Kontroversi Hasil Manny Pacquiao vs Jeff Horn
A
A
A
"SAYA MENGHORMATI keputusan wasit dan juri. Saya hargai dan sangat respek dengan Jeff Horn!" Itu ucapan yang meluncur dari sang pembuat sejarah, Manny the Pacman Pacquiao, usai dikalahkan oleh penantangnya dari Australia, Ahad (2/7) di Suncorp Stadium, Brisbane, Queensland, Australia. Pacquiao kelihatannya memilih tidak untuk berpolemik dengan hasil pertarungan itu. Meski mayoritas analais dan data compubox justru menunjukkan sesungguhnya dialah sang pemenang dari laga yang penuh dengan darah itu.
Hal ini juga ia lakukan sesaat setelah dikalahkan oleh Floyd Mayweather Jr dalam laga paling sensasional, 2 Mei 2015 di MGM Grand, Las Vegas, Nevada, Amerika. Kasat mata, Pacquiao sesungguhnya mampu melakukan penetrasi yang luar biasa, dan banyak pakar mengatakan bahwa Mayweather lebih banyak berlari. Pacquiao, petinju yang menjadi politisi dan senator di negaranya itu, memilih menghindari perdebatan. Saat itu, ia juga mengucapkan kata-kata yang nyaris sama dengan apa yang baru saja ia lontarkan. Pendeknya, Pacman, begitu sapaannya, sungguh tak ingin berpolemik soal hasil pertarungan.
Tanpa bermaksud untuk menggugat hasil pertarungan (keputusan wasit dan juri tidak dapat diganggu gugat atau bahasa kerennya final and binding decision, saya hanya ingin sedikit saja mengungkapkan kegundahan saya. Apa yang saya ungkap ini, mudah-mudahan tidak didasari rasa kecewa dan harus saya aku karena adanya ikatan ASEAN dengan Manny Pacquiao atau bahasa lazimnya biasa disebut dengan sentimen serumpun.
Baik saya maupun Brigadir Jendral Polisi, Johny Asadoma, yang kebetulan juga mantan petinju nasional kita dan pernah berlaga di Olimpiade Los Angeles 1984, sebagai komentator memiliki nilai yang nyaris sama. Saya mencatatkan 116-113 untuk Pacquiao dan Johny 116-114 juga untuk Pacman.
Sementara itu, banyak pendangan dari banyak pakar yang intinya lebih banyak yang menyatakan Pacquiao-lah sesungguhnya sang pemenang. Tetapi, indahnya dunia tinju profesional, meski begitu besar perbedaan pandangan yang ada, tak seorang pun yang mau berkelahi. Secara berseloroh, saya sering mengatakan: "Sebaiknya para politisi di mana pun berada, belajarlah dari dunia tinju profesional. Saya tidak ragu untuk mengatakan, ring tinju profesional adalah panggung demokrasi yang paling demokrasi!"
Meski demikian, tidak sedikit juga yang memandang bahwa hasil ini murni bisnis. Artinya? Dengan kemenangan Horn, apalagi dibumbui dengan kontroversi, maka pertarungan ulang biasanya akan jauh lebih besar. Orang menjadi lebih bernafsu untuk menyaksikan pertarungan itu. Apalagi, laga Ahad lalu itu merupakan laga yang didanai oleh pemerintah daerah Queensland. Artinya lagi, pemda negara bagian itu, pasti memiliki agenda lain yang lebih dari sekedar menggelar pertarungan tinju dunia.
Dan, walau laga itu disaksikan oleh 60.000 penonton, tapi mayoritas adalah orang-orang Australia saja yang datang. Padahal, lazimnya laga tinju dunia, setiap partai besar, maka elit dunia, sebut saja: para artis Hollywood, atlet dunia, penyanyi hingga politisi akan tumpah ruah. Karena waktu pengumuman dengan pelaksanaan laga yang relatif pendek, ditambah winter sedang berlangsung, maka hanya itulah penonton yang ada. Jadi, jika laga rematch dilakukan, waktunya pasti akan bertepatan dengan summer di Australia atau winter di Amerika dan Eropa. Nah, orang-orang yang saya sebutkan di atas dan biasa mendatangi setiap laga tinju dunia itu, sangat mungkin akan datang ke Australia, apalagi nilai kontroversinya sudah ada.
