Dilintasi BTdI, waktu terhenti di Banyuwangi

Selasa, 05 November 2013 - 19:09 WIB
Dilintasi BTdI, waktu terhenti di Banyuwangi
Dilintasi BTdI, waktu terhenti di Banyuwangi
A A A
Sindonews.com -- Pagi itu Taufik Abdullah, 52, warga Songgon, Banyuwangi, tak biasanya mengeluarkan kursi panjang dari rotan dari dalam rumahnya. Kecuali ada momen istimewa, kursi tersebut hampir tidak pernah dikeluarkan dari ruang tamunya. Namun hari itu ternyata dianggap lain dari biasanya.

Kursi ditaruh menghadap jalan raya Kecamatan Songgon, tepat di bawah pohon mangga rindang yang sejuk di halaman rumahnya. Segelas es teh tak lupa dibawa dan ditaruh di meja kecil dari kayu yang terlihat sudah tua. Waktu menunjukkan pukul 10.15 WIB.

Tetangga kanan-kiri Taufik juga telah berkumpul di depan rumah sembari sesekali melongok ke arah jalan raya. Beberapa orang terlihat memegang kamera atau handphone di tangan. Beberapa ratus meter di arah kanan, puluhan anak sekolah membawa bendera kecil yang didominasi merah-putih dan beberapa bendera negara lain.

Bagi warga Songgon, hari itu menjadi sangat istimewa karena untuk pertama kalinya dilewati balap sepeda Banyuwangi Tour de Ijen (BTdI) 2013. Wilayah Kecamatan Songgon adalah etape tambahan atau etape III yang mengambil start di Kecamatan Jajag dan finish di Kecamatan Genteng.

"Yang tahun kemarin tidak lewat sini. Tapi hanya di Jajag sana," kata Taufik. Karena untuk pertama kali menjadi rute BTdI, warga tak ingin menyia-nyiakan momen tersebut. Masyarakat tumpah ruah di pinggir jalan menikmati balap sepeda yang digelar untuk kedua kalinya ini.

Tidak hanya di wilayah Songgon, tapi di semua rute yang dilewati sejak Etape I hingga Etape IV, antusiasme warga sungguh luar biasa dan langka di event 'adu pancal'. Mereka rela menunggu berjam-jam rombongan pebalap lewat. Seperti Taufik tadi, dia menunggu sejak pukul 10.00 WIB walau peserta balapan baru melintas pukul 12.00 WIB.

Totalitas masyarakat tidak hanya cukup dengan membanjiri pinggir jalan. Namun juga menyambut peserta balap dengan berbagai rupa. Ada yang menampilkan kesenian Reog di pinggir jalan, ada drum band, qosidah, kolintang, berpakaian adat, hingga membawa sound system besar di atas truk.

Waktu benar-benar terhenti di Banyuwangi saat dilintasi BTdI. Semua menghentikan aktivitasnya, dari karyawan kantor, petani, pedagang, hingga sekolah-sekolah di rute BTdI. Mereka rela manantang panas dengan berjubel di pinggir jalan untuk menyaksikan event olahraga terbesar di kabupaten ujung timur provinsi Jawa Timur itu.

Padahal, menonton balap sepeda tentunya tak seperti menyaksikan sepakbola. Peserta balap sepeda hanya melintas dalam sekejap atau beberapa menit saja dengan kecepatan tinggi dan bahkan masyarakat juga tidak paham siapa dan dari negara mana peserta paling depan. Tapi itu bukan sebuah persoalan.

"Mereka bangga daerahnya dilewati event internasional, terutama wilayah luar kota. Situasi inilah yang membuat kami sangat bersemangat terus mengembangkan Tour de Ijen," kata Bupati Banyuwangi Abdullah Azwar Anas yang selalu hadir dan mengikuti peserta BTdI dari start hingga finish dengan mobil VIP.

Antusiasme masyarakat menjadi kekuatan tersendiri dalam event yang diikuti 15 tim dari berbagai negara ini. Bahkan peserta ikut termotivasi dengan banyaknya penonton yang menjejali kanan-kiri jalan. Jason Christie dari tim OCBC Singapura berujar, dirinya sangat senang dan menikmati suasana BTdI karena atmosfirnya yang semarak.

"Atmosfir yang mengejutkan. Tidak semua perlombaan bisa mendatangkan penonton yang demikian banyak. Walau saya bukan pebalap Indonesia tapi merasa ikut disemangati oleh banyak penonton," ujar pebalap berkulit putih ini.
(wbs)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.7147 seconds (0.1#10.140)
pixels