Tewaskan Kobe Bryant, NTSB Selidiki Sejarah Pilot dan Perawatan Helikopter S-76
A
A
A
CALABASAS - Sheriff Los Angeles County Alex Villanueva belum bisa mengonfirmasi identitas para korban kecelakaan helikopter yang menewaskan sembilan orang termasuk Kobe Bryant dan putrinya Gianna Maria-Onore. Pihaknya masih menunggu pernyataan resmi dari petugas medis.
"Tuhan memberkati jiwa mereka," singkat Villanueva pada konferensi pers dikutip dari AP News, Senin (27/1/2020).
Peristiwa itu terjadi setelah Bryant bersama putrinya Gianna yang berusia 13 tahun, pelatih tim baseball Orange Coast College John Altobelli, dan Keri (istri Altobelli), beserta empat orang lainnya bertolak dari Bandara John Wayne, Orange County, California, pada Minggu (26/1) pukul 9:06 waktu Pasifik.
Semuanya menumpangi helikopter berjenis Sikorsky S-76 kepunyaan Bryant. Helikopter itu terdaftar pada perusahaan Fillmore-based Island Express Holding Corp. Mereka semula bertujuan untuk menyaksikan pertandingan di Mamba Sports Academy, Thousand Oaks. (Baca juga: Ratusan Fans LA Lakers Beri Tribut kepada Kobe Bryant )
Nahas, helikopter yang ditumpangi Kobe Bryant dan putrinya jatuh. Sejauh ini Villanueva belum bisa membeberkan penyebab dari kecelakaan tersebut. Namun demikian, saat Villanueva meluncur ke lokasi kejadian, cuaca berkabut mulai turun dan dia terpaksa mendaratkan helikopternya.
Villanueva mengatakan itu merupakan tindakan pencegahan yang dilakukannya. Meski demikian, dia belum bisa menjelaskan apakah cuaca menjadi penyebab terjadinya kecelakaan tersebut.
Saksi mata di dekat lokasi jatuhnya helikopter, Pendeta Bob Bjerkaas mengatakan sebelum kejadian tragis itu berlangsung dirinya sedang mengajar sekolah Minggu di Gereja Ngarai. Saat itu dia mendengar helikopter itu melintas, namun tiba-tiba terdengar suara bergelegar yang sangat keras.
"Kau bisa mendengarnya, buk, buk, buk lalu bunyi suara gelegar yang keras," ungkap Bjerkaas dikutip dari USA Today.
Disaat yang bersamaan, istrinya Kerrie berlari masuk dan berkata bahwa dia berpikir ada kecelakaan yang baru saja terjadi. Mereka dan sekitar 20 jemaat bergegas keluar dari gereja dan menatap ke arah bukit.
Sisi bukit terlihat tetapi ada kabut tebal menutupi setengah bagian atas. Bjerkaas menceritakan pada awalnya, mereka mengatakan mereka tidak melihat banyak, tetapi kemudian asap abu-abu mulai naik.
"Itu sangat padat. Dugaanku adalah dia terbang rendah," tambah Bjerkaas.
Justin Green, seorang pengacara penerbangan di New York yang menerbangkan helikopter di Korps Marinir, mengatakan cuaca mungkin berkontribusi terhadap kecelakaan itu. Pilot dapat menjadi bingung dalam visibilitas rendah, kehilangan jejak arah mana yang naik.
Ditambahkan, seorang pilot yang menerbangkan S-76 akan memiliki peringkat instrumen, yang berarti mereka dapat menerbangkan helikopter tanpa bergantung pada isyarat visual dari luar.
Sementara itu, Anggota Dewan Keselamatan Transportasi Nasional (NTSB) Jennifer Homendy, menekankan bahwa saat ini para penyelidik akan melihat sejarah pilot, sejarah perawatan helikopter, dan catatan pemilik dan operatornya. (Baca juga: Kobe Bryant Meninggal Dunia, Berikut Prestasi dalam Kariernya )
"Tuhan memberkati jiwa mereka," singkat Villanueva pada konferensi pers dikutip dari AP News, Senin (27/1/2020).
Peristiwa itu terjadi setelah Bryant bersama putrinya Gianna yang berusia 13 tahun, pelatih tim baseball Orange Coast College John Altobelli, dan Keri (istri Altobelli), beserta empat orang lainnya bertolak dari Bandara John Wayne, Orange County, California, pada Minggu (26/1) pukul 9:06 waktu Pasifik.
Semuanya menumpangi helikopter berjenis Sikorsky S-76 kepunyaan Bryant. Helikopter itu terdaftar pada perusahaan Fillmore-based Island Express Holding Corp. Mereka semula bertujuan untuk menyaksikan pertandingan di Mamba Sports Academy, Thousand Oaks. (Baca juga: Ratusan Fans LA Lakers Beri Tribut kepada Kobe Bryant )
Nahas, helikopter yang ditumpangi Kobe Bryant dan putrinya jatuh. Sejauh ini Villanueva belum bisa membeberkan penyebab dari kecelakaan tersebut. Namun demikian, saat Villanueva meluncur ke lokasi kejadian, cuaca berkabut mulai turun dan dia terpaksa mendaratkan helikopternya.
Villanueva mengatakan itu merupakan tindakan pencegahan yang dilakukannya. Meski demikian, dia belum bisa menjelaskan apakah cuaca menjadi penyebab terjadinya kecelakaan tersebut.
Saksi mata di dekat lokasi jatuhnya helikopter, Pendeta Bob Bjerkaas mengatakan sebelum kejadian tragis itu berlangsung dirinya sedang mengajar sekolah Minggu di Gereja Ngarai. Saat itu dia mendengar helikopter itu melintas, namun tiba-tiba terdengar suara bergelegar yang sangat keras.
"Kau bisa mendengarnya, buk, buk, buk lalu bunyi suara gelegar yang keras," ungkap Bjerkaas dikutip dari USA Today.
Disaat yang bersamaan, istrinya Kerrie berlari masuk dan berkata bahwa dia berpikir ada kecelakaan yang baru saja terjadi. Mereka dan sekitar 20 jemaat bergegas keluar dari gereja dan menatap ke arah bukit.
Sisi bukit terlihat tetapi ada kabut tebal menutupi setengah bagian atas. Bjerkaas menceritakan pada awalnya, mereka mengatakan mereka tidak melihat banyak, tetapi kemudian asap abu-abu mulai naik.
"Itu sangat padat. Dugaanku adalah dia terbang rendah," tambah Bjerkaas.
Justin Green, seorang pengacara penerbangan di New York yang menerbangkan helikopter di Korps Marinir, mengatakan cuaca mungkin berkontribusi terhadap kecelakaan itu. Pilot dapat menjadi bingung dalam visibilitas rendah, kehilangan jejak arah mana yang naik.
Ditambahkan, seorang pilot yang menerbangkan S-76 akan memiliki peringkat instrumen, yang berarti mereka dapat menerbangkan helikopter tanpa bergantung pada isyarat visual dari luar.
Sementara itu, Anggota Dewan Keselamatan Transportasi Nasional (NTSB) Jennifer Homendy, menekankan bahwa saat ini para penyelidik akan melihat sejarah pilot, sejarah perawatan helikopter, dan catatan pemilik dan operatornya. (Baca juga: Kobe Bryant Meninggal Dunia, Berikut Prestasi dalam Kariernya )
(sha)