Belajarlah dari musuhmu
A
A
A
Sindonews.com - Fenomena unik bakal terjadi di AFC Cup pekan ini, yakni di fase knock out yang memertemukan Kitchee FC kontra Arema Cronus. Dua kali dalam tiga musim, klub asal Hongkong harus bertemu dengan lawan yang sama tetapi berbeda rasa, yakni Arema IPL dan Arema Cronus.
Pada 2012 silam, tim paling bergengsi di Hongkong itu dikalahkan Arema IPL 0-2 lewat dwigol Putut Waringin Jati. Sekarang lawan yang dihadapi juga Arema, tapi Arema versi lain. Arema yang berlaga di Indonesia Super League (ISL) dan eksistensinya kembali kokoh setelah runtuhnya hegemoni IPL.
Mungkin ini menjadi pengalaman baru bagi Kitchee yang bakal menghadapi tim berbeda dengan nama sama yakni Arema. Sedangkan bagi Arema Cronus, kemenangan Arema IPL di Mongkok Stadium pada 2012 silam sepertinya dianggap tidak penting untuk diingat-ingat.
Dari semua aspek, baik pihak klub, supporter, maupun medis lokal, tidak ada yang mengulas keberhasilan Arema IPL dua tahun silam. Semua hal yang berhubungan dengan Arema Cronus terlihat seperti menutup mata dan telinga rapat-rapat dari sejarah keberhasilan 'saudara tirinya' tersebut.
Mungkin Arema Cronus malu atau gengsi, bahkan malah alergi, jika bicara soal Arema IPL yang nyaris menghapus eksistensi Arema Cronus atau yang sebelumnya disebut Arema ISL. Apalagi tampilnya Arema IPL merebut jatah Arema ISL di pentas Asia dengan menggapai runner up ISL musim 2010-2011.
Tim Singo Edan justru lebih dihubungkan dengan keberhasilan Semen Padang di AFC Cup lalu. Tidak ada yang menjadikan kemenangan heroik Arema IPL sebagai inspirasi untuk memenangkan pertarungan di Hongkong. Padahal tidak ada salahnya belajar dari Arema IPL, walau mungkin disebut musuh.
Sejelek-jeleknya Arema IPL di mata Arema Cronus, menurut saya tetap ada yang bisa diteladani. 'Belajarlah dari musuhmu', begitu sering kita dengar dari orang bijak. Harus diakui Arema Cronus masih minim pengalaman di fase knock out level Asia dan perlu tambahan ilmu.
Baiklah, pinggirkan dulu pelajaran sejarah. Kita buang persoalan sentimen dualisme klub dua tahun silam. Saya akan melihat dari kacamata perjuangan sebuah tim menjadikan sesuatu yang nyaris mustahil menjadi sebuah fakta. Sebuah tim yang bermain dengan semangat singa.
Ya, karakter Singa yang pernah dibawa Arema IPL asuhan Dejan Antonic hingga meruntuhkan kandang Kitchee FC. Perjuangan mereka sebagai sebuah tim sepak bola patut diacungi jempol. Ketika semua meremehkan kemampuan mereka, nyatanya kejutan besar bisa diwujudkan di lapangan.
Arema IPL yang bermaterikan pemain berkemampuan standar, tampil pincang tanpa Andrew Barisic dan Gunawan Dwi Cahyo, memiliki tekad keras untuk menang. Digempur habis-habisan sepanjang babak pertama, justru bisa balas menikam lewat Putut Waringin Jati dengan dua gol.
Memang, faktor Dejan Antonic cukup berpengaruh karena dia paham benar kekuatan Kitchee yang dilatih sebelumnya. Tapi bukannya sekadar hafalan, Dejan berangkat ke Hongkong lebih awal dari timnya khusus untuk mengumpulkan informasi sebanyak mungkin soal tim yang akan dihadapi.
Itu dilakukan karena dia sangat yakin kekuatan timnya tidak istimewa dan butuh sebuah skenario luar biasa untuk mengalahkan tuan rumah. Dari semua hal di atas, jelas bukan sesuatu yang haram bagi Arema Cronus meneladani tekad dan spirit bertarung Arema IPL yang kini sudah 'almarhum'.
