Air Mata La Dea di Estadio do Sport Lisboa
loading...
A
A
A
LISABON - Kisah ajaib Atalanta di Liga Champions musim ini harus berakhir dengan air mata. La Dea kalah 1-2 dari Paris Saint-Germain (PSG) di Estadio do Sport Lisboa, Kamis (13/8/2020), hanya dalam waktu dua menit menjelang laga bubar.
Terasa menyesakkan lantaran mimpi indah Atalanta berprestasi di level tertinggi Eropa dirusak di masa perpanjangan waktu jelang akhir pertandingan. Dua gol kemenangan PSG yang dicetak Marquinhos dan Eric Maxim Choupo-Moting diciptakan pada menit ke-90 dan ke-90+3. Padahal, Atalanta sudah unggul sejak menit ke-26 lewat Mario Palasic.
Wajar jika media Italia memberikan apresiasi luar biasa. Ada yang menyebut Atalanta hanya tidak beruntung sehingga harus pulang dari Portugal. Ada pula yang menulis permainan Atalanta sudah membanggakan Italia. Ini mengacu pada realitas bahwa La Dea menjadi tim Italia terakhir di Liga Champions. (Baca: Gasperini Akui Atalanta Bisa Kalah dari PSG karena Neymar)
Kekalahan tersebut mengakhiri perjalanan Atalanta di Liga Champions . Begitu istimewa mengingat ini merupakan pertama kali mereka berpartisipasi di kompetisi elite Benua Biru sejak klub tersebut berdiri 17 Oktober 1907 atau 112 tahun silam.
Kekecewaan pun dirasakan Pelatih Gianpiero Gasperini. Dia mengatakan kebobolan dua gol di masa perpanjang waktu jelang akhir pertandingan begitu menyakitkan. Gasperini mengungkapkan Atalanta bisa saja kebobolan lebih awal dengan cara yang mungkin lebih baik.
“Kebobolan pada menit-menit akhir lebih menyakitkan. Kami mencapai menit ke-90 dengan keunggulan. Kami benar-benar siap dalam permainan, memiliki peluang, dan bisa bermain lebih baik dalam beberapa serangan balik. Tapi, sekali lagi, ini semua adalah tentang detail,” kata Gasperini, dilansir football-italia.net.
Faktor lain yang membuat Atalanta terlihat begitu kedodoran karena mereka bermain dua kali sepekan sepanjang Juli untuk menyelesaikan Seri A. Sementara PSG jauh lebih segar karena hanya menjalani dua pertandingan kompetitif sejak Maret. (Baca juga: Ilmuwan Jepang Bangunkan Mikroba yang tertidur Selama 100 Juta Tahun)
Kendati demikian, Gasperini enggan menjadikan hal itu sebagai kambing hitam. Pelatih berusia 62 tahun tersebut tetap membawa pasukannya pulang dengan kepala tegak. Dia bangga karena Atalanta telah berjuang luar biasa di Liga Champions sehingga fans mereka di Bergamo layak berpesta atas prestasi luar biasa tim.
Tidak diunggulkan sejak awal, Atalanta yang memiliki komposisi skuad sederhana benar-benar mengejutkan publik. Mengandalkan permainan kolektif dan disiplin tinggi, mereka keluar sebagai runner-up Grup C mendampingi Manchester City (Man City). Rafael Toloi dkk menyisihkan Valencia dengan agregat 8-4 di babak 16 besar sebelum kandas di tangan PSG.
Terasa menyesakkan lantaran mimpi indah Atalanta berprestasi di level tertinggi Eropa dirusak di masa perpanjangan waktu jelang akhir pertandingan. Dua gol kemenangan PSG yang dicetak Marquinhos dan Eric Maxim Choupo-Moting diciptakan pada menit ke-90 dan ke-90+3. Padahal, Atalanta sudah unggul sejak menit ke-26 lewat Mario Palasic.
Wajar jika media Italia memberikan apresiasi luar biasa. Ada yang menyebut Atalanta hanya tidak beruntung sehingga harus pulang dari Portugal. Ada pula yang menulis permainan Atalanta sudah membanggakan Italia. Ini mengacu pada realitas bahwa La Dea menjadi tim Italia terakhir di Liga Champions. (Baca: Gasperini Akui Atalanta Bisa Kalah dari PSG karena Neymar)
Kekalahan tersebut mengakhiri perjalanan Atalanta di Liga Champions . Begitu istimewa mengingat ini merupakan pertama kali mereka berpartisipasi di kompetisi elite Benua Biru sejak klub tersebut berdiri 17 Oktober 1907 atau 112 tahun silam.
Kekecewaan pun dirasakan Pelatih Gianpiero Gasperini. Dia mengatakan kebobolan dua gol di masa perpanjang waktu jelang akhir pertandingan begitu menyakitkan. Gasperini mengungkapkan Atalanta bisa saja kebobolan lebih awal dengan cara yang mungkin lebih baik.
“Kebobolan pada menit-menit akhir lebih menyakitkan. Kami mencapai menit ke-90 dengan keunggulan. Kami benar-benar siap dalam permainan, memiliki peluang, dan bisa bermain lebih baik dalam beberapa serangan balik. Tapi, sekali lagi, ini semua adalah tentang detail,” kata Gasperini, dilansir football-italia.net.
Faktor lain yang membuat Atalanta terlihat begitu kedodoran karena mereka bermain dua kali sepekan sepanjang Juli untuk menyelesaikan Seri A. Sementara PSG jauh lebih segar karena hanya menjalani dua pertandingan kompetitif sejak Maret. (Baca juga: Ilmuwan Jepang Bangunkan Mikroba yang tertidur Selama 100 Juta Tahun)
Kendati demikian, Gasperini enggan menjadikan hal itu sebagai kambing hitam. Pelatih berusia 62 tahun tersebut tetap membawa pasukannya pulang dengan kepala tegak. Dia bangga karena Atalanta telah berjuang luar biasa di Liga Champions sehingga fans mereka di Bergamo layak berpesta atas prestasi luar biasa tim.
Tidak diunggulkan sejak awal, Atalanta yang memiliki komposisi skuad sederhana benar-benar mengejutkan publik. Mengandalkan permainan kolektif dan disiplin tinggi, mereka keluar sebagai runner-up Grup C mendampingi Manchester City (Man City). Rafael Toloi dkk menyisihkan Valencia dengan agregat 8-4 di babak 16 besar sebelum kandas di tangan PSG.