Ketika Tiga Petinju Wanita Pakistan Dobrak Budaya dan Ancaman Senjata

Senin, 15 Februari 2016 - 14:00 WIB
Ketika Tiga Petinju...
Ketika Tiga Petinju Wanita Pakistan Dobrak Budaya dan Ancaman Senjata
A A A
KARACHI - Tiga wanita ini, Khoushleem Bano, Rukhsana Parveen, dan Sofia Javed berhasil mencetak sejarah buat olah raga di Pakistan. Ketiganya mencoba mendobrak budaya dan ancaman senjata kelompok militan yang selama ini tidak memberikan ruang gerak pada kaum wanita.

Pakistan dengan mayoritas penduduknya beragama Islam masih berpegang teguh pada norma agama. Wanita selama ini tidak diberikan ruang untuk berekspresi terutama di dunia yang digeluti kaum pria. Hal itu diperparah dengan hadirnya kelompok militan yang makin menekan keberadaan eksistensi kaum hawa.

Dunia mungkin masih ingat dengan Malala Yousafzai. Ia menjadi kebringasan kelompok bersenjata yang gerah atas tindak tanduknya. Malala kerap dituding melakukan provokasi dengan memberikan pernyataan pedas ke media asing soal persamaan hak dan perlunya anak perempuan di Pakistan mendapatkan pendidikan.

Malala pun menjadi korban. Ia ditembak para pria di dalam bus ketika pulang sekolah. Beruntung nyawanya bisa ditolong dan sekarang Malala bisa hidup nyaman di Inggris dan bebas mengekspresikan soal kesamaan hak wanita di negerinya.

Nah inilah yang coba kembali didengungkan Khoushleem Bano, Rukhsana Parveen, dan Sofia Javed lewat dunia tinju. Dalam sejarah tinju amatir wanita, Pakistan memang tak pernah mengirimkan petinjunya ke ajang multievent. Tak heran begitu ketiganya tampil di South Asian Games (SAG) di Shillong, India harapan tinggi pun diarahkan pada tiga petinju wanita tersebut.

Pelatih Noman Karim seolah tak percaya mereka bisa sampai di India. Tak banyak yang diucapkan, hanya permintaan doa dari masyarakat Pakistan.

"Kami datang ke India untuk membuat sejarah dan ingin pulang dengan medali," papar Khoushleem yang berasal dari Gilgit-Baltistan, daerah pengunungan di Pakistan seperti dilansir Dawn, Senin (15/2/2016).

Menghadapi ajang multievent yang diikuti negara di Asia Selatan itu, Khoushleem menuturkan ia dan rekan-rekannya tak mau sebagai penggembira. "Kami tahu, kami tidak mempunyai pengalaman menghadapi ajang seperti ini. Tapi kami tak pernah takut dan akan bertarung sampai bel berhenti dibunyikan. Pelatih sudah meminta kami untuk bertarung, bertarung dan bertarung," lanjut Khoushleem.

Khoushleem menuturkan menggeluti tinju di negeri memang sebuah pekerjaan berat. Ia pun sempat merahasiakan pada keluarganya. Tapi jerih payah selama ini akan dibayar dengan kebanggaan.

Apa yang dirasakan Khoushleem berbeda dengan Sofia. Petinju berusia 20 tahun itu mengaku kalau ia mendapat dukungan dari keluarganya.

"Keluarga saya selalu mendukung begitu juga dengan saudara-saudara saya. Saya melangkah ke atas ring baru delapan bulan, tapi pelatih telah mengajarkan saya cukup baik dan bisa bersaing di ajang ini," tutur Sofia yang berasal dari Peshawar itu.
(bbk)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.5529 seconds (0.1#10.140)