Selain itu, ada juga sinyalemen yang mengatakan bahwa kontroversi hasil pertarungan itu telah menguntungkan bandar taruhan yang bermarkas di China. Kita tahu, laga yang oleh para analis dianggap tidak berimbang itu, dibumbui dengan ulasan dan prediksi yang mengatakan bahaw 70% menyebutkan Pacquiao akan menang KO di bawah ronde-6, 20% menyebut Pacman akan menang di atas 6 ronde, dan 10% menyebutkan Pacquiao hanya akan menang angka. Tak satu pakar pun yang menyebut Horn akan mampu memenangi pertarungan.
Dengan kondisi itu, maka taruhan pun menjadi sangat besar. Perputaran uang itu juga yang disebut-membutuhkan investigasi lebih dalam, karena belum tentu benar-telah mempengaruhi keputusan. Apalagi, juri-juri yang ditugaskan -ini juga bukan tuduhan- adalah juri lapis dua. Artinya, jika terjadi kekeliruan dalam memberikan nilai, masih bisa dipahami.
Benarkah sinyalemen itu? Jawabnya tentu saja membutuhkan pendalaman yang lebih kuat lagi, dan saya berusaha untuk menghindari memberikan penilaian negatif itu.
Dirampok
Tapi, benarkah sinyalemen itu? Tak ada yang bisa memastikannya. Mungkin saja benar, mungkin juga tidak. Yang pasti, Pacman telah kehilangan gelarnya. Dan kubu Pacman sama sekali tidak mempersoalkannya. Kabarnya, Pacman dan Freddie Roach sang pelatih, sudah berancang-ancang untuk persiapan laga ulang.
Meski demikian, tidak sedikit analis yang mengatakan, satu di antaranya, saya, yang mengatakan Manny Pacquiao telah dirampok. Selain data compubox yang kemudian mempertegas sinyalemen kami bahwa telah terjadi perampokan hasil pertarungan, kasat mata sesungguhnya terlihat dengan jelas bahwa Jeff Horn sesungguhnya memang telah kalah. Benar ia melakukan banyak peneterasi dan melontarkan pukulan, tetapi karena persoalan jam terbang, tekanan dan pukulan yang dilepaskannya masih kalah efektif dibanding sang juara dunia di delapan kelas berbeda itu.
Agar pandangan kami tidak menjadi liar, di bawah ini saya tampilkan grafis compubox dan data lain dari Boxrec serta ESPN. Meski demikian, saya tidak ingin mempengaruhi pandangan anda sekalian. Seluruhnya saya serahkan keputusannya pada anda.
Final punch statistics favored Manny Pacquiao, but Jeff Horn won WBO welterweight championship #PacquiaoHorn
Final Punch Stats: Jeff Horn def. Manny Pacquiao by Unan. Dec. Pacquiao out landed Horn, 182-92. Horn landed just 15% of his total punches.
Siapa Sih Jurinya?
Sekali lagi, saya tidak hendak menyalahi ketiga juri yang saat itu bertugas di Suncrop Stadion, Brisbane, Quennsland, Australia, tetapi saya hanya sekadar memaparkan saja. Chris Flores, Ramon Cerdan, dan Weleska Roldam adalah juri yang bertugas kala itu. Dari catatan yang ditampilkan oleh Boxrec, ketiganya ternyata bukanlah juri-juri dari papan atas, meski ada juri yang telah bertugas sebanyak 673 kali.
Chris Flores adalah juri yang berasal dari Arizona, Amerika. Ia baru menjadi juri di dunia tinju profesional tahun 1997. Flores sebelumnya merupakan ketua dewan wasit Muathay, Amerika. Ia sudah bertugas sebanyak 316 kali. Namun sayangnya, ia baru dua kali bertugas menggawangi petinju besar. Pertama Sergey Kovalev saat bertemu dengan Isaac Chilemba di Rusia, 11 Juli 2016 dalam kejuaraan dunia kelas Light Heavyweight WBA/IBF/WBO. Dan yang kedua adalah saat Pacquiao berlaga dengan Jeff Horn itu.
