Dan terjadi lagiiii...

Senin, 11 Maret 2013 - 10:44 WIB
Dan terjadi lagiiii...
Dan terjadi lagiiii...
A A A
Sindonews.com - Saya sengaja mencomot judul lagu grup band Noah tersebut untuk menggambarkan situasi sepakbola belakangan ini. Sepekan terakhir, publik bola kembali disuguhi sebuah 'mode' dalam sepekbola. Mengapa saya sebut mode? Karena terjadi berulang-ulang walau ada perbahan desain.

Dan Terjadi Lagiii.. Bentrok supporter kembali pecah dan membawa korban nyawa. Situasi yang lagi-lagi membuat kita semua prihatin walaupun itu sudah sering sekali mewarnai halaman media-media kita. Sebuah tradisi yang saya sendiri lebih senang menyebut 'bahaya laten'.

Tapi jangan berpikir bahwa supporter bukan komunis yang harus dibasmi dan dibenci. Saya sebut bahaya laten karena friksi antar supporter bisa muncul secara tiba-tiba dan ibarat api dalam sekam. Friksi yang tidak lagi antar supporter, tapi juga melibatkan orang-orang yang bahkan tidak paham sepakbola.

Sebuah kondisi yang sebenarnya sangat sulit tapi bisa antisipasi dengan proses yang panjang. Sebab supporter klub tertentu selalu mempunyai 'musuh' di luar sana. Aremania saya ambil sebagai contoh pertama. Mereka memiliki dua rival berat dalam urusan dukung-mendukung tim, yakni Bonek (supporter Persebaya Surabaya) dan Persikmania (Persik Kediri).

Padahal kota Surabaya dan Kediri adalah akses utama ketika Aremania hendak mendukung timnya di luar kota. Seperti contoh kala mereka datang ke Gresik yang otomatis melewati Surabaya. Atau ketika menuju wilayah barat, Aremania pasti melewati wilayah Kediri.

Ini situasi yang hampir pasti menyebabkan terjadinya gesekan karena memang sejak dulunya sudah ada sejarah kelam. Bonek juga demikian. Mereka harus kerap melewati wilayah rawan, misalnya Lamongan, ketika timnya bertanding di Bojonegoro. Bonek dan LA Mania juga memiliki rivalitas yang sangat sensitif.

Lokasi persinggungan antara supporter inilah yang sebenarnya menjadi penyebab utama. Gesekan yang sesungguhnya terjadi jauh di luar lapangan, di luar koridor sepakbola. Terjadinya di situ-situ saja, di jalanan atau jalur kereta api. Di dalam stadion malah aman tenteram. Toh supporter yang berseteru sudah tidak saling kunjung saat timnya ketemu. Kalau ada ribut-ribut di stadion, paling banter cuma baku pukul antar supporter atau pencopet dan itu wajar di lokasi keramaian. Di konser dangdut juga ada seperti itu.

Menurut saya solusi agar friksi supporter seperti Aremania dan Bonek tempo hari tidak terjadi, adalah mencari formula terbaik agar keduanya tidak bersinggungan. Itu sangat sederhana sebenarnya, tapi paling rasional. Walau mungkin sangat sulit untuk membendung libido supporter untuk menyaksikan timnya bertanding.

Lalu, bagaimana dengan langkah Polda Jatim yang membekukan izin pertandingan sepakbola di Jawa Timur. Tanpa mengurangi rasa hormat kepada pihak aparat, saya harus menyebut itu bukan sebuah solusi cerdas. Saya yakin aparat sekarang kurang mempelajari sejarah terjadinya friksi antar supporter di Jawa Timur.

Pembekuan izin pertandingan hingga ada kesepakatan damai antar supporter, bukan sebuah langkah yang solutif. Itu pernah dilakukan jauh sebelumnya. Pencabutan izin pertandingan juga sangat sering dilakukan setelah ada kerusuhan. Itu sudah pernah dan apa hasilnya? Dan Terjadi Lagiiii....

Kemudian ada kata kesepakatan damai. Ini juga langkah yang terlalu naif menurut saya. Supporter bukan sebuah perkumpulan Rukun Tetangga (RT) yang bisa dikendalikan dengan sebuah pengumuman. Supporter adalah sebuah komunitas heterogen, beragam latar belakang, ekonomi, edukasi. Gak peduli berdasi, mahasiswa, preman, copet, tua, ABG, semuanya ada dalam komunitas yang namanya supporter sepakbola.

Persoalannya apakah jika sudah ada deklarasi damai dari beberapa gelintir pentolan supporter, kemudian semua suppoter di bawah akan mengikutinya? Sedangkan di internal supporter yang sama kadang juga ada gesekan. Kalau jeli mengamati komunitas supporter, pasti ada suka dan tidak suka antara kelompok mereka sendiri.

Melihat karakteristik supporter yang kompleks dan heterogen itu, kesepakatan damai hanya sebuah angin lalu. Kampanye damai memang diperlukan. Tapi bukan sebagai solusi instant yang sama sekali tidak menjamin bakal mengubah situasi yang ada selama ini. Apalagi diberi ancaman pembekuan izin pertandingan.

Saya sebenarnya setuju jika ada sanksi untuk klub saat supporter berulah atau terlibat kerusuhan. Itu sudah umum dan di Eropa yang sepakbolanya sudah maju pun juga ada keributan antar pendukung. Namun karena di Indonesia ini sanksi bukan sebuah solusi, maka langkah terbaik adalah menghindari titik pertemuan antar supporter.

Terus terang saya juga masih sangsi apakah supporter bisa dilarang untuk melewati daerah-daerah rawan kala berniat mendukung timnya. Namun dengan pendekatan yang intens dan terus menerus dari semua pihak, baik klub, aparat, internal supporter sendiri, saya optimistis itu menjadi langkah terbaik mencegah adanya perseteruan langsung. Paling tidak itu lebih masuk akal dibanding sebuah deklarasi atau kesepakatan damai dan pembekuan izin laga.
(wbs)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.6035 seconds (0.1#10.140)