Kisah Hegemoni Masa Lalu Der Panzer Seperti Cerita Spanyol

Kamis, 18 Oktober 2018 - 11:26 WIB
Kisah Hegemoni Masa Lalu Der Panzer Seperti Cerita Spanyol
Kisah Hegemoni Masa Lalu Der Panzer Seperti Cerita Spanyol
A A A
PARIS - Hegemoni Jerman yang tergerus mengindikasikan sepak bola tidak mengenal kejayaan abadi. Takdir membawa tim berjuluk Der Panzer tersebut merasakan periode kelam yang pernah dialami Spanyol.

Spanyol pernah berada pada puncak kegemilangan. Mereka berturut-turut memenangkan tiga gelar prestisius: Piala Eropa 2008, Piala Dunia 2010, dan Piala Eropa 2012.

Pada periode tersebut skuad La Furia Roja dihuni talenta-talenta hebat yang mempertontonkan permainan memukau bernama tiki-taka di bawah Pelatih Vicente del Bosque.

Sukses besar di Piala Dunia 2010 dan 2012 membuat Del Bosque tetap percaya membawa sebagian besar pemain andalannya ke Piala Dunia 2014. Namun, alih-alih melanjutkan kejayaan, Spanyol yang berstatus juara bertahan justru tersingkir di babak penyisihan grup.

Dari tiga pertandingan, La Furia Rojahanya mengemas satu kemenangan dan men derita dua kekalahan. Kini, kisah tragis Spanyol tidak jauh berbeda dengan Jerman.

Menjuarai Piala Dunia 2014 dan Piala Konfederasi 2017, Pelatih Joachim Loew tidak belajar dari kesalahan Del Bosque. Kepercayaan Loew terhadap pemain-pemain lawas dan mengesampingkan regenerasi berujung antiklimaks. Jerman hancur di Piala Dunia 2018.

Manuel Neuer dkk tersingkir lebih awal. Mereka menempati urutan ketiga klasemen akhir penyisihan grup. Sejak terlempar dari Rusia, grafik Jerman terus menukik. Dari empat pertandingan, Der Panzerhanya meraih satu kemenangan, satu imbang, dan dua kekalahan.

Dengan demikian, Jerman telah mengalami enam kekalahan dalam satu tahun kalender. Itu laju terburuk mereka dalam 18 tahun terakhir.

Terbaru, Jerman dipermalukan Prancis 1-2 di Stade de France, Rabu (17/10). Unggul lebih dulu lewat eksekusi penalti Toni Kroos pada menit ke-14, Jerman menelan pil pahit setelah tuan rumah membalikkan keadaan melalui Antoine Griezmann pada menit ke-62 dan 80 dari titik penalti.

Kekalahan membuat Jerman terancam terdegradasi ke League B. Mereka tersungkur di dasar klasemen sementara League A Grup 1 dengan satu poin. Hasil buruk di Paris jelas membuat posisi Loew semakin terancam pemecatan.

Tapi, Loew enggan membicarakan masa depannya. Dia lebih tertarik membicarakan performa tim. Loew menilai Jerman telah menunjukkan performa lebih baik setelah kalah 0-3 dari Belanda, Minggu (14/10).

“Saya sangat kecewa dengan hasilnya. Kekuatan kami cukup berimbang dengan Prancis dan berpeluang mencetak gol kedua. Permainan individu Prancis luar biasa, Mereka mencetak gol. Tapi, kami menunjukkan respons bagus setelah kalah dari Belanda,” kata Loew, dilansir sport-english.com.

Juru taktik berusia 58 tahun tersebut mengindikasikan akan melakukan segala upaya demi mengembalikan kekuatan Jerman, termasuk dengan menyertakan pemain-pemain muda. Loew menargetkan kemenangan saat melakoni laga terakhir Grup 1 melawan Belanda, Selasa (20/11) dini hari.

“Mengubah tim adalah sebuah proses yang panjang. Anda dapat melihat beberapa pemain muda kami masih membutuhkan sedikit pengalaman,” ujarnya.

Berbeda dengan Jerman yang terpuruk, Prancis justru sedang berada dalam penampilan terbaik. Les Bleus belum terkalahkan dalam 15 laga terakhir. Hugo Lloris dkk perkasa di puncak klasemen sementara Grup 1 dengan tujuh poin.

Pelatih Didier Deschamps mengungkapkan perubahan strategi menjadi faktor penting kesuksesan timnya membalikkan situasi. Hal itu membuat permainan menyerang Prancis lebih berbahaya.

Deschamps berharap Prancis tidak mengendurkan semangat dan bertekad menyelesaikan babak penyisihan Grup 1 sebagai juara dengan mengalahkan Belanda, 11 November mendatang. “Saya memodifikasi taktik dan menemukan keseimbangan,” tandasnya.
(don)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.5280 seconds (0.1#10.140)