Ayam Jantan Perlu Godokan
A
A
A
RIO DE JANEIRO - Tersingkir dari Piala Dunia 2014 di babak perempatfinal kontra Jerman, Prancis tidak lagi mendapat cemoohan. Tidak ada lagi ejekan dari media-media Prancis yang mengiringi kepulangan Karim Benzema dkk. Itu jelas progres menarik dibanding Piala Dunia edisi sebelumnya.
Setelah mencatat episode suram di Piala Dunia 2010 Afrika Selatan, perlahan langit cerah menaungi tim Ayam Jantan. Di bawah penanganan pelatih Didier Deschamps, Prancis menjadi tim yang harmonis dan terbilang cukup kompetitif jika melihat belum meratanya kualitas di tim.
Sejumlah pemain masih sangat muda untuk turnamen seakbar Piala Dunia. Prancis masih memiliki pemain masa depan yang sangat menjanjikan. Paul Pogba (21), Raphael Varane (21), Antoine Griezmann (23), Mamadou Sakho (24), yang berangsur matang untuk Piala Dunia 2018. Bahkan Karim Benzema, Hugo Lloris dan Blaise Matuidi, masih bisa bermain empat tahun mendatang di Rusia.
Ayam Jantan masih perlu godokan. Momentum untuk menggodok talenta-talenta tersebut adalah ketika Prancis menjadi tuan rumah Euro 2016 mendatang. Demikian pula dengan Didier Deschamps yang baru dua tahun menjadi pelatih Les Bleus dan perlu lebih banyak tempaan. Dua tahun adalah masa kerja terlalu pendek bagi seorang pelatih.
Bandingkan dengan Pelatih Brasil Luiz Felipe Scolari yang sudah memiliki pengalaman 13 tahun menjadi pelatih tim nasional. Bagi Deschamps, dua tahun masa kerjanya juga tak layak dikeluhkan, karena dia baru mencatat satu kekalahan dari 31 pertandingan yang dijalani Ayam Jantan.
Sekaligus menjadi kekalahan pertama bagi Deschamps sebagai pemain maupun pelatih tim nasional Prancis. “Prancis sudah melakukan apa yang harus dilakukan. Persoalannya kami belum memiliki cukup pengalaman untuk menghadapi tekanan di Piala Dunia. Saya optimistis tim ini akan terus berkembang,” tutur Deschamps kepada L'Equipe.
Eks kapten tim Prancis saat juara pada 1998 tersebut harus melakukan tugas 'cuci piring' setelah kekacauan di Piala Dunia 2010. Paling tidak kerja kerasnya kini mulai menampakkan hasil, karena sebenarnya target minimal Prancis adalah lolos fase grup. Dan mencapai perempatfinal adalah bonus.
Masih tetap dipertahankan sebagai pelatih, Deschamps memiliki prospek bagus untuk Euro 2016. Kendati tidak memiliki generasi emas seperti pada era 1998, Prancis tampaknya tak sulit untuk mendominasi Eropa. “Saya tetap bangga dengan kerja keras pemain di Brasil. Kami akan berupaya keras lebih baik dari ini,” imbuh Deschamps.
Canggung dalam menghadapi tekanan, bisa dirasakan jelas dalam performa Prancis kontra Jerman. Paul Pogba seperti kehilangan sentuhan seperti laga-laga sebelumnya, Karim Benzema kurang cermat dalam pengambilan keputusan, hingga Raphael Varane dan Mamadou Sakho yang nervous menghadapi penetrasi tim Panser.
Respons seperti itu bisa diterjemahkan sebagai minimnya pengalaman dalam menghadapi tekanan. Sedangkan Jerman sendiri bermain dengan atitude sebaliknya. Jerman lebih sabar, tenang, berusaha tidak panik sedikit pun ketika pemain-pemain Prancis mulai melakukan serbuan.
