Akhir Persaingan Kompetisi Domestik di Benua Eropa
loading...
A
A
A
TURIN - Jika Bundesliga, Primera Liga, Liga Primer, dan Seri A akhirnya bisa berlangsung, tentu bukan tanpa perjuangan. Komitmen dari federasi, penyelenggara kompetisi, dan pelaku industri sepak bola adalah kunci bagaimana akhirnya empat kompetisi elite Eropa itu bisa berakhir dengan mulus.
Sempat diragukan karena pandemi Covid-19 masih menghantui dan keputusan Ligue 1 (Prancis) dan Eredivisie (Belanda) menghentikan kompetisi, tidak membuat Seri A, Bundesliga, Primera Liga, dan Liga Primer patah arang.
Berbagai tahapan pun dijalani dengan sangat baik. Menerapkan protokol kesehatan ketat di markas latihan, uji swab rutin kepada tim, ofisial, hingga memulai sesi latihan individu, kelompok kecil sampai kelompok besar. Sepinya stadion tanpa kehadiran penonton justru memacu kreativitas. Dengan bantuan teknologi, penyelenggara menyiapkan audio riuhnya penonton agar atmosfer pertandingan tetap terjaga. (Baca: 9 Pemimpin Militer Paling Berdarah Sepanjang Sejarah)
Perlahan roda empat kompetisi elite Eropa mampu digulirkan kembali pascaterhenti sekitar tiga bulan. Bundesliga Jerman mengawali langkah berani tersebut. Setelah berkonsultasi dengan pemerintah dan otoritas kesehatan, Bundesliga yang terhenti sejak 13 Maret, dilanjutkan kembali secara tertutup pada 16 Mei dan rampung 27 Juni 2020. Bayern Muenchen keluar sebagai juara musim ini sekaligus menjadi klub tersukses dengan total 30 gelar Bundesliga.
Langkah Bundesliga diikuti Primera Liga Spanyol yang memulai kembali kompetisi 11 Juni setelah terhenti sejak 12 Maret. Otoritas La Liga membagi tiga tahap. Pertama, pertandingan dimainkan setiap hari hingga 13 Juli. Tahap kedua dimainkan pada 16 Juli dan putaran terakhir pada 19 Juli. Pada 16 Juli, Real Madrid memenangkan Primer Liga untuk ke-34 kali.
Semangat juga ditunjukkan Liga Primer. Dihentikan 13 Maret, kompetisi Elite Inggris tersebut dimulai kembali dengan menggelar dua pertandingan 17 Juli sebelum pertandingan secara penuh dimainkan selama akhir pekan hingga 26 Juli. Liverpool keluar sebagai juara Liga Primer setelah puasa selama 30 tahun.
Sementara Seri A, sesuai prediksi, momen Juventus untuk menyandang sebagai pemilik sah scudetto musim ini akhirnya tiba, Senin (27/7/2020). Tim berjuluk La Vecchia Signora tersebut menjadi juara seusai menundukkan Sampdoria 2-0 di Allianz Stadium. (Baca juga: Samantha Stosur Masih Enggan Mundur)
Gol-gol dari Cristiano Ronaldo (45+7) dan Federico Bernardeschi (67) membuat Juve kokoh di klasemen sementara Seri A dengan 83 poin, Unggul tujuh poin dari rival terdekat Inter Milan, Leonardo Bonucci dkk tidak mungkin terkejar meski memiliki dua pertandingan sisa.
Bagi Juve, ini merupakan gelar kesembilan beruntun Juve setelah musim 2011/2012, 2012/2013, 2013/2014, 2014/2015, 2015/2016, 2016/2017, 2017/2018, 2018/2019. Itu kian menasbihkan mereka sebagai tim terkuat di Seri A dengan mengoleksi gelar terbanyak (36 gelar).
