Ditukangi Southgate, The Three Lions Bakal Wujudkan Mimpi 2022
A
A
A
LONDON - Keberadaan Gareth Southgate di timnas Inggris memberikan angin segar bagi para pemain muda. Mereka menjadi tulang punggung utama proyek jangka panjang The Three Lions dengan memelihara para singa muda dan diharapkan mengaum pada Piala Eropa 2020 dan Piala Dunia 2022.
Kebijakan Southgate telah memberikan dampak positif di Piala Dunia 2018. Ketika itu, Inggris yang tidak diperhitungkan dengan skuad mudanya justru sukses menembus babak semifinal. Prestasi fenomenal Harry Kane dkk di Rusia menuai pujian. Tanda-tanda kebangkitan di dalam tubuh Inggris sejatinya sudah terlihat sejak 2017.
Saat itu Young Lions, julukan tim muda Inggris, mengejutkan banyak pengamat dengan memenangkan Piala Dunia U-20 dan mengangkat Piala Eropa U-19. Mereka juga mencapai final di tim U-17 dan U-21. Keberhasilan Inggris memenangkan kompetisi usia muda menandai perubahan menggembirakan. Maklum, Inggris belum pernah memenangkan kejuaraan besar sejak Piala Dunia tahun 1966 dan hanya melewati perempat final turnamen global sejak 1990.
Namun, sejak 2012 Inggris mulai menjalankan rencana jangka panjang yang bertujuan memenangkan Piala Dunia Qatar 2022. Torehan prestasi tahun 2017 dan 2018 mengisyaratkan Inggris berada di jalur tepat. Sebuah proses yang tidak bisa dibilang singkat dan mudah.
Guna mewujudkannya, FA menggandeng semua pihak termasuk otoritas Liga Primer. Pada 2012, Liga Primer memperkenalkan Program Kinerja Pemain Elite (EPPP). Menurut kepala pelatih pengembangan usia muda FA, Matt Crocker, program yang mereka lakukan mencontoh Jerman dengan misi menghasilkan lebih banyak pemain home-grown.
Tokohnya adalah Howard Wilkinson selaku perancang sistem itu. Sejak lama Wilkinson yang pernah menjabat direktur teknik FA tahun 1997 itu mengkritik kebijakan klub Liga Primer dan liga sepak bola yang gemar merekrut lusinan anak-anak secara lokal dan nasional.
Wilkinson menilai, banyak pusat pengembangan berjalan bahkan dimulai sejak anak berusia lima dan enam tahun. Sayangnya, manajer tim utama sering memiliki sedikit komitmen memberi pemain muda jam terbang. Klub lebih memilih menandatangani talenta berbakat dari luar Inggris.
“Jelas tidak ada komitmen menampilkan para pemain. Kesalahannya adalah bukan hanya mengambil terlalu banyak anak muda, klub tidak benar-benar berkomitmen memberi mereka kesempatan,” ujarnya. Kini blueprint Wilkinson benar-benar dijalankan dengan baik oleh Southgate.
Sistem yang sama digunakannya di babak kualifikasi Piala Eropa 2020 saat menjamu Republik Ceko pada laga perdana penyisihan Grup A di Wembley Stadium, dini hari nanti. Southgate membawa lima pemain di bawah 23 tahun ke dalam skuad, yakni Ben Chilwell (22 tahun), Declan Rice (20 tahun), Jadon Sancho (18 tahun), hingga Callum Hudson-Odoi (18 tahun).
Kendati tidak diperkuat Tren Alexander-Arnold, Ruben Loftus-Cheek, John Stones, Fabian Delph, dan Luke Shaw yang cedera, skuad Inggris tetap kompetitif. Ada trio Harry Kane, Marcus Rashford, dan Raheem Sterling, sedangkan di belakang dipercayakan pada duet Harry Maguire dan Michael Keane.
Kapten Inggris Kane mengatakan seluruh pemain Inggris sangat kompak dan solid. “Kami mendengar berbagai kejadian di masa lalu. Para pemain duduk di meja berbeda dan tim terbagi menjadi beberapa bagian. Tetapi, itu tidak terjadi di tim kami sekarang. Ketika kami di sini, kami memberikan 100% untuk Inggris. Itu merupakan kunci sukses kami sejauh ini,” katanya.
Di lain pihak, Ceko sedang mengusung misi kebangkitan setelah beberapa kegagalan di turnamen. Mereka gagal berpartisipasi di Piala Dunia 2010, 2014, dan 2018. Harapan besar kini disandarkan pada pelatih Jaroslav Silhavy. Mereka mengusung misi lolos ke Piala Eropa 2020.
