Menyoal Regulasi Law of the Game, PSSI Harus Berani dan Transparan
A
A
A
JAKARTA - Wasit Damir Skomina mendapatkan kritik keras saat memberikan penalti untuk Manchester United (MU) pada laga melawan Paris Saint Germain (PSG) di 16 besar Liga Champions musim lalu. Skomina memberikan penalti pada menit ke-90+4, yang membuat MU lolos ke perempat final dengan keunggulan gol laga tandang.
MU lolos setelah menang 3-1 di Parc des Princes, meski pada legpertama di Stadion Old Trafford, The Reds Devilskalah 0-2. Keputusan Skomina itu sempat memunculkan reaksi berbeda. Penyerang PSG Neymar mengeluarkan kritik pada wasit asal Slovenia tersebut. "Itu memalukan. UEFA memilih empat orang yang tak tahu apa-apa soal sepak bola untuk meninjau VAR. Handsball itu tak pernah ada. Ahh..urus saja dirimu sendiri," tulis Neymar di akun media sosialnya.
Mantan pemain MU, Michael Owen, juga mengkritik keputusan Skomina. Menurut dia, harusnya tidak ada penalti pada insiden melibatkan pemain belakang Presnel Kimpembe. Skomina memberi penalti setelah tendangan Diogo Dalot mengenai tangan Kimpembe. Meredam situasi, UEFA kemudian mengeluarkan rilis. "Menyusul reviewlapangan, tangan sang bek tidak dekat dengan badannya yang membuat badan sang bek lebih besar sehingga mengakibatkan bola tidak bisa melaju ke arah gawang. Oleh karena itu, wasit memberikan tendangan penalti," tulis UEFA dalam rilisnya. Di Copa America 2019, pemain terbaik dunia Lionel Messi mengkritik kepemimpinan wasit Roddy Zambrano yang memimpin laga antara timnya Argentina menghadapi tuan rumah Brasil.
Messi mengkritik wasit asal Ekuador itu karena tidak memberikan penalti pada dua insiden yang dilakukan pemain Brasil. Insiden pertama, adalah saat Sergio Aguero dijatuhkan Dani Alves. Kasus kedua, Arthur mendorong Nicolas Otamendi di tepi kotak penalti.
Zambrano juga tidak menggunakan video assistant referee(VAR) pada dua situasi tersebut. "Ketika ada pelanggaran untuk kami, mereka enggan melihat VAR. Itu tidak bisa dipercaya. Ini seperti pertandingan matador, dan ia adalah banteng yang merusak pertandingan. Tidak ada alasan, itu harus dilihat, mudah-mudahan CONMEBOL melakukan sesuatu kepada wasit itu," tuding Messi seusai laga yang dimenangkan Brasil 2-0. Kritik pemain Barcelona terse but kemudian dijawab Zambrano.
"Itu bukan dorongan. Mereka tidak menyebutnya se bagai penalti jelas. Pada kasus Aguero, jelas dia menyerang ter lebih dahulu. Itu hampir jadi pelanggaran berbahaya untuk bek tersebut (Alves)," kata Zambra no dikutip dari Goal interna sio nal.
Di Lamongan, wasit Wawan Rapiko yang memimpin laga Persela Lamongan kontra Borneo FC akhirnya bisa dievakuasi menggunakan truk polisi setelah kurang lebih satu jam tertahan di Stadion Surajaya, Lamongan, Senin (29/7).
PSSI, komisi wasit, dan wasit diam saja. Padahal wasit Wawan mendapatkan tekanan luar biasa saat pertandingan dan setelah pertandingan. Keputusan Wawan memberikan penalti pada tuan rumah memasuki masa injury time babak kedua setelah penjaga Persela Dwi Kuswanto menangkap bola.
Dalam kondisi memegang bola, Dwi kemudian menanduk gelandang Borneo FC Wahyudi Hamisi. Wawan kemudian memberikan kartu merah kepada Wahyudi dan Dwi Kuswanto serta memberi hadiah tendangan penalti untuk Borneo FC.