Pelatih Juve Maurizio Sarri didaulat sebagai pelatih tertua yang memenangkan gelar Seri A, berusia 61 tahun dan 6 bulan. Sarri melampaui rekor sebelumnya yang dipegang Nils Liedholm di AS Roma pada tahun 1983, berusia 60 tahun dan 7 bulan.
Keberhasilan membawa Juve menjadi klub pertama di lima kompetisi top Eropa yang menjuarai sembilan gelar berturut-turut membuat Sarri begitu semringah. Terlebih ini merupakan gelar keduanya dalam karier kepelatihannya setelah Liga Europa bersama Chelsea (2018/2019).
Sarri mengungkapkan menjuarai scudetto adalah sesuatu yang spesial. Dia mengatakan pekerjaannya terasa lebih mudah karena memiliki pemain-pemain berkualitas yang selalu termotivasi untuk menang. “Ini bukan seperti jalan di taman. Itu panjang, sulit, menegangkan, dan para pemain layak mendapat banyak pujian karena terus menemukan rasa lapar dan tekad untuk terus mengejar setelah delapan gelar scudetto berturut-turut,” kata Sarri, dilansir football-italia.net. (Baca juga: Keajaiban Kayangan Api, Tempat Semedi Pembuat Keris Majaphit)
Sarri juga menganggap dukungan dari petinggi klub sama pentingnya. Dia mengatakan Presiden Andrea Agnelli dan Direktur Fabio Paratici yang menghadiri sesi latihan setiap hari, datang bertukar ide, melihat apakah tim memerlukan sesuatu. Itulah salah satu kunci sukses Juve merajai Seri A selama bertahun-tahun.
Pelatih kelahiran Naples, Italia, tersebut tidak memungkiri masih banyak kekurangan yang harus diperbaiki agar musim depan jauh lebih baik, terutama di lini pertahanan. Maklum, Juve menjadi klub dengan pertahanan terburuk yang menjuarai scudetto dalam 60 tahun terakhir.
Sepanjang musim ini, Juve telah kebobolan 38 gol dalam 36 pertandingan, lebih banyak dari pemenang scudetto lainnya sejak 1960/1961. Catatan buruk sebelumnya juga ditorehkan Juve di bawah Pelatih Carlo Parola. Padahal, sejak menjadi juara pada 2011/2012, jumlah kebobolan terbanyak adalah 30 gol pada musim 2018/2019.
Juve bahkan hanya kebobolan 20 gol pada musim 2011/2012 dan 2015/2016. La Vecchia Signora juga hanya melakukan 12 clean sheet dalam 36 pertandingan atau paling sedikit selama merajai Seri A sejak 2011/2012 (16 clean sheet). Sementara yang terbanyak adalah pada musim 2012/2013 dan 2013/2014 (24 clean sheet).
Namun, Juve musim ini cukup produktif. Mereka mencetak 75 gol dan mengumpulkan 83 poin. Mereka memenangkan 26 pertandingan, imbang 5 kali, dan hanya kalah 5 kali. Karena itu, Sarri berharap fans bersabar karena segala sesuatunya memerlukan proses. “Anda tidak bisa langsung masuk ke klub yang telah memenangkan gelar selama delapan tahun berturut-turut dan segera mencoba melakukan perubahan,"sebut Sarri. (Lihat video: Kawanan Monyet Liar Serbu Permukiman Warga di Lembang Bandung)
Proses yang sedang berjalan diamini Bonucci. Dia mengatakan kedatangan Sarri musim panas lalu sempat membuat para pemain kesulitan beradaptasi dengan metode dan gaya pelatihan yang dibawa Sarri. Tapi, bek Italia tersebut senang karena kerja keras seluruh anggota tim berbuah gelar scudetto kesembilan beruntun yang dianggapnya spesial karena diraih di tengah pandemi Covid-19 dan tanpa kehadiran fans di stadion.
