Pahlawan Olahraga, Rexy Mainaky Si Peraih Emas Olimpiade Atlanta 1996
Senin, 16 Agustus 2021 - 09:01 WIB
Eky yang saat itu berusia 14 tahun mengikuti saran dari ayahnya. Dia lalu ikut seleksi untuk mewakili Maluku di pertandingan Pekan Olahraga Pelajar Seluruh Indonesia (POPSI). Dia berhasil maju mewakili Maluku, tapi gagal lolos dari babak grup. Meski begitu, pemerintah Maluku mengusulkannya untuk belajar di sekolah atlet Ragunan.
Pada 1985 Eky terbang ke Jakarta menyusul sang kakak, Richard Mainaky, yang sudah lebih dulu menginjakan kaki di ibu kota. Eky menunjukan kegigihan dan keseriusan dalam latihan sehingga dia menjadi penghuni tetap di Ragunan.
Eky menjuarai Kejuaraan Pelajar se-ASEAN di Singapura. Dia juara di nomor tunggal dan ganda putra. Setelah lulus dari Ragunan, dia hampir bergabung dengan klub raksasa asal kudus PB Djarum . Namun, dia akhirnya bergabung dengan klub Tangkas setelah menerima saran dari Darius Pongoh.
Prestasinya terus meningkat sejak itu, Eky dan Richard memberi banyak gelar untuk Tangkas. Meski berprestasi, pemuda Ternate itu sempat hampir menyerah karena tidak dipanggil ke Pelatnas. Padahal dia sudah menjadi juara DKI Jakarta dan juara di seleksi nasional.
Akhirnya kesempatan itu datang pada September 1990. Eky saat itu selesai juara tunggal putra, ganda putra dan ganda campuran dalam suatu turnamen. Christian Hadinata yang menjadi pelatih ganda putra di tim nasional, mendatangi Eky dan memberikan tawaran untuk masuk pelatnas, dengan syarat Eky tidak lagi bermain di tunggal putra dan ganda campuran.
Eky menerima tawaran itu dan dipasangkan dengan Thomas Indratjaya di tahun pertamanya. Pasangan emasnya, Ricky Subagja, saat itu masih dipasangkan dengan sang kakak, Richard.
Singkat cerita, Koh Chris –panggilan Christian Hadinata- menawarkan Eky untuk dipasangkan dengan Rudy Gunawan atau Ricky Subagja. Dia pun memilih Ricky sebagai duetnya karena dari segi umur tidak jauh jadi tidak sungkan selama di lapangan. Selain itu, Gunawan saat itu sudah terkenal dan Eky takut itu menjadi beban baginya.
Pilihan itu ternyata sangat tepat, Rexy/Ricky menjadi pasangan yang sangat kuat yang dimiliki Indonesia saat itu. Sejak akhir 1992, mereka memenangkan empat turnamen beruntun, termasuk World Grand Prix Finals. Nama mereka mulai naik dan diperhitungkan di mata dunia.
Rexy/Ricky adalah roda penggerak penting dalam mesin bulu tangkis Indonesia yang membuat mereka merebut empat gelar Piala Thomas berturut-turut dari 1994 hingga 2000. Setelah kalah di final 1992 dari Cheah Soon Kit/Soo Beng Kiang yang membuat Malaysia merebut kembali gelar setelah 1967, Ricky/Rexy kemudian membangun reputasi yang bagus di Piala Thomas.
Hingga paruh kedua 1990-an, pasangan Rexy/Ricky memenangkan lebih dari 30 gelar internasional, termasuk tiga Kejuaraan Dunia, empat Indonesia Terbuka, tiga Final Grand Prix Dunia, dua All England, dan satu hat-trick di Jepang Terbuka.
Pada 1985 Eky terbang ke Jakarta menyusul sang kakak, Richard Mainaky, yang sudah lebih dulu menginjakan kaki di ibu kota. Eky menunjukan kegigihan dan keseriusan dalam latihan sehingga dia menjadi penghuni tetap di Ragunan.
Eky menjuarai Kejuaraan Pelajar se-ASEAN di Singapura. Dia juara di nomor tunggal dan ganda putra. Setelah lulus dari Ragunan, dia hampir bergabung dengan klub raksasa asal kudus PB Djarum . Namun, dia akhirnya bergabung dengan klub Tangkas setelah menerima saran dari Darius Pongoh.
Prestasinya terus meningkat sejak itu, Eky dan Richard memberi banyak gelar untuk Tangkas. Meski berprestasi, pemuda Ternate itu sempat hampir menyerah karena tidak dipanggil ke Pelatnas. Padahal dia sudah menjadi juara DKI Jakarta dan juara di seleksi nasional.
Akhirnya kesempatan itu datang pada September 1990. Eky saat itu selesai juara tunggal putra, ganda putra dan ganda campuran dalam suatu turnamen. Christian Hadinata yang menjadi pelatih ganda putra di tim nasional, mendatangi Eky dan memberikan tawaran untuk masuk pelatnas, dengan syarat Eky tidak lagi bermain di tunggal putra dan ganda campuran.
Eky menerima tawaran itu dan dipasangkan dengan Thomas Indratjaya di tahun pertamanya. Pasangan emasnya, Ricky Subagja, saat itu masih dipasangkan dengan sang kakak, Richard.
Singkat cerita, Koh Chris –panggilan Christian Hadinata- menawarkan Eky untuk dipasangkan dengan Rudy Gunawan atau Ricky Subagja. Dia pun memilih Ricky sebagai duetnya karena dari segi umur tidak jauh jadi tidak sungkan selama di lapangan. Selain itu, Gunawan saat itu sudah terkenal dan Eky takut itu menjadi beban baginya.
Pilihan itu ternyata sangat tepat, Rexy/Ricky menjadi pasangan yang sangat kuat yang dimiliki Indonesia saat itu. Sejak akhir 1992, mereka memenangkan empat turnamen beruntun, termasuk World Grand Prix Finals. Nama mereka mulai naik dan diperhitungkan di mata dunia.
Rexy/Ricky adalah roda penggerak penting dalam mesin bulu tangkis Indonesia yang membuat mereka merebut empat gelar Piala Thomas berturut-turut dari 1994 hingga 2000. Setelah kalah di final 1992 dari Cheah Soon Kit/Soo Beng Kiang yang membuat Malaysia merebut kembali gelar setelah 1967, Ricky/Rexy kemudian membangun reputasi yang bagus di Piala Thomas.
Hingga paruh kedua 1990-an, pasangan Rexy/Ricky memenangkan lebih dari 30 gelar internasional, termasuk tiga Kejuaraan Dunia, empat Indonesia Terbuka, tiga Final Grand Prix Dunia, dua All England, dan satu hat-trick di Jepang Terbuka.
tulis komentar anda