Terus dihujat, bintang muda Kanada gantung raket
A
A
A
Sindonews.com - Bintang tenis masa depan Kanada, Rebecca Marino, 22 tahun, terpaksa meninggalkan dunia olahraga yang digelutinya sejak berusia 10 tahun itu, setelah menjadi korban cyber-bullying, yang membuatnya merasa tertekan secara mental. Kini, ia mencoba menjalani kehidupan normal, jauh dari hiruk- pikuk dunia tenis profesional.
Marino mengaku jika ia sudah lama menderita depresi dan lelah untuk mengatasi hal tersebut, sehingga ia tak bersedia lagi melakukan pengorbanan untuk mencapai puncak. "Setelah berpikir panjang dan keras, saya tidak memiliki gairah atau kenikmatan untuk membawa diri saya ke tingkat yang saya inginkan di tenis profesional," ujar pemain yang pernah menduduki peringkat 38 dunia itu, dikutip NY Times.
Serangan kejam melalui situs jejaring sosial Twitter dan media sosial lainnya, yang beberapa juga datang dari rumah judi mengekspresikan kemarahannya kepada Marino, setelah ia kehilangan banyak uangnya untuk bertaruh demi Marino. Sementara itu, penyerang yang lain mengolok-olok dan mengumpat penampilan Marino. "Depresi saya alami jauh sebelum apa yang disebut cyber-bullying, itu telah berlangsung selama enam tahun," ujar gadis kelahiran Toronto, 16 Desember 1990 itu..
Petenis yang pernah dinobatkan sebagai "Female Player of the Year" oleh federasi tenis Kanada itu menambahkan bahwa dirinya mendapatkan beberapa komentar yang benar-benar menyakitkan, serta beberapa komentar kasar, tapi yang lebih menyakitkan akan selalu bersamanya selama hidupnya. "Saya mendapatkan pesan bahwa saya harus mati, bahwa saya harus terbakar di neraka, bahwa saya bodoh, idiot, bahwa saya membuat mereka kehilangan uang, dan berbagai hal lainnya, dan itu hanya yang ada di permukaan."
"Ingin rasanya, saya memiliki kulit yang tebal dan saya bisa menangani hal semacam itu, sehingga hal tersebut tidak menjadi faktor utama. Sosial media membuat saya menjadi korban, tapi itu bukan alasan utama. Alasan saya mundur adalah saya tidak berpikir saya bersedia mengorbankan kebahagiaan saya dan bagian lain dari hidup saya untuk tenis."
Marino mengaku jika ia sudah lama menderita depresi dan lelah untuk mengatasi hal tersebut, sehingga ia tak bersedia lagi melakukan pengorbanan untuk mencapai puncak. "Setelah berpikir panjang dan keras, saya tidak memiliki gairah atau kenikmatan untuk membawa diri saya ke tingkat yang saya inginkan di tenis profesional," ujar pemain yang pernah menduduki peringkat 38 dunia itu, dikutip NY Times.
Serangan kejam melalui situs jejaring sosial Twitter dan media sosial lainnya, yang beberapa juga datang dari rumah judi mengekspresikan kemarahannya kepada Marino, setelah ia kehilangan banyak uangnya untuk bertaruh demi Marino. Sementara itu, penyerang yang lain mengolok-olok dan mengumpat penampilan Marino. "Depresi saya alami jauh sebelum apa yang disebut cyber-bullying, itu telah berlangsung selama enam tahun," ujar gadis kelahiran Toronto, 16 Desember 1990 itu..
Petenis yang pernah dinobatkan sebagai "Female Player of the Year" oleh federasi tenis Kanada itu menambahkan bahwa dirinya mendapatkan beberapa komentar yang benar-benar menyakitkan, serta beberapa komentar kasar, tapi yang lebih menyakitkan akan selalu bersamanya selama hidupnya. "Saya mendapatkan pesan bahwa saya harus mati, bahwa saya harus terbakar di neraka, bahwa saya bodoh, idiot, bahwa saya membuat mereka kehilangan uang, dan berbagai hal lainnya, dan itu hanya yang ada di permukaan."
"Ingin rasanya, saya memiliki kulit yang tebal dan saya bisa menangani hal semacam itu, sehingga hal tersebut tidak menjadi faktor utama. Sosial media membuat saya menjadi korban, tapi itu bukan alasan utama. Alasan saya mundur adalah saya tidak berpikir saya bersedia mengorbankan kebahagiaan saya dan bagian lain dari hidup saya untuk tenis."
(nug)