Raheem Sterling Buka-bukaan Soal Rasisme di Sepak Bola
loading...
A
A
A
MANCHESTER - Tentu ini butuh data yang lebih akurat untuk mengonfirmasi pernyataan Raheem Sterling tentang semakin menguatkan adanya ketidakadilan antara pelaku sepak bola BAME (istilah yang mengacu pada warna kulit hitam, Asia, dan etnis minoritas). Sterling menyebut kelompok BAME kurang mendapatkan apresiasi dibandingkan kulit putih.
Pernyataan Sterling itu disampaikan dalam sebuah wawancara dengan BBC Newsnight. Menurut dia, perbedaan kesempatan antara pria kulit putih dan hitam dalam karier di sepak bola. Seperti dalam karier kepelatihan. Dia mengambil contoh pada kasus Steven Gerrard, Frank Lampard, Sol Campbell, dan Ashley Cole di mana keempatnya sudah memiliki sertifikasi pelatih.
Tapi, dalam perspektif Sterling, Gerrard dan Lampard diuntungkan lahir sebagai kulit putih sehingga bisa menangani tim. Gerrard di Rangers dan Lampard menukangi Chelsea. Tapi, Campbell dan Cole masih belum mendapatkan kesempatan. (Baca: Liverpool Kuasai Daftar 10 Pemain Termahal Dunia)
Padahal, lanjut Sterling, keempatnya memiliki karier hebat dan pernah bermain untuk timnas Inggris. “Pada saat yang sama, mereka semua sudah mendapatkan lencana kepelatihan melatih di level tertinggi dan dua yang belum diberi peluang adalah mantan pemain kulit hitam. Saya merasa seperti itulah yang kurang di sini,” kata Sterling, dikutip Skysports.
Karena itu, menurut pemain sayap Manchester City tersebut, protes pada rasisme tidak sekadar menaruh lutut (gerakan dimulai quarterback NFL Colin Kaepernick), tapi butuh aksi nyata dengan memberikan kesempatan sama besar karena kemampuan, bukan warna kulit.
Dia kemudian menyebut bagaimana diskriminasi itu masih terasa di sepak bola. Masih ada jurang perbedaan antara pemain kulit putih dan BAME dalam karier, perlakukan, dan penentuan pendapatan. "Ada sekitar 500 pemain di Liga Primer dan sepertiga dari mereka berkulit hitam. Kami tidak memiliki perwakilan kami dalam hierarki dan tidak ada perwakilan kami dalam staf pelatih,” tandasnya.
Bicara tentang jumlah pemain BAME, mengalami peningkatan sejak liga dimulai pada tahun 1992. Penelitian yang dilakukan talkSPORT mengungkapkan pada akhir pekan pembukaan musim Liga Primer musim 2017, ada 218 pemain Inggris di semua starting line-up, 36 di antaranya berasal dari latar belakang BAME; proporsi 16,5%. Sementara saat musim 2017/2018 dimulai, proporsinya adalah 33%.
Periode yang sangat signifikan terjadi antara 2002/2003 dan 2007/2008, yang melihat proporsi BAME Inggris meningkat dari 22% menjadi 33% di papan atas. Sementara fluktuasi lebih besar, proporsi penampilan pemain BAME naik dari 7% di Euro 96 menjadi 50% di Euro 2012. (Baca juga: Bocoran Jadwal Pembuka MotoGP di Sirkuit Jerez)
Ketika Inggris menjadi tuan rumah Euro pada 1996, Paul Ince dan Campbell adalah satu-satunya pemain BAME yang muncul selama lima pertandingan. Sebaliknya, pertandingan pembuka Inggris saat Euro 2012 melawan Prancis, ada Glen Johnson, Cole, Joleon Lescott, Ashley Young, Danny Welbeck, Alex Oxlade-Chamberlain, Jermain Defoe, dan Theo Walcott, semuanya bermain.
Sementara itu, berdasarkan laporan yang dibuat Kick It Out pada 2019, memperlihatkan laporan rasisme di sepak bola Inggris naik 43% dari 192 menjadi 274 musim lalu. Laporan pelecehan dalam sepak bola profesional dan akar rumput meningkat 32% menjadi 422, naik dari 319 selama musim 2017/202018. Sementara 159 laporan selanjutnya diterima melalui media sosial.
Laporan diskriminasi berbasis agama, termasuk Islamofobia dan anti-Semitisme, naik 75% dari 36 menjadi 63, persentase yang lebih tinggi daripada bentuk pelecehan lain selama periode tersebut. Ini adalah tahun ketujuh berturut-turut melaporkan insiden diskriminasi dalam sepak bola telah meningkat dan total laporan 581 lebih dari dua kali lipat angka dari lima tahun lalu. (Baca juga: Langka, Covid-19 Ditularkan Orang Tanpa Gejala)
"Dalam beberapa kasus yang telah kami lihat, ada kebencian nyata di sana yang belum pernah kita saksikan di masa lalu di mana itu benar-benar kejam dan sangat ditargetkan, terutama di media sosial. Beberapa laporan media sosial yang kami lihat, Anda tidak ingin orang lain melihatnya,” kata Ketua Kick It Out Roisin Wol, dikutip BBC, tahun lalu. (Maruf)
Pernyataan Sterling itu disampaikan dalam sebuah wawancara dengan BBC Newsnight. Menurut dia, perbedaan kesempatan antara pria kulit putih dan hitam dalam karier di sepak bola. Seperti dalam karier kepelatihan. Dia mengambil contoh pada kasus Steven Gerrard, Frank Lampard, Sol Campbell, dan Ashley Cole di mana keempatnya sudah memiliki sertifikasi pelatih.