Bonucci berharap dapat memberikan kado lainnya bagi fans, yakni Liga Champions. Juve akan berhadapan dengan Olympique Lyon di leg kedua babak 16 besar, 8 Agustus mendatang. “Kami kadang-kadang berjuang menafsirkan filosofi pelatih. Tapi, kami tetap tim,. Kami bekerja sebagai lelaki sejati ketimbang pesepak bola, “ ujar Bonucci. (Alimansyah)
Sempat diragukan karena pandemi Covid-19 masih menghantui dan keputusan Ligue 1 (Prancis) dan Eredivisie (Belanda) menghentikan kompetisi, tidak membuat Seri A, Bundesliga, Primera Liga, dan Liga Primer patah arang.
Berbagai tahapan pun dijalani dengan sangat baik. Menerapkan protokol kesehatan ketat di markas latihan, uji swab rutin kepada tim, ofisial, hingga memulai sesi latihan individu, kelompok kecil sampai kelompok besar. Sepinya stadion tanpa kehadiran penonton justru memacu kreativitas. Dengan bantuan teknologi, penyelenggara menyiapkan audio riuhnya penonton agar atmosfer pertandingan tetap terjaga. (Baca: 9 Pemimpin Militer Paling Berdarah Sepanjang Sejarah)
Perlahan roda empat kompetisi elite Eropa mampu digulirkan kembali pascaterhenti sekitar tiga bulan. Bundesliga Jerman mengawali langkah berani tersebut. Setelah berkonsultasi dengan pemerintah dan otoritas kesehatan, Bundesliga yang terhenti sejak 13 Maret, dilanjutkan kembali secara tertutup pada 16 Mei dan rampung 27 Juni 2020. Bayern Muenchen keluar sebagai juara musim ini sekaligus menjadi klub tersukses dengan total 30 gelar Bundesliga.
Langkah Bundesliga diikuti Primera Liga Spanyol yang memulai kembali kompetisi 11 Juni setelah terhenti sejak 12 Maret. Otoritas La Liga membagi tiga tahap. Pertama, pertandingan dimainkan setiap hari hingga 13 Juli. Tahap kedua dimainkan pada 16 Juli dan putaran terakhir pada 19 Juli. Pada 16 Juli, Real Madrid memenangkan Primer Liga untuk ke-34 kali.
Semangat juga ditunjukkan Liga Primer. Dihentikan 13 Maret, kompetisi Elite Inggris tersebut dimulai kembali dengan menggelar dua pertandingan 17 Juli sebelum pertandingan secara penuh dimainkan selama akhir pekan hingga 26 Juli. Liverpool keluar sebagai juara Liga Primer setelah puasa selama 30 tahun.
Sementara Seri A, sesuai prediksi, momen Juventus untuk menyandang sebagai pemilik sah scudetto musim ini akhirnya tiba, Senin (27/7/2020). Tim berjuluk La Vecchia Signora tersebut menjadi juara seusai menundukkan Sampdoria 2-0 di Allianz Stadium. (Baca juga: Samantha Stosur Masih Enggan Mundur)
Gol-gol dari Cristiano Ronaldo (45+7) dan Federico Bernardeschi (67) membuat Juve kokoh di klasemen sementara Seri A dengan 83 poin, Unggul tujuh poin dari rival terdekat Inter Milan, Leonardo Bonucci dkk tidak mungkin terkejar meski memiliki dua pertandingan sisa.
Bagi Juve, ini merupakan gelar kesembilan beruntun Juve setelah musim 2011/2012, 2012/2013, 2013/2014, 2014/2015, 2015/2016, 2016/2017, 2017/2018, 2018/2019. Itu kian menasbihkan mereka sebagai tim terkuat di Seri A dengan mengoleksi gelar terbanyak (36 gelar).
Pelatih Juve Maurizio Sarri didaulat sebagai pelatih tertua yang memenangkan gelar Seri A, berusia 61 tahun dan 6 bulan. Sarri melampaui rekor sebelumnya yang dipegang Nils Liedholm di AS Roma pada tahun 1983, berusia 60 tahun dan 7 bulan.
