Profil Jan Lekatompessy, Kakek Tijjani dan Eliano Reijnders Orang Asli Ambon Maluku
Kamis, 26 September 2024 - 14:04 WIB
Jan Lekatompessy yang merupakan kakek dari Tijjani dan Eliano Reijnders akan dibahas profilnya dalam artikel ini. Diketahui jika Eliano Reijnders selangkah lagi mengambil sumpah WNI bersama dengan Mees Hilgers.
Komisi III DPR RI juga telah menyetujui pertimbangan pemberian kewarganegaraan untuk dua pemain keturunan, Mees Hilgers dan Eliano Reijners. Meskipun Emiliano akan membela Indonesia, sang kakak yakni Tijani Reijnders memilih untuk membela Timnas Belanda.
Eliano Reijnders direncanakan bisa secepatnya bergabung, jelang bentrok kontra Bahrain dan China. Itu berarti, pemain serba bisa yang masih berusia 23 tahun bakal masuk starting XI Shin Tae-yong.
Laga kualifikasi Piala Dunia 2026 Zona Asia kontra Bahrain akan digelar 10 Oktober mendatang, sedangkan melawan China lima hari berselang. Dalam dua laga tersebut, Indonesia diharapkan dapat memetik tiga poin penuh.
Mencuatnya nama Tijjani dan Eliano Reijnders ini membuat sosok Jan Lekatompessy yang merupakan kakek mereka, dan membuat mereka berdua memiliki darah Indonesia lantas mulai banyak disorot.
Jan Lekatompessy diketahui lahir di Jatinegara pada 29 Desember 1947. Meski lahir di Ibu Kota, Lekatompessy merupakan fam Maluku yang berasal dari Negeri Latuhalat, kecamatan Nusaniwe, Kota Ambon.
Informasi tentang Jan Lekatompessy memanglah masih minim, namun diketahui jika dirinya adalah ayah dari Angelina Syane Lekatompessy yang merupakan ibu dari Tijjani dan Eliano Reijnders.
Angelina lahir di Jakarta pada 18 November 1976. Dirinya menikah dengan pria Belanda bernama Martin Reijnders, seorang pesepak bola asal Zwolle.
Eliano telah memutuskan untuk membela Indonesia, didorong oleh latar belakang keluarganya dari Maluku, yang diwarisi dari sang ibu. Keputusan ini tidak hanya membawa cerita menarik dalam sepak bola internasional tetapi juga menyoroti pentingnya akar dan identitas dalam keputusan seorang atlet.
Pilihan karier internasional kedua bersaudara ini menjadi topik hangat di kalangan penggemar sepak bola, khususnya di Indonesia dan Belanda. Kisah mereka mencerminkan bagaimana sepak bola modern tidak hanya sekadar pertandingan di lapangan, tetapi juga tentang representasi, identitas, dan pilihan pribadi.
Komisi III DPR RI juga telah menyetujui pertimbangan pemberian kewarganegaraan untuk dua pemain keturunan, Mees Hilgers dan Eliano Reijners. Meskipun Emiliano akan membela Indonesia, sang kakak yakni Tijani Reijnders memilih untuk membela Timnas Belanda.
Eliano Reijnders direncanakan bisa secepatnya bergabung, jelang bentrok kontra Bahrain dan China. Itu berarti, pemain serba bisa yang masih berusia 23 tahun bakal masuk starting XI Shin Tae-yong.
Laga kualifikasi Piala Dunia 2026 Zona Asia kontra Bahrain akan digelar 10 Oktober mendatang, sedangkan melawan China lima hari berselang. Dalam dua laga tersebut, Indonesia diharapkan dapat memetik tiga poin penuh.
Profil Jan Lekatompessy
Mencuatnya nama Tijjani dan Eliano Reijnders ini membuat sosok Jan Lekatompessy yang merupakan kakek mereka, dan membuat mereka berdua memiliki darah Indonesia lantas mulai banyak disorot.
Jan Lekatompessy diketahui lahir di Jatinegara pada 29 Desember 1947. Meski lahir di Ibu Kota, Lekatompessy merupakan fam Maluku yang berasal dari Negeri Latuhalat, kecamatan Nusaniwe, Kota Ambon.
Informasi tentang Jan Lekatompessy memanglah masih minim, namun diketahui jika dirinya adalah ayah dari Angelina Syane Lekatompessy yang merupakan ibu dari Tijjani dan Eliano Reijnders.
Angelina lahir di Jakarta pada 18 November 1976. Dirinya menikah dengan pria Belanda bernama Martin Reijnders, seorang pesepak bola asal Zwolle.
Eliano telah memutuskan untuk membela Indonesia, didorong oleh latar belakang keluarganya dari Maluku, yang diwarisi dari sang ibu. Keputusan ini tidak hanya membawa cerita menarik dalam sepak bola internasional tetapi juga menyoroti pentingnya akar dan identitas dalam keputusan seorang atlet.
Pilihan karier internasional kedua bersaudara ini menjadi topik hangat di kalangan penggemar sepak bola, khususnya di Indonesia dan Belanda. Kisah mereka mencerminkan bagaimana sepak bola modern tidak hanya sekadar pertandingan di lapangan, tetapi juga tentang representasi, identitas, dan pilihan pribadi.
(yov)
tulis komentar anda