Kolong Pintu dan Surat Cinta Ayah untuk Pitha Haningtyas Mentari

Sabtu, 18 Mei 2024 - 19:09 WIB
"Jadi pas aku minta untuk sekolah aja dan berhenti bulu tangkis, aku kunci kamar, aku kirim surat lewat kolong bawah pintu dan nulis bahwa aku mau berhenti bulu tangkis. Terus Ayah kirim surat balik dan dia bilang jangan berhenti karena aku harapan satu-satunya Ayah di bulu tangkis. Terus aku buka pintu sambil nangis dan tetep masih kayak enggak mau main bulu tangkis," kenang Tari.



"Aku merasa apa yang dikorbankan keluarga sama apa yang aku udah kasih tuh enggak sebanding. Rumah aku kan jauh mau kemana-mana, sedangkan aku ikut pertandingan open tuh bisa naik motor sama Ayah terus kehujanan dan Ayah aku harus cuti gitu. Jadi kayaknya enggak sebanding karena bulu tangkis kan bisa dibilang olahraga yang mahal ya pada saat itu, kayak buat beli baju, beli raket, beli sepatu, dan beli tas," lanjutnya.

Namun, hingga duduk di bangku SMP Tari tetap menjalankan bulu tangkis dan sekolah secara bersamaan. Tapi, pemain kelahiran Jakarta 1 Juli 1999 itu mulai kesulitan membagi waktunya antara bulu tangkis dan sekolah, terlebih saat itu ia berada di kelas bilingual. Belum lagi, masuk sekolah dimulai pukul 06.30 WIB dan beberapa kali ia harus bolos kelas pagi karena harus menjalani latihan.

"Waktu sekolah bilingual di SMP itu itu aku merasa ternyata aku enggak sepintar itu untuk di sekolah. Mulai dari enggak suka, terus suka dan pas tiba-tiba masuk SMP aku jadi enggak suka lagi. Baru pas SMP ‘oh gini ya sekolah, ini susah ya guys otak ini tidak sanggup’ haha. Akhirnya aku pilih bulu tangkis aja," kata Tari yang teringat masa kecilnya dulu.

Perjalanan Tari di bulu tangkis pun terbilang mulus hingga akhirnya pada usia 18 tahun, tepatnya tahun 2017, ia bisa bermain di WJC. Menariknya lagi, ketika ia sedang fokus di sektor ganda putri, ia mendapat ajakan dari Rinov untuk bermain di ganda campuran secara mendadak. Tawaran itu muncul dari Rinov hanya dalam waktu dua minggu jelang WJC 2017.

"Awalnya Rinov nge-chat, dia nanya ‘lu mau enggak kalau main mix (ganda campuran)’ tapi katanya main di WJC. Ya aku kira bercanda kan, kayak apa nih, tiba-tiba dan langsung main di WJC banget. Sedangkan pada saat itu aku sadar bahwa Rinov salah satu unggulan di ganda campuran, yang mana dia masuk pun sudah punya prestasi di ganda campuran. Jadi ada pressure tersendiri," kenang Tari.

"Waktu itu dia memang ngobrol sama coach Nova (Widianto, pelatih ganda campuran pratama saat itu) dan yang dipilih aku. Aku kurang tahu juga sebenernya, pastinya tuh gimana. Cuma dia sempet bilang bahwa dia diskusi sama coach Nova dan coba aja gitu, dan saya mengiyakan," jelas pemain didikan PB Jaya Raya tersebut.

Namun, siapa yang menyangka duet dadakan tersebut malah membuahkan hasil. Meski hanya ditempatkan unggulan 11, tetapi langkah Rinov/Tari mampu melaju jauh. Bahkan lawan-lawan yang mereka hadapi sejak babak 64 besar tidaklah mudah. Mereka sukses melibas wakil-wakil dari negara sulit seperti Jepang, Korea Selatan, Thailand, China, hingga di final menaklukkan rekan senegara, Rehan Naufal Kusharjanto/Siti Fadia Silva Ramadhanti.

"Sebenarnya enggak nyangka kalau akhirnya jadi juara di WJC itu. Padahal dari delapan besar sampai final, gim pertama aku kalah terus. Aku sama Rinov cuma udah nekat aja, dan kalau kita ngomong udah nekat aja, terserah aja dia mau mukul gimana yang penting kita poin. Omongan sama Rinov harus juara sih kayaknya enggak ada, tapi aku juga punya kemauan aku sendiri," kata Tari.
Halaman :
tulis komentar anda
Follow
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Video Rekomendasi
Berita Terkait
Rekomendasi
Terpopuler
Berita Terkini More