Kisah Alan Budikusuma, Merintis Jalan Emas ke Olimpiade
A
A
A
JAKARTA - Mantan pemain tunggal putra Indonesia, Alan Budikusuma, punya kenangan manis di Olimpiade Barcelona 1992. Sempat tidak difavoritkan menang, lelaki yang kelak menikahi Susi Susanti justru mempersembahkan medali emas untuk Indonesia.
Ingatan Alan terbang ke final cabang bulu tangkis nomor tunggal putra di Olimpiade yang berlangsung 28 tahun silam. Saat itu Alan merengkuh medali emas setelah mengalahkan Ardy Wiranata dengan skor 15-12, 18-13.
Bulu tangkis, kata Alan, adalah cabang olahraga baru yang dipertandingkan di olimpiade. Tak heran, ketika melakoni babak penyisihan, lelaki kelahiran Surabaya, 1968 itu tidak terperangkap pada urusan target dan gelar.
"Saya tidak terlalu berangan-angan dan itu mungkin yang membuat saya jadi lebih tenang." kenang Alan, dikutip laman resmi PBSI.
Apalagi, Alan tidak sendirian membawa nama Merah Putih di nomor tunggal putra. Selain dia dan Ardi, Persatuan Bulu Tangkis Seluruh Indonesia (PBSI) juga memberangkatkan tiga tunggal lain yakini Joko Suprianto, Hermawan Susanto dan Haryanto Arbi.
Nuansa persaingan langsung terasa sejak babak kualifikasi Olimpiade digelar Mei 1992. Pada saat itu, Alan menyebut empat rekannya di pelatnas, berhasil membangun atmosfer yang kompetitif.
"Kami yang lima itu bersaing bebas menuju Olimpiade dalam waktu satu tahun itu. Tepatnya bulan Mei 1991." tuturnya.
Alan menyebut perjalanan menuju Olimpiade bukan perkara mudah. Setelah terpilih menjadi wakil Indonesia di Barcelona, penampilan Alan justru sempat merosot. Pada bulan Mei 1992, Alan yang diharapkan mampu mencuri kemenangan di Piala Thomas, tak bisa menjalankan tugasnya dengan baik.
Grafik penampilannya pun terus menurun tajam. Padahal pertandingan Olimpiade akan berlangsung dalam dua bulan kedepan. Alan mengaku cukup stress dengan kondisinya saat itu.
Dalam persiapan menuju Olimpiade 1992, Alan yang ikut membela tim Indonesia di Piala Thomas justru menelan kekalahan di tangan Malaysia. Beruntung waktu itu Alan mendapat suntikan semangat dari sang kekasih, Susi Susanti.
"Susi meyakinkan saya, kalau saya bisa mengembalikan performa dalam dua bulan. Dan bilang kalau kekalahan bukanlah akhir dari segalanya." kata Alan.
Selain itu, untuk mengembalikan performanya, Alan memutuskan untuk melakukan latihan tambahan di luar jadwal. Setiap hari ia fokus meningkatkan kemampuan secara teknis dan kepercayaan diri di lapangan.
"Saya merasa sebelum berangkat akhirnya bisa betul-betul yakin. Dari ketidakyakinan, dengan persiapan yang saya rasa mencapai 99 persen, akhirnya saya bisa maksimal dan yakin. Dari segi teknik, fisik dan kepercayaan diri," kata Alan.
Perjuangan Alan akhirnya berbuah manis. Tampil sebagai pemain yang tidak diunggulkan, Alan justru sukses bermain tanpa beban. Sebab seluruh harapan untuk mendulang medali, saat itu terbeban pada Ardy.
"Tapi dengan adanya Susy, jadi semacam ada pegangan buat saya. Susy pun sama, dia juga ada pegangan dari saya, karena dia ada pressure yang sangat luar biasa. Jadi saya merasa dengan adanya saling mendukung ini merupakan hal yang luar biasa."
Setelah menjadi juara di Olimpiade, Alan mengaku kepercayaan dirinya meningkat. Sebab target utamanya sebagai atlet telah ia penuhi. Ia pun mendapat pengalaman berharga, bagaimana mengatasi permasalahan di lapangan dalam tekanan yang cukup tinggi. Namun Alan mengaku tak ingin jumawa. Sebab baginya, title juara hanya bagian dalam sejarah hidupnya. Bukan suatu hal istimewa yang harus ia terus banggakan.