Toh, Arema IPL hanya tinggal sejarah dan hampir tidak mungkin kembali bangkit dari kubur kecuali ada perubahan kekuasaan di PSSI. Walau kini kekuatan Arema Cronus jauh lebih mentereng, bukan berarti bakal dengan gampang mengalahkan Kitchee FC, juara kompetisi level tertinggi di Hongkong.
Arema Cronus memiliki segalanya. Pemain berkualitas, dukungan supporter, serta prestasi mengkilap di liga domestik. Namun Arema Cronus masih 'hijau' di level ini. Mereka dihadapkan pada single match atau pertandingan tunggal yang harus dimenangkan, tidak ada pilihan lain.
Memang di level Asia tim yang berkandang di Stadion Kanjuruhan ini pernah bermain di Liga Champion Asia dua kali. Itu belum bisa dijadikan inspirasi karena hanya sebatas menjadi bulan-bulanan di fase grup. Fase knock out bakal sangat berbeda, apalagi format single match.
Ada baiknya Arema, dalam hal ini pelatih, mencari informasi dan bahan dari pelatih lain soal persaingan di AFC. Suharno atau Joko Susilo bisa berkomunikasi dengan Jafri Sasta, Jacksen Tiago, atau mungkin Dejan Antonic yang pernah sukses di level 16 besar.
Pemain juga bisa meminta pengalaman dari eks pemain Semen Padang, Persipura Jayapura dan Arema IPL. Contohnya pemain eks Arema IPL yang masih berhubungan harmonis dengan pemain Arema Cronus seperti Hermawan. Kenapa sedetil itu? Ini kesempatan emas Arema Cronus untuk bisa mencapai prestasi tertinggi di Asia.
Tim berlogo kepala singa ini sudah memiliki segalanya untuk menggapai prestasi yang belum diraih tim asal Malang. Teramat sayang dengan kondisi seperti ini Arema justru terjatuh hanya karena kurang pengalaman di fase knock out.
Jujur saya sendiri belum yakin Arema Cronus memiliki peluang mudah memenangkan pertarungan di Hongkong. Semoga saya salah, karena kalkulasi saya hanya berdasar pengalaman Arema Cronus di level ini dan statistik laga tandang di fase grup lalu.
Ahmad Bustomi dkk hanya menang saat menghadapi tim yang kualitasnya benar-benar di bawahnya, yakni Maziya R&SC. Sedangkan ketika melawat ke markas tim selevel atau lebih baik seperti Selangor FA dan Hanoi T&T, mereka tak mampu meraih kemenangan.
Pada 2012 silam, tim paling bergengsi di Hongkong itu dikalahkan Arema IPL 0-2 lewat dwigol Putut Waringin Jati. Sekarang lawan yang dihadapi juga Arema, tapi Arema versi lain. Arema yang berlaga di Indonesia Super League (ISL) dan eksistensinya kembali kokoh setelah runtuhnya hegemoni IPL.
Mungkin ini menjadi pengalaman baru bagi Kitchee yang bakal menghadapi tim berbeda dengan nama sama yakni Arema. Sedangkan bagi Arema Cronus, kemenangan Arema IPL di Mongkok Stadium pada 2012 silam sepertinya dianggap tidak penting untuk diingat-ingat.
Dari semua aspek, baik pihak klub, supporter, maupun medis lokal, tidak ada yang mengulas keberhasilan Arema IPL dua tahun silam. Semua hal yang berhubungan dengan Arema Cronus terlihat seperti menutup mata dan telinga rapat-rapat dari sejarah keberhasilan 'saudara tirinya' tersebut.
Mungkin Arema Cronus malu atau gengsi, bahkan malah alergi, jika bicara soal Arema IPL yang nyaris menghapus eksistensi Arema Cronus atau yang sebelumnya disebut Arema ISL. Apalagi tampilnya Arema IPL merebut jatah Arema ISL di pentas Asia dengan menggapai runner up ISL musim 2010-2011.
Tim Singo Edan justru lebih dihubungkan dengan keberhasilan Semen Padang di AFC Cup lalu. Tidak ada yang menjadikan kemenangan heroik Arema IPL sebagai inspirasi untuk memenangkan pertarungan di Hongkong. Padahal tidak ada salahnya belajar dari Arema IPL, walau mungkin disebut musuh.
Sejelek-jeleknya Arema IPL di mata Arema Cronus, menurut saya tetap ada yang bisa diteladani. 'Belajarlah dari musuhmu', begitu sering kita dengar dari orang bijak. Harus diakui Arema Cronus masih minim pengalaman di fase knock out level Asia dan perlu tambahan ilmu.