Entah kebetulan atau memang begitu catatan sejarah yang dimiliki Flores, dalam laga di Rusia itu pun ia melakukan kekeliruan (setelah hasil compubox disandingkan dengan hasil tugasnya) yang tidak kecil. Chilemba yang mendominasi pertarungan, justru bernasib seperti Pacquiao. Lebih gawatnya, Flores memberikan nilai dengan selisih lima angka. Bahkan Flores memberikan nilai seolah-olah Chilemba tidak bertarung sama sekali, 116-111. Berikut compubox Sergev vs Chilemba:
Dan Flores sendiri sesungguhnya lebih banyak memimpin pertarungan tinju wanita ketimbang petinju pria. Dalam laga di Brisbane itu, Flores memberikan nilai 115-113 untuk Horn sang petinju tuan rumah. Apakah Flores melakukan kesalahan? Jawabnya saya serahkan pada anda sendiri dan jangan lupa untuk melihat compubox Serger vs Chilemba.
Juri Lokal
Akan halnya Ramon Cerdam yang juga memberikan nilai 115-113 bagi kemenangan Horn, adalah berasal dari Argentina. Di antara ketiganya, dialah yang paling banyak bertugas dalam pertarungan sebagai juri. Boxrec mencatatnya 673 kali. Namun sayangnya, 99 persen tugasnya dilaksanakan di kampungnya sendiri. Cerdam malah belum pernah bertugas di Las Vegas, pusat tinju dunia. Benar ia pernah bertugas keluar negeri, tetapi itu hanya tiga kali, 2 di Inggris dan 1 di Australia itu.
Jika Flores baru dua kali bertugas pada laga besar, Cerdam, meski jam terbangnya terlihat lebih banyak, tetapi tugasnya mengawal Pacquiao vs Horn adalah tugas besarnya yang pertama. Ia juga ternyata merupakan juri yang cukup banyak memimpin pertarungan tinju wanita. Jadi, kalau pun ia melakukan kekeliruan saat bertugas di Australia itu, orang masih bisa tersenyum.
Lalu, juri ketiga adalah Weleska Roldam yang berasal dari New York, Amerika. Ia sudah bertugas sebanyak 546 kali, tetapi mayoritas pertarungan yang digawanginya bukanlah pertarungan yang melibatkan petinju-petinju besar dan pertarungan besar meski tugasnya sebagai juri sudah ia mulai sejak 2013. Jika saya tampilkan hasil pertarungan Roman Gonzalez vs Wisaksil Wagek, 18 Maret 2017 lalu dalam kejuaraan dunia versi WBC untuk kelas super flyweight, saya juga tidak hendak mengatakan ia keliru. Saat itu, dua juri berpengalaman Glenn Feldman dan Julie Lederman sama-sama membukukan catatan 112-114 untuk Wisaksil petinju asal Thailand. Tapi tengok Roldman justru memberikan angka imbang 113-113.
Kesimpulan, seluruhnya saya serahkan pada anda semua. Yang pasti, baik saya dan Bung Johny, sama-sama tetap berpegang teguh pada hasil pengamatan kami yakni Pacquiao menang.
* Penulis adalah Wartawan Olahraga Senior/Komentator Tinju
Hal ini juga ia lakukan sesaat setelah dikalahkan oleh Floyd Mayweather Jr dalam laga paling sensasional, 2 Mei 2015 di MGM Grand, Las Vegas, Nevada, Amerika. Kasat mata, Pacquiao sesungguhnya mampu melakukan penetrasi yang luar biasa, dan banyak pakar mengatakan bahwa Mayweather lebih banyak berlari. Pacquiao, petinju yang menjadi politisi dan senator di negaranya itu, memilih menghindari perdebatan. Saat itu, ia juga mengucapkan kata-kata yang nyaris sama dengan apa yang baru saja ia lontarkan. Pendeknya, Pacman, begitu sapaannya, sungguh tak ingin berpolemik soal hasil pertarungan.
