. Mengenai mekanismenya, Hero mengungkapkan, hal itu perlu dibahas oleh para stakeholder di sektor ketenagakerjaan. "Misalnya atlet diminta bayar iuran bulanan pasti mereka mau. Karena ini untuk masa depan mereka sendiri," tegasnya.

Mantan kapten Timnas Futsal Indonesia Vennard Hutabarat menilai, jaminan pensiun dan jaminan hari tua bagi para atlet dinilai perlu. Sebab, tak hanya masalah cedera fisik saja yang menghantui para atlet, tapi juga kelanjutan kehidupan setelah berhenti menjadi atlet. "Para atlet juga sudah saatnya memikirkan masalah ini," tuturnya.

Pria yang akrab dipanggil Veve ini menilai, para atlet diharapkan tidak mengandalkan pembayaran iuran dilakukan oleh pemerintah ataupun klub. Namun, harus mau untuk melakukan pembayaran iuran secara mandiri. "Jika program BPJS TK itu memungkinkan untuk para atlet membayar iuran mandiri tentu bagus banget. Karena jika atlet pindah klub atau sudah tidak lagi menjadi atlet daerah atau nasional siapa yang akan bayar iurannya," katanya.

Saat ini, selain Progam Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK), BPJS TK juga memiliki program Jaminan Hari Tua (JHT), Program Jaminan Kematian (JKM) dan Program Jaminan Pensiun. BPJS TK sendiri menegaskan keseriusannya untuk memberikan jaminan sosial bagi para atlet. Bagi BPJS TK, atlet merupakan profesi yang memberikan banyak kontribusi bagi negara, namun memiliki risiko yang tinggi.

Deputi Direktur Bidang Humas dan Antar Lembaga BPJS Ketenagakerjaan, Irvansyah Utoh Banja dalam keterangan tertulisnya beberapa waktu lalu mengatakan, BPJS TK berkomitmen penuh untuk memberikan dukungan dan memberikan perlindungan atas risiko sosial yang terjadi bagi para atlet yang mengharumkan nama bangsa.
(bbk)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.0729 seconds (0.1#10.140)