Baiklah, pinggirkan dulu pelajaran sejarah. Kita buang persoalan sentimen dualisme klub dua tahun silam. Saya akan melihat dari kacamata perjuangan sebuah tim menjadikan sesuatu yang nyaris mustahil menjadi sebuah fakta. Sebuah tim yang bermain dengan semangat singa.
Ya, karakter Singa yang pernah dibawa Arema IPL asuhan Dejan Antonic hingga meruntuhkan kandang Kitchee FC. Perjuangan mereka sebagai sebuah tim sepak bola patut diacungi jempol. Ketika semua meremehkan kemampuan mereka, nyatanya kejutan besar bisa diwujudkan di lapangan.
Arema IPL yang bermaterikan pemain berkemampuan standar, tampil pincang tanpa Andrew Barisic dan Gunawan Dwi Cahyo, memiliki tekad keras untuk menang. Digempur habis-habisan sepanjang babak pertama, justru bisa balas menikam lewat Putut Waringin Jati dengan dua gol.
Memang, faktor Dejan Antonic cukup berpengaruh karena dia paham benar kekuatan Kitchee yang dilatih sebelumnya. Tapi bukannya sekadar hafalan, Dejan berangkat ke Hongkong lebih awal dari timnya khusus untuk mengumpulkan informasi sebanyak mungkin soal tim yang akan dihadapi.
Itu dilakukan karena dia sangat yakin kekuatan timnya tidak istimewa dan butuh sebuah skenario luar biasa untuk mengalahkan tuan rumah. Dari semua hal di atas, jelas bukan sesuatu yang haram bagi Arema Cronus meneladani tekad dan spirit bertarung Arema IPL yang kini sudah 'almarhum'.
Toh, Arema IPL hanya tinggal sejarah dan hampir tidak mungkin kembali bangkit dari kubur kecuali ada perubahan kekuasaan di PSSI. Walau kini kekuatan Arema Cronus jauh lebih mentereng, bukan berarti bakal dengan gampang mengalahkan Kitchee FC, juara kompetisi level tertinggi di Hongkong.
Arema Cronus memiliki segalanya. Pemain berkualitas, dukungan supporter, serta prestasi mengkilap di liga domestik. Namun Arema Cronus masih 'hijau' di level ini. Mereka dihadapkan pada single match atau pertandingan tunggal yang harus dimenangkan, tidak ada pilihan lain.
Memang di level Asia tim yang berkandang di Stadion Kanjuruhan ini pernah bermain di Liga Champion Asia dua kali. Itu belum bisa dijadikan inspirasi karena hanya sebatas menjadi bulan-bulanan di fase grup. Fase knock out bakal sangat berbeda, apalagi format single match.
Ada baiknya Arema, dalam hal ini pelatih, mencari informasi dan bahan dari pelatih lain soal persaingan di AFC. Suharno atau Joko Susilo bisa berkomunikasi dengan Jafri Sasta, Jacksen Tiago, atau mungkin Dejan Antonic yang pernah sukses di level 16 besar.
Pemain juga bisa meminta pengalaman dari eks pemain Semen Padang, Persipura Jayapura dan Arema IPL. Contohnya pemain eks Arema IPL yang masih berhubungan harmonis dengan pemain Arema Cronus seperti Hermawan. Kenapa sedetil itu? Ini kesempatan emas Arema Cronus untuk bisa mencapai prestasi tertinggi di Asia.
Tim berlogo kepala singa ini sudah memiliki segalanya untuk menggapai prestasi yang belum diraih tim asal Malang. Teramat sayang dengan kondisi seperti ini Arema justru terjatuh hanya karena kurang pengalaman di fase knock out.
Jujur saya sendiri belum yakin Arema Cronus memiliki peluang mudah memenangkan pertarungan di Hongkong. Semoga saya salah, karena kalkulasi saya hanya berdasar pengalaman Arema Cronus di level ini dan statistik laga tandang di fase grup lalu.
Ahmad Bustomi dkk hanya menang saat menghadapi tim yang kualitasnya benar-benar di bawahnya, yakni Maziya R&SC. Sedangkan ketika melawat ke markas tim selevel atau lebih baik seperti Selangor FA dan Hanoi T&T, mereka tak mampu meraih kemenangan.
(wbs)