Sejarah Panjang Dunia Sepak Bola Melawan Penindasan

Rabu, 03 Juni 2020 - 06:01 WIB
Penyerang Liverpool, Robbie Fowler (kiri) saat ikut demo buruh pelabuhan. Foto: Football Joe
LONDON - Jadon Sancho dan Marcus Thuram cuma puncak gunung es perlawanan insan sepak bola dunia terhadap penindasaan yang dialami warga kulit hitam Amerika Serikat. Jauh sebelum keduanya lahir, sepak bola sudah ambil bagian dalam sejarah melawan praktik penindasan.

Saat ini dunia tengah menyoroti praktik rasisme, diskriminasi, pelanggaran HAM, dan penindasan terhadap warga kulit hitam di Amerika Serikat. Kematian George Floyd seperti membuka mata kita, bahwa setiap yang menggerus kemanusiaan perlu mendapat perlawanan sengit.

Dunia sepak bola tidak mau bungkam. Ketika perayaan gol bersama Borussia Dortmund dalam lanjutan Bundesliga, Jadon Sancho (20 tahun) menyuarakan perlawanan terhadap penindasaan di AS. Begitu pun Marcus Thuram (22 tahun) ketika ia membuat selebrasi gol sambil berlutut. (Baca juga: FIFA Bicara Soal Kematian George Floyd )





Gelombang protes kini tak cuma di tingkatan pemain. Klub secara kolektif memperlihatkan sikap mereka melawan penindasan warga kulit hitam di Amerika Serikat. Misalnya Liverpool, ketika menggelar sesi latihan, para pemain mereka berkumpul sambil berlutut di area kick-off sebagai bentuk sikap.

Namun seperti sudah disinggung, jauh sebelum hari ini, sepak bola hampir tidak pernah absen mengawal masalah-masalah keadilan sosial. Pada tahun 1980 kita mengenal Socrates, pemain Timnas Brasil yang menentang rezim militer diktaktor di negaranya.

Di lapangan, Socrates sering membawa pesan bahwa rakyat juga berhak mengemukakan pendapat. Tak jarang ia menggelar pertemuan-pertemuan di dekat stadion, dengan kedok membicarakan sepak bola, tetapi membicarakan demokrasi. (Baca juga: Kematian George Floyd Picu Kemarahan Michael Jordan )

Dua tahun sebelum itu, gelandang Timnas Jerman, Paul Breitner, juga terlibat dalam urusan politik. Bedanya, Breitner fokus menyoroti kekejaman junta militer Jorge Rafael Videla di Argentina. Puncaknya pada Piala Dunia 1978 di Argentina, Breitner menolak bermain karena menolak junta militer di negara itu.

Pada era 1990an, pengaruh sepak bola dalam urusan politik masih kental. Salah satunya ketika penyerang Liverpool, Robbie Fowler ikut aksi demonstrasi buruh pelabuhan di tahun 1997. Dia bahkan menuliskan pesan pro buruh di kaos yang dikenakan ketika pertandingan. Usai mencetak gol, Fowler selalu memamerkan pesan-pesan tersebut.

Sekarang ini sepak bola kembali memperlihatkan pengaruhnya terhadap permasalahan sosial dan politik. Orang-orang seperti Jadon Sancho dan Marcus Thuram, dianggap cuma puncak gunung es perlawanan terhadap penindasan etnis kulit hitam di AS. Achraf Hakimi, Raheem Sterling, Paul Pogba, dan Marcus Rashford juga sudah mulai bergerak menyuarakan kegeliasahan mereka.
(bbk)
tulis komentar anda
Follow
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Video Rekomendasi
Berita Terkait
Rekomendasi
Terpopuler
Berita Terkini More