Klub Jateng Tagih Janji Kemenpora Selamatkan Sepak Bola Indonesia
A
A
A
SEMARANG - Klub-klub di Jawa Tengah kembali menagih janji Kementerian Pemuda dan Olahraga (Kemenpora) untuk menyelamatkan sepak bola Indonesia. Mereka menyuarakan hal itu lantaran belum ada aksi nyata Kemenpora dalam hal ini Menpora Imam Nahrawi untuk membenahi tata kelola sepak bola nasional.
Sebagai pihak yang membekukan PSSI, Kemenpora tidak bisa lepas tangan begitu saja, tapi juga harus memikirkan dampaknya.
''Kompetisi ini tanggung jawab PSSI. Jika PSSI lantas dibekukan dan tidak bisa apa-apa, ya yang membekukan itu harus tanggung jawab, jangan hanya sekadar membekukan, kok tidak ada jalan keluar,”kata CEO PSIS Semarang Yoyok Sukawi, Selasa (17/2).
Kisruh sepak bola nasional, sebenarnya sudah berupaya diselesaikan oleh FIFA, dengan mengutus perwakilannya ke Indonesia. FIFA memberi solusi dengan membentuk Komite Ad Hoc, yang didalamnya terdapat berbagai utusan, mulai baik itu PSSI, APPI, dan perwakilan dari pemerintah.
Namun, dari pihak pemerintah belum mengirimkan delegasi ke tim tersebut sampai detik ini. Akibat kompetisi tidak kunjung bergulir, sejumlah pihak pun berinisiatif untuk menggelar turnamen.
Seperti Piala Bhayangkara, yang akan digulirkan oleh Korps Polri. Sebelumnya, TNI sudah menggelar Piala Jenderal Sudirman. Lagi-lagi, turnamen tersebut tidak melibatkan klub kasta kedua.
Yoyok sangat mengapresiasi kepada Polri yang akan menggelar turnamen. PSIS bisa memahami tidak dilibatkan dalam turnamen berskala nasional. Karena untuk menggelar turnamen yang melibatkan tim Divisi Utama (DU) tidak mudah, karena jumlahnya puluhan dan tersebar di berbagai provinsi di Tanah Air.
”Rata-rata kan klub DU itu kategori menengah. Misal akan disentralisasi di Jakarta saja, mungkin dari Papua dan Makassar akan absen,” kata pemilik nama lengkap Alamasyah Satyanegara Sukawijaya ini.
Pihaknya mengaku heran, karena wacana soal Kongres Luar Biasa (KLB) agar PSSI bisa kembali aktif, tidak banyak mendapatkan respons dari banyak klub. Sebenarnya hal itu bisa menjadi solusi atas mati surinya sepak bola. ”KLB kapan, kami tidak tahu. Ayo, kembali ke pemerintah,”kata dia.
Dari Solo, Persis juga gerah dengan kondisi sepak bola yang belum menunjukkan kondisi ke arah yang lebih baik. Sudah satu tahun ini, tidak ada perbaikan untuk menyelamatkan sepak bola.
”Katanya sepak bola mau diselamatkan. Sampai sekarang kami belum melihat upaya penyelamatan itu, karena kompetisi juga tidak berjalan, lalu siapa yang diselamatkan,”tanya Sekretaris Persis Solo Sapto Joko Purwadi.
Akibat tidak ada kompetisi, tim hanya bisa turun dalam laga berlabel turnamen. Setidaknya, persiapan maupun jerih payah didapatkan tim bisa dibagi bersama dengan para pemain yang turun bertanding.
”Ya, kami juga mengandalkan dari laga-laga uji coba. Saat kompetisi, untuk mendapatkan sponsor saja susah, apalagi dalam kondisi seperti ini,” kata dia.
Sebagai pihak yang membekukan PSSI, Kemenpora tidak bisa lepas tangan begitu saja, tapi juga harus memikirkan dampaknya.
''Kompetisi ini tanggung jawab PSSI. Jika PSSI lantas dibekukan dan tidak bisa apa-apa, ya yang membekukan itu harus tanggung jawab, jangan hanya sekadar membekukan, kok tidak ada jalan keluar,”kata CEO PSIS Semarang Yoyok Sukawi, Selasa (17/2).
Kisruh sepak bola nasional, sebenarnya sudah berupaya diselesaikan oleh FIFA, dengan mengutus perwakilannya ke Indonesia. FIFA memberi solusi dengan membentuk Komite Ad Hoc, yang didalamnya terdapat berbagai utusan, mulai baik itu PSSI, APPI, dan perwakilan dari pemerintah.
Namun, dari pihak pemerintah belum mengirimkan delegasi ke tim tersebut sampai detik ini. Akibat kompetisi tidak kunjung bergulir, sejumlah pihak pun berinisiatif untuk menggelar turnamen.
Seperti Piala Bhayangkara, yang akan digulirkan oleh Korps Polri. Sebelumnya, TNI sudah menggelar Piala Jenderal Sudirman. Lagi-lagi, turnamen tersebut tidak melibatkan klub kasta kedua.
Yoyok sangat mengapresiasi kepada Polri yang akan menggelar turnamen. PSIS bisa memahami tidak dilibatkan dalam turnamen berskala nasional. Karena untuk menggelar turnamen yang melibatkan tim Divisi Utama (DU) tidak mudah, karena jumlahnya puluhan dan tersebar di berbagai provinsi di Tanah Air.
”Rata-rata kan klub DU itu kategori menengah. Misal akan disentralisasi di Jakarta saja, mungkin dari Papua dan Makassar akan absen,” kata pemilik nama lengkap Alamasyah Satyanegara Sukawijaya ini.
Pihaknya mengaku heran, karena wacana soal Kongres Luar Biasa (KLB) agar PSSI bisa kembali aktif, tidak banyak mendapatkan respons dari banyak klub. Sebenarnya hal itu bisa menjadi solusi atas mati surinya sepak bola. ”KLB kapan, kami tidak tahu. Ayo, kembali ke pemerintah,”kata dia.
Dari Solo, Persis juga gerah dengan kondisi sepak bola yang belum menunjukkan kondisi ke arah yang lebih baik. Sudah satu tahun ini, tidak ada perbaikan untuk menyelamatkan sepak bola.
”Katanya sepak bola mau diselamatkan. Sampai sekarang kami belum melihat upaya penyelamatan itu, karena kompetisi juga tidak berjalan, lalu siapa yang diselamatkan,”tanya Sekretaris Persis Solo Sapto Joko Purwadi.
Akibat tidak ada kompetisi, tim hanya bisa turun dalam laga berlabel turnamen. Setidaknya, persiapan maupun jerih payah didapatkan tim bisa dibagi bersama dengan para pemain yang turun bertanding.
”Ya, kami juga mengandalkan dari laga-laga uji coba. Saat kompetisi, untuk mendapatkan sponsor saja susah, apalagi dalam kondisi seperti ini,” kata dia.
(aww)