"Saya ingat pelatih saya bilang, inget ya Lan ya, elu juara pas naik podium, begitu turun elu bukan juara lagi, elu turun jadi orang biasa. Supaya beban itu nggak saya bawa terus, dan itu yang membuat saya tetap mawas diri," tutur Alan.
Ingatan Alan terbang ke final cabang bulu tangkis nomor tunggal putra di Olimpiade yang berlangsung 28 tahun silam. Saat itu Alan merengkuh medali emas setelah mengalahkan Ardy Wiranata dengan skor 15-12, 18-13.
Bulu tangkis, kata Alan, adalah cabang olahraga baru yang dipertandingkan di olimpiade. Tak heran, ketika melakoni babak penyisihan, lelaki kelahiran Surabaya, 1968 itu tidak terperangkap pada urusan target dan gelar.
"Saya tidak terlalu berangan-angan dan itu mungkin yang membuat saya jadi lebih tenang." kenang Alan, dikutip laman resmi PBSI.
Apalagi, Alan tidak sendirian membawa nama Merah Putih di nomor tunggal putra. Selain dia dan Ardi, Persatuan Bulu Tangkis Seluruh Indonesia (PBSI) juga memberangkatkan tiga tunggal lain yakini Joko Suprianto, Hermawan Susanto dan Haryanto Arbi.
Nuansa persaingan langsung terasa sejak babak kualifikasi Olimpiade digelar Mei 1992. Pada saat itu, Alan menyebut empat rekannya di pelatnas, berhasil membangun atmosfer yang kompetitif.
"Kami yang lima itu bersaing bebas menuju Olimpiade dalam waktu satu tahun itu. Tepatnya bulan Mei 1991." tuturnya.
Alan menyebut perjalanan menuju Olimpiade bukan perkara mudah. Setelah terpilih menjadi wakil Indonesia di Barcelona, penampilan Alan justru sempat merosot. Pada bulan Mei 1992, Alan yang diharapkan mampu mencuri kemenangan di Piala Thomas, tak bisa menjalankan tugasnya dengan baik.
Grafik penampilannya pun terus menurun tajam. Padahal pertandingan Olimpiade akan berlangsung dalam dua bulan kedepan. Alan mengaku cukup stress dengan kondisinya saat itu.
Dalam persiapan menuju Olimpiade 1992, Alan yang ikut membela tim Indonesia di Piala Thomas justru menelan kekalahan di tangan Malaysia. Beruntung waktu itu Alan mendapat suntikan semangat dari sang kekasih, Susi Susanti.
"Susi meyakinkan saya, kalau saya bisa mengembalikan performa dalam dua bulan. Dan bilang kalau kekalahan bukanlah akhir dari segalanya." kata Alan.
Selain itu, untuk mengembalikan performanya, Alan memutuskan untuk melakukan latihan tambahan di luar jadwal. Setiap hari ia fokus meningkatkan kemampuan secara teknis dan kepercayaan diri di lapangan.
"Saya merasa sebelum berangkat akhirnya bisa betul-betul yakin. Dari ketidakyakinan, dengan persiapan yang saya rasa mencapai 99 persen, akhirnya saya bisa maksimal dan yakin. Dari segi teknik, fisik dan kepercayaan diri," kata Alan.
Perjuangan Alan akhirnya berbuah manis. Tampil sebagai pemain yang tidak diunggulkan, Alan justru sukses bermain tanpa beban. Sebab seluruh harapan untuk mendulang medali, saat itu terbeban pada Ardy.
"Tapi dengan adanya Susy, jadi semacam ada pegangan buat saya. Susy pun sama, dia juga ada pegangan dari saya, karena dia ada pressure yang sangat luar biasa. Jadi saya merasa dengan adanya saling mendukung ini merupakan hal yang luar biasa."
Setelah menjadi juara di Olimpiade, Alan mengaku kepercayaan dirinya meningkat. Sebab target utamanya sebagai atlet telah ia penuhi. Ia pun mendapat pengalaman berharga, bagaimana mengatasi permasalahan di lapangan dalam tekanan yang cukup tinggi. Namun Alan mengaku tak ingin jumawa. Sebab baginya, title juara hanya bagian dalam sejarah hidupnya. Bukan suatu hal istimewa yang harus ia terus banggakan.
"Saya ingat pelatih saya bilang, inget ya Lan ya, elu juara pas naik podium, begitu turun elu bukan juara lagi, elu turun jadi orang biasa. Supaya beban itu nggak saya bawa terus, dan itu yang membuat saya tetap mawas diri," tutur Alan.
(mir)