Penyerang Borneo, Lerby Eliandry, membawa Borneo FC terhindar dari kekalahan setelah laga berakhir 2-2. Kontroversi muncul terkait tepat tidaknya wasit menghukum Persela dengan penalti. Pelatih Persela Nil Maizar sampai mempertanyakan pasal yang digunakan Wawan dalam mengambil putusan.
Semua terbelah, ada pro dan kontra. Kubu pro menggunakan dalil bahwa Dwi masuk kategori melakukan violent conductyang dalam peraturan IFAB disebut sebagai: "Ketika pemain menggunakan atau berusaha menggunakan kekuatan berlebihan atau kebrutalan terhadap lawan bukan untuk tujuan merebut bola."
Tentang pertanyaan apakah bola dalam posisi aktif atau tidak, merujuk dasar di IFAB yang mengatakan, bola dikatakan tidak aktif setelah sepenuhnya meninggalkan bidang lapangan. Apakah itu melewati garis gawang atau garis lapangan di tanah atau di udara atau wasit sudah menghentikan permainan.
Toh, kasus kontroversi belum berhenti. Kubu Persela tetap menilai putusan itu merugikan mereka. Belajar dari kasus Liga Champions dan Copa America, ada baiknya PSSI melalui komisi wasit memberikan penjelasan terkait keputusan Wawan.
Betul atau tidak. Jika betul, landasannya apa, kalaupun tidak, argumentasinya seperti apa. Penjelasan menjadi penting, karena tafsir tertinggi dari regulasi itu berada di pemilik regulasi, yaitu PSSI.
Penjelasan juga bisa menjadi pegangan wasit jika ada kasus serupa sekaligus menyamakan persepsi dan memberi edukasi pada stakeholder sepak bola agar memahami regulasi. Pengamat, media bersuara, tentu dalam perspektif tafsir sendiri, tapi tafsir federasi adalah acuan utama sebagai referensi.
Memberikan penjelasan juga bukan tabu, seperti yang dilakukan UEFA dan wasit di Copa America. PSSI harus mulai berani transparan terkait tafsir regulasi law of the game. Ini menjadi momen baik untuk mengajari stakeholder sepak bola pelajaran tentang peraturan, dalam kerangka memajukan sepak bola Indonesia.
MU lolos setelah menang 3-1 di Parc des Princes, meski pada legpertama di Stadion Old Trafford, The Reds Devilskalah 0-2. Keputusan Skomina itu sempat memunculkan reaksi berbeda. Penyerang PSG Neymar mengeluarkan kritik pada wasit asal Slovenia tersebut. "Itu memalukan. UEFA memilih empat orang yang tak tahu apa-apa soal sepak bola untuk meninjau VAR. Handsball itu tak pernah ada. Ahh..urus saja dirimu sendiri," tulis Neymar di akun media sosialnya.
Mantan pemain MU, Michael Owen, juga mengkritik keputusan Skomina. Menurut dia, harusnya tidak ada penalti pada insiden melibatkan pemain belakang Presnel Kimpembe. Skomina memberi penalti setelah tendangan Diogo Dalot mengenai tangan Kimpembe. Meredam situasi, UEFA kemudian mengeluarkan rilis. "Menyusul reviewlapangan, tangan sang bek tidak dekat dengan badannya yang membuat badan sang bek lebih besar sehingga mengakibatkan bola tidak bisa melaju ke arah gawang. Oleh karena itu, wasit memberikan tendangan penalti," tulis UEFA dalam rilisnya. Di Copa America 2019, pemain terbaik dunia Lionel Messi mengkritik kepemimpinan wasit Roddy Zambrano yang memimpin laga antara timnya Argentina menghadapi tuan rumah Brasil.
Messi mengkritik wasit asal Ekuador itu karena tidak memberikan penalti pada dua insiden yang dilakukan pemain Brasil. Insiden pertama, adalah saat Sergio Aguero dijatuhkan Dani Alves. Kasus kedua, Arthur mendorong Nicolas Otamendi di tepi kotak penalti.
