Gaya Klasik Underdog

Minggu, 29 Juni 2014 - 10:04 WIB
Gaya Klasik Underdog
Gaya Klasik Underdog
A A A
RECIFE - Sejak Otto Rehaggel memperkenalkan sepakbola negatif atau bertahan total di Piala Eropa 2004, cibiran terhadap gaya sepak bola ini terus bertahan. Hingga terakhir muncul sebutan strategi ‘parkir bus’ yang identik dengan klub Inggris Chelsea.

Di Italia dahulu kala juga sudah memiliki gaya permainan seperti itu yang disebut Catenaccio atau dikenal pertahanan gerendel. Betapa pun menjengkelkan dan tidak sedap dipandang, nyatanya gaya permainan ini efektif bagi beberapa tim dan sesuai dengan karakter pemain yang dimiliki.

Yunani misalnya, dalam satu dekade terakhir tidak bisa lagi mengulang strategi negatifnya yang sukses besar pada 2004. Hingga mereka lolos ke babak 16 besar Piala Dunia Brasil 2014 yang ditentukan gol pinalti Giorgos Samaras menit 93 saat lawan Pantai Gading. Di dua laga sebelumnya, Yunani diprediksi susah melaju.

Kosta Rika yang bakal menjadi seteru di babak 16 besar, juga memiliki karakter identik. Terjepit di antara tiga tim besar, yakni Italia, Inggris dan Uruguay, mereka terbukti tepat menurunkan skema bertahan dan menyerang balik dengan menumpuk lima pemain di lini belakang. Gaya klasik tim-tim underdog.

Sangat kebetulan, pertandingan Yunani versus Kosta Rika adalah satu-satu laga yang mempertemukan tim dengan karakter negatif. Bakal membosankan? Belum tentu. Mungkin tidak akan banyak gol tercipta, namun pertarungan dua tim dengan pertahanan kuat masih cukup menarik.

“Yunani telah menunjukkan bagaimana mencegah lawan menciptakan gol. Kami juga membawa karakter yang sama di Brasil. Sangat menarik ketika dua tim dengan karakter hampir sama akan bertemu. Saya rasa tidak ada tim favorit di antara kami,” ujar Yeltsin Tejeda, gelandang Kosta Rika.

Benar dikatakan pelatih Yunani Fernando Santos, bahwa perpektif sepakbola menyerang dan mencetak banyak gol tak menjadi pilihan semua tim. Karakter pemain yang terpilih akhirnya menjadi penentu bagaimana sebuah tim mengusung karakter terbaiknya.

Yunani tidak memiliki pemain dengan kecepatan dan naluri tinggi seperti Lionel Messi, atau gelandang dengan umpan seperti Andrea Pirlo. Mereka pun merancang sebuah kekuatan yang mengandalkan disiplin pemain, kekuatan fisik, serta gaya yang sudah merek kenal sebelumnya.

Walau karakter bertahan dan menyerang secara ‘kadang-kadang’ tidak memiliki prospek bagus untuk ke level tertinggi, mereka tampaknya tak terlalu peduli. “Ini gaya terbaik yang bisa kami mainkan. Yunani tidak akan memaksa menjadi tim yang disukai penonton kalau itu tak bisa kami lakukan,” kata gelandang Salpingidis.

Gaya permainan Yunani dalam satu dekade terakhir sudah dihafal tim lain dan strategi Otto Rehaggel dipandang ketinggalan zaman. Nyatanya The Prates Ship tak ingin membuang karakter tersebut. Mungkin lolosnya Yunani ke babak 16 besar hanya keberuntungan setelah mendapat pinalti di menit akhir.

Tapi siapa tahu kemenangan lawan Pantai Gading di laga terakhir fase grup justru menjadi titik awal kematangan skuad Fernando Santos. Melihat tipikal dan strategi kedua tim, tidak mengherankan jika pertandingan belum akan selesai dalam waktu 90 menit.
(wbs)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.0925 seconds (0.1#10.140)