Tapi, dalam perspektif Sterling, Gerrard dan Lampard diuntungkan lahir sebagai kulit putih sehingga bisa menangani tim. Gerrard di Rangers dan Lampard menukangi Chelsea. Tapi, Campbell dan Cole masih belum mendapatkan kesempatan. (Baca: Liverpool Kuasai Daftar 10 Pemain Termahal Dunia)
Padahal, lanjut Sterling, keempatnya memiliki karier hebat dan pernah bermain untuk timnas Inggris. “Pada saat yang sama, mereka semua sudah mendapatkan lencana kepelatihan melatih di level tertinggi dan dua yang belum diberi peluang adalah mantan pemain kulit hitam. Saya merasa seperti itulah yang kurang di sini,” kata Sterling, dikutip Skysports.
Karena itu, menurut pemain sayap Manchester City tersebut, protes pada rasisme tidak sekadar menaruh lutut (gerakan dimulai quarterback NFL Colin Kaepernick), tapi butuh aksi nyata dengan memberikan kesempatan sama besar karena kemampuan, bukan warna kulit.
Dia kemudian menyebut bagaimana diskriminasi itu masih terasa di sepak bola. Masih ada jurang perbedaan antara pemain kulit putih dan BAME dalam karier, perlakukan, dan penentuan pendapatan. "Ada sekitar 500 pemain di Liga Primer dan sepertiga dari mereka berkulit hitam. Kami tidak memiliki perwakilan kami dalam hierarki dan tidak ada perwakilan kami dalam staf pelatih,” tandasnya.
Bicara tentang jumlah pemain BAME, mengalami peningkatan sejak liga dimulai pada tahun 1992. Penelitian yang dilakukan talkSPORT mengungkapkan pada akhir pekan pembukaan musim Liga Primer musim 2017, ada 218 pemain Inggris di semua starting line-up, 36 di antaranya berasal dari latar belakang BAME; proporsi 16,5%. Sementara saat musim 2017/2018 dimulai, proporsinya adalah 33%.
Periode yang sangat signifikan terjadi antara 2002/2003 dan 2007/2008, yang melihat proporsi BAME Inggris meningkat dari 22% menjadi 33% di papan atas. Sementara fluktuasi lebih besar, proporsi penampilan pemain BAME naik dari 7% di Euro 96 menjadi 50% di Euro 2012. (Baca juga: Bocoran Jadwal Pembuka MotoGP di Sirkuit Jerez)
Ketika Inggris menjadi tuan rumah Euro pada 1996, Paul Ince dan Campbell adalah satu-satunya pemain BAME yang muncul selama lima pertandingan. Sebaliknya, pertandingan pembuka Inggris saat Euro 2012 melawan Prancis, ada Glen Johnson, Cole, Joleon Lescott, Ashley Young, Danny Welbeck, Alex Oxlade-Chamberlain, Jermain Defoe, dan Theo Walcott, semuanya bermain.
Sementara itu, berdasarkan laporan yang dibuat Kick It Out pada 2019, memperlihatkan laporan rasisme di sepak bola Inggris naik 43% dari 192 menjadi 274 musim lalu. Laporan pelecehan dalam sepak bola profesional dan akar rumput meningkat 32% menjadi 422, naik dari 319 selama musim 2017/202018. Sementara 159 laporan selanjutnya diterima melalui media sosial.
Laporan diskriminasi berbasis agama, termasuk Islamofobia dan anti-Semitisme, naik 75% dari 36 menjadi 63, persentase yang lebih tinggi daripada bentuk pelecehan lain selama periode tersebut. Ini adalah tahun ketujuh berturut-turut melaporkan insiden diskriminasi dalam sepak bola telah meningkat dan total laporan 581 lebih dari dua kali lipat angka dari lima tahun lalu. (Baca juga: Langka, Covid-19 Ditularkan Orang Tanpa Gejala)
"Dalam beberapa kasus yang telah kami lihat, ada kebencian nyata di sana yang belum pernah kita saksikan di masa lalu di mana itu benar-benar kejam dan sangat ditargetkan, terutama di media sosial. Beberapa laporan media sosial yang kami lihat, Anda tidak ingin orang lain melihatnya,” kata Ketua Kick It Out Roisin Wol, dikutip BBC, tahun lalu. (Maruf)
(ysw)