Zambrano juga tidak menggunakan video assistant referee(VAR) pada dua situasi tersebut. "Ketika ada pelanggaran untuk kami, mereka enggan melihat VAR. Itu tidak bisa dipercaya. Ini seperti pertandingan matador, dan ia adalah banteng yang merusak pertandingan. Tidak ada alasan, itu harus dilihat, mudah-mudahan CONMEBOL melakukan sesuatu kepada wasit itu," tuding Messi seusai laga yang dimenangkan Brasil 2-0. Kritik pemain Barcelona terse but kemudian dijawab Zambrano.
"Itu bukan dorongan. Mereka tidak menyebutnya se bagai penalti jelas. Pada kasus Aguero, jelas dia menyerang ter lebih dahulu. Itu hampir jadi pelanggaran berbahaya untuk bek tersebut (Alves)," kata Zambra no dikutip dari Goal interna sio nal.
Di Lamongan, wasit Wawan Rapiko yang memimpin laga Persela Lamongan kontra Borneo FC akhirnya bisa dievakuasi menggunakan truk polisi setelah kurang lebih satu jam tertahan di Stadion Surajaya, Lamongan, Senin (29/7).
PSSI, komisi wasit, dan wasit diam saja. Padahal wasit Wawan mendapatkan tekanan luar biasa saat pertandingan dan setelah pertandingan. Keputusan Wawan memberikan penalti pada tuan rumah memasuki masa injury time babak kedua setelah penjaga Persela Dwi Kuswanto menangkap bola.
Dalam kondisi memegang bola, Dwi kemudian menanduk gelandang Borneo FC Wahyudi Hamisi. Wawan kemudian memberikan kartu merah kepada Wahyudi dan Dwi Kuswanto serta memberi hadiah tendangan penalti untuk Borneo FC.
Penyerang Borneo, Lerby Eliandry, membawa Borneo FC terhindar dari kekalahan setelah laga berakhir 2-2. Kontroversi muncul terkait tepat tidaknya wasit menghukum Persela dengan penalti. Pelatih Persela Nil Maizar sampai mempertanyakan pasal yang digunakan Wawan dalam mengambil putusan.
Semua terbelah, ada pro dan kontra. Kubu pro menggunakan dalil bahwa Dwi masuk kategori melakukan violent conductyang dalam peraturan IFAB disebut sebagai: "Ketika pemain menggunakan atau berusaha menggunakan kekuatan berlebihan atau kebrutalan terhadap lawan bukan untuk tujuan merebut bola."
Tentang pertanyaan apakah bola dalam posisi aktif atau tidak, merujuk dasar di IFAB yang mengatakan, bola dikatakan tidak aktif setelah sepenuhnya meninggalkan bidang lapangan. Apakah itu melewati garis gawang atau garis lapangan di tanah atau di udara atau wasit sudah menghentikan permainan.
Toh, kasus kontroversi belum berhenti. Kubu Persela tetap menilai putusan itu merugikan mereka. Belajar dari kasus Liga Champions dan Copa America, ada baiknya PSSI melalui komisi wasit memberikan penjelasan terkait keputusan Wawan.
Betul atau tidak. Jika betul, landasannya apa, kalaupun tidak, argumentasinya seperti apa. Penjelasan menjadi penting, karena tafsir tertinggi dari regulasi itu berada di pemilik regulasi, yaitu PSSI.
Penjelasan juga bisa menjadi pegangan wasit jika ada kasus serupa sekaligus menyamakan persepsi dan memberi edukasi pada stakeholder sepak bola agar memahami regulasi. Pengamat, media bersuara, tentu dalam perspektif tafsir sendiri, tapi tafsir federasi adalah acuan utama sebagai referensi.
Memberikan penjelasan juga bukan tabu, seperti yang dilakukan UEFA dan wasit di Copa America. PSSI harus mulai berani transparan terkait tafsir regulasi law of the game. Ini menjadi momen baik untuk mengajari stakeholder sepak bola pelajaran tentang peraturan, dalam kerangka memajukan sepak bola Indonesia.
(bbk)