“Kami sangat kecewa dengan kekalahan di perempatfinal, karena sesungguhnya kami dalam level setara dengan Jerman. Tapi kekalahan ini membuat kami sadar bahwa Prancis memiliki tim muda yang bisa terus berkembang dan memiliki prospek bagus di masa depan. Kami harus menyambut itu dengan antusias,” cetus Yohann Cabaye.
Setelah mencatat episode suram di Piala Dunia 2010 Afrika Selatan, perlahan langit cerah menaungi tim Ayam Jantan. Di bawah penanganan pelatih Didier Deschamps, Prancis menjadi tim yang harmonis dan terbilang cukup kompetitif jika melihat belum meratanya kualitas di tim.
Sejumlah pemain masih sangat muda untuk turnamen seakbar Piala Dunia. Prancis masih memiliki pemain masa depan yang sangat menjanjikan. Paul Pogba (21), Raphael Varane (21), Antoine Griezmann (23), Mamadou Sakho (24), yang berangsur matang untuk Piala Dunia 2018. Bahkan Karim Benzema, Hugo Lloris dan Blaise Matuidi, masih bisa bermain empat tahun mendatang di Rusia.
Ayam Jantan masih perlu godokan. Momentum untuk menggodok talenta-talenta tersebut adalah ketika Prancis menjadi tuan rumah Euro 2016 mendatang. Demikian pula dengan Didier Deschamps yang baru dua tahun menjadi pelatih Les Bleus dan perlu lebih banyak tempaan. Dua tahun adalah masa kerja terlalu pendek bagi seorang pelatih.
Bandingkan dengan Pelatih Brasil Luiz Felipe Scolari yang sudah memiliki pengalaman 13 tahun menjadi pelatih tim nasional. Bagi Deschamps, dua tahun masa kerjanya juga tak layak dikeluhkan, karena dia baru mencatat satu kekalahan dari 31 pertandingan yang dijalani Ayam Jantan.
Sekaligus menjadi kekalahan pertama bagi Deschamps sebagai pemain maupun pelatih tim nasional Prancis. “Prancis sudah melakukan apa yang harus dilakukan. Persoalannya kami belum memiliki cukup pengalaman untuk menghadapi tekanan di Piala Dunia. Saya optimistis tim ini akan terus berkembang,” tutur Deschamps kepada L'Equipe.
Eks kapten tim Prancis saat juara pada 1998 tersebut harus melakukan tugas 'cuci piring' setelah kekacauan di Piala Dunia 2010. Paling tidak kerja kerasnya kini mulai menampakkan hasil, karena sebenarnya target minimal Prancis adalah lolos fase grup. Dan mencapai perempatfinal adalah bonus.
Masih tetap dipertahankan sebagai pelatih, Deschamps memiliki prospek bagus untuk Euro 2016. Kendati tidak memiliki generasi emas seperti pada era 1998, Prancis tampaknya tak sulit untuk mendominasi Eropa. “Saya tetap bangga dengan kerja keras pemain di Brasil. Kami akan berupaya keras lebih baik dari ini,” imbuh Deschamps.
Canggung dalam menghadapi tekanan, bisa dirasakan jelas dalam performa Prancis kontra Jerman. Paul Pogba seperti kehilangan sentuhan seperti laga-laga sebelumnya, Karim Benzema kurang cermat dalam pengambilan keputusan, hingga Raphael Varane dan Mamadou Sakho yang nervous menghadapi penetrasi tim Panser.
Respons seperti itu bisa diterjemahkan sebagai minimnya pengalaman dalam menghadapi tekanan. Sedangkan Jerman sendiri bermain dengan atitude sebaliknya. Jerman lebih sabar, tenang, berusaha tidak panik sedikit pun ketika pemain-pemain Prancis mulai melakukan serbuan.
“Kami sangat kecewa dengan kekalahan di perempatfinal, karena sesungguhnya kami dalam level setara dengan Jerman. Tapi kekalahan ini membuat kami sadar bahwa Prancis memiliki tim muda yang bisa terus berkembang dan memiliki prospek bagus di masa depan. Kami harus menyambut itu dengan antusias,” cetus Yohann Cabaye.
(wbs)