Persiapan matang pun telah dilakukan termasuk analisis mendalam. Penyerang Ceko Matej Vedra mengakui kualitas timnas Inggris. “Inggris sangat berbahaya ketika menyerang. Di lini belakang, saya tidak menganggapnya lemah, tetapi tidak lebih kuat ketimbang serangannya,” kata Vedra.
Kebijakan Southgate telah memberikan dampak positif di Piala Dunia 2018. Ketika itu, Inggris yang tidak diperhitungkan dengan skuad mudanya justru sukses menembus babak semifinal. Prestasi fenomenal Harry Kane dkk di Rusia menuai pujian. Tanda-tanda kebangkitan di dalam tubuh Inggris sejatinya sudah terlihat sejak 2017.
Saat itu Young Lions, julukan tim muda Inggris, mengejutkan banyak pengamat dengan memenangkan Piala Dunia U-20 dan mengangkat Piala Eropa U-19. Mereka juga mencapai final di tim U-17 dan U-21. Keberhasilan Inggris memenangkan kompetisi usia muda menandai perubahan menggembirakan. Maklum, Inggris belum pernah memenangkan kejuaraan besar sejak Piala Dunia tahun 1966 dan hanya melewati perempat final turnamen global sejak 1990.
Namun, sejak 2012 Inggris mulai menjalankan rencana jangka panjang yang bertujuan memenangkan Piala Dunia Qatar 2022. Torehan prestasi tahun 2017 dan 2018 mengisyaratkan Inggris berada di jalur tepat. Sebuah proses yang tidak bisa dibilang singkat dan mudah.
Guna mewujudkannya, FA menggandeng semua pihak termasuk otoritas Liga Primer. Pada 2012, Liga Primer memperkenalkan Program Kinerja Pemain Elite (EPPP). Menurut kepala pelatih pengembangan usia muda FA, Matt Crocker, program yang mereka lakukan mencontoh Jerman dengan misi menghasilkan lebih banyak pemain home-grown.
Tokohnya adalah Howard Wilkinson selaku perancang sistem itu. Sejak lama Wilkinson yang pernah menjabat direktur teknik FA tahun 1997 itu mengkritik kebijakan klub Liga Primer dan liga sepak bola yang gemar merekrut lusinan anak-anak secara lokal dan nasional.
Wilkinson menilai, banyak pusat pengembangan berjalan bahkan dimulai sejak anak berusia lima dan enam tahun. Sayangnya, manajer tim utama sering memiliki sedikit komitmen memberi pemain muda jam terbang. Klub lebih memilih menandatangani talenta berbakat dari luar Inggris.
“Jelas tidak ada komitmen menampilkan para pemain. Kesalahannya adalah bukan hanya mengambil terlalu banyak anak muda, klub tidak benar-benar berkomitmen memberi mereka kesempatan,” ujarnya. Kini blueprint Wilkinson benar-benar dijalankan dengan baik oleh Southgate.
Sistem yang sama digunakannya di babak kualifikasi Piala Eropa 2020 saat menjamu Republik Ceko pada laga perdana penyisihan Grup A di Wembley Stadium, dini hari nanti. Southgate membawa lima pemain di bawah 23 tahun ke dalam skuad, yakni Ben Chilwell (22 tahun), Declan Rice (20 tahun), Jadon Sancho (18 tahun), hingga Callum Hudson-Odoi (18 tahun).
Kendati tidak diperkuat Tren Alexander-Arnold, Ruben Loftus-Cheek, John Stones, Fabian Delph, dan Luke Shaw yang cedera, skuad Inggris tetap kompetitif. Ada trio Harry Kane, Marcus Rashford, dan Raheem Sterling, sedangkan di belakang dipercayakan pada duet Harry Maguire dan Michael Keane.
Kapten Inggris Kane mengatakan seluruh pemain Inggris sangat kompak dan solid. “Kami mendengar berbagai kejadian di masa lalu. Para pemain duduk di meja berbeda dan tim terbagi menjadi beberapa bagian. Tetapi, itu tidak terjadi di tim kami sekarang. Ketika kami di sini, kami memberikan 100% untuk Inggris. Itu merupakan kunci sukses kami sejauh ini,” katanya.
Di lain pihak, Ceko sedang mengusung misi kebangkitan setelah beberapa kegagalan di turnamen. Mereka gagal berpartisipasi di Piala Dunia 2010, 2014, dan 2018. Harapan besar kini disandarkan pada pelatih Jaroslav Silhavy. Mereka mengusung misi lolos ke Piala Eropa 2020.
Persiapan matang pun telah dilakukan termasuk analisis mendalam. Penyerang Ceko Matej Vedra mengakui kualitas timnas Inggris. “Inggris sangat berbahaya ketika menyerang. Di lini belakang, saya tidak menganggapnya lemah, tetapi tidak lebih kuat ketimbang serangannya,” kata Vedra.
(don)