Keberhasilan membawa Juve menjadi klub pertama di lima kompetisi top Eropa yang menjuarai sembilan gelar berturut-turut membuat Sarri begitu semringah. Terlebih ini merupakan gelar keduanya dalam karier kepelatihannya setelah Liga Europa bersama Chelsea (2018/2019).
Sarri mengungkapkan menjuarai scudetto adalah sesuatu yang spesial. Dia mengatakan pekerjaannya terasa lebih mudah karena memiliki pemain-pemain berkualitas yang selalu termotivasi untuk menang. “Ini bukan seperti jalan di taman. Itu panjang, sulit, menegangkan, dan para pemain layak mendapat banyak pujian karena terus menemukan rasa lapar dan tekad untuk terus mengejar setelah delapan gelar scudetto berturut-turut,” kata Sarri, dilansir football-italia.net. (Baca juga: Keajaiban Kayangan Api, Tempat Semedi Pembuat Keris Majaphit)
Sarri juga menganggap dukungan dari petinggi klub sama pentingnya. Dia mengatakan Presiden Andrea Agnelli dan Direktur Fabio Paratici yang menghadiri sesi latihan setiap hari, datang bertukar ide, melihat apakah tim memerlukan sesuatu. Itulah salah satu kunci sukses Juve merajai Seri A selama bertahun-tahun.
Pelatih kelahiran Naples, Italia, tersebut tidak memungkiri masih banyak kekurangan yang harus diperbaiki agar musim depan jauh lebih baik, terutama di lini pertahanan. Maklum, Juve menjadi klub dengan pertahanan terburuk yang menjuarai scudetto dalam 60 tahun terakhir.
Sepanjang musim ini, Juve telah kebobolan 38 gol dalam 36 pertandingan, lebih banyak dari pemenang scudetto lainnya sejak 1960/1961. Catatan buruk sebelumnya juga ditorehkan Juve di bawah Pelatih Carlo Parola. Padahal, sejak menjadi juara pada 2011/2012, jumlah kebobolan terbanyak adalah 30 gol pada musim 2018/2019.
Juve bahkan hanya kebobolan 20 gol pada musim 2011/2012 dan 2015/2016. La Vecchia Signora juga hanya melakukan 12 clean sheet dalam 36 pertandingan atau paling sedikit selama merajai Seri A sejak 2011/2012 (16 clean sheet). Sementara yang terbanyak adalah pada musim 2012/2013 dan 2013/2014 (24 clean sheet).
Namun, Juve musim ini cukup produktif. Mereka mencetak 75 gol dan mengumpulkan 83 poin. Mereka memenangkan 26 pertandingan, imbang 5 kali, dan hanya kalah 5 kali. Karena itu, Sarri berharap fans bersabar karena segala sesuatunya memerlukan proses. “Anda tidak bisa langsung masuk ke klub yang telah memenangkan gelar selama delapan tahun berturut-turut dan segera mencoba melakukan perubahan,"sebut Sarri. (Lihat video: Kawanan Monyet Liar Serbu Permukiman Warga di Lembang Bandung)
Proses yang sedang berjalan diamini Bonucci. Dia mengatakan kedatangan Sarri musim panas lalu sempat membuat para pemain kesulitan beradaptasi dengan metode dan gaya pelatihan yang dibawa Sarri. Tapi, bek Italia tersebut senang karena kerja keras seluruh anggota tim berbuah gelar scudetto kesembilan beruntun yang dianggapnya spesial karena diraih di tengah pandemi Covid-19 dan tanpa kehadiran fans di stadion.
Bonucci berharap dapat memberikan kado lainnya bagi fans, yakni Liga Champions. Juve akan berhadapan dengan Olympique Lyon di leg kedua babak 16 besar, 8 Agustus mendatang. “Kami kadang-kadang berjuang menafsirkan filosofi pelatih. Tapi, kami tetap tim,. Kami bekerja sebagai lelaki sejati ketimbang pesepak bola, “ ujar Bonucci. (Alimansyah)
(ysw)