Tanpa bermaksud untuk menggugat hasil pertarungan (keputusan wasit dan juri tidak dapat diganggu gugat atau bahasa kerennya final and binding decision, saya hanya ingin sedikit saja mengungkapkan kegundahan saya. Apa yang saya ungkap ini, mudah-mudahan tidak didasari rasa kecewa dan harus saya aku karena adanya ikatan ASEAN dengan Manny Pacquiao atau bahasa lazimnya biasa disebut dengan sentimen serumpun.
Baik saya maupun Brigadir Jendral Polisi, Johny Asadoma, yang kebetulan juga mantan petinju nasional kita dan pernah berlaga di Olimpiade Los Angeles 1984, sebagai komentator memiliki nilai yang nyaris sama. Saya mencatatkan 116-113 untuk Pacquiao dan Johny 116-114 juga untuk Pacman.
Sementara itu, banyak pendangan dari banyak pakar yang intinya lebih banyak yang menyatakan Pacquiao-lah sesungguhnya sang pemenang. Tetapi, indahnya dunia tinju profesional, meski begitu besar perbedaan pandangan yang ada, tak seorang pun yang mau berkelahi. Secara berseloroh, saya sering mengatakan: "Sebaiknya para politisi di mana pun berada, belajarlah dari dunia tinju profesional. Saya tidak ragu untuk mengatakan, ring tinju profesional adalah panggung demokrasi yang paling demokrasi!"
Meski demikian, tidak sedikit juga yang memandang bahwa hasil ini murni bisnis. Artinya? Dengan kemenangan Horn, apalagi dibumbui dengan kontroversi, maka pertarungan ulang biasanya akan jauh lebih besar. Orang menjadi lebih bernafsu untuk menyaksikan pertarungan itu. Apalagi, laga Ahad lalu itu merupakan laga yang didanai oleh pemerintah daerah Queensland. Artinya lagi, pemda negara bagian itu, pasti memiliki agenda lain yang lebih dari sekedar menggelar pertarungan tinju dunia.
Dan, walau laga itu disaksikan oleh 60.000 penonton, tapi mayoritas adalah orang-orang Australia saja yang datang. Padahal, lazimnya laga tinju dunia, setiap partai besar, maka elit dunia, sebut saja: para artis Hollywood, atlet dunia, penyanyi hingga politisi akan tumpah ruah. Karena waktu pengumuman dengan pelaksanaan laga yang relatif pendek, ditambah winter sedang berlangsung, maka hanya itulah penonton yang ada. Jadi, jika laga rematch dilakukan, waktunya pasti akan bertepatan dengan summer di Australia atau winter di Amerika dan Eropa. Nah, orang-orang yang saya sebutkan di atas dan biasa mendatangi setiap laga tinju dunia itu, sangat mungkin akan datang ke Australia, apalagi nilai kontroversinya sudah ada.
Selain itu, ada juga sinyalemen yang mengatakan bahwa kontroversi hasil pertarungan itu telah menguntungkan bandar taruhan yang bermarkas di China. Kita tahu, laga yang oleh para analis dianggap tidak berimbang itu, dibumbui dengan ulasan dan prediksi yang mengatakan bahaw 70% menyebutkan Pacquiao akan menang KO di bawah ronde-6, 20% menyebut Pacman akan menang di atas 6 ronde, dan 10% menyebutkan Pacquiao hanya akan menang angka. Tak satu pakar pun yang menyebut Horn akan mampu memenangi pertarungan.
Dengan kondisi itu, maka taruhan pun menjadi sangat besar. Perputaran uang itu juga yang disebut-membutuhkan investigasi lebih dalam, karena belum tentu benar-telah mempengaruhi keputusan. Apalagi, juri-juri yang ditugaskan -ini juga bukan tuduhan- adalah juri lapis dua. Artinya, jika terjadi kekeliruan dalam memberikan nilai, masih bisa dipahami.
Benarkah sinyalemen itu? Jawabnya tentu saja membutuhkan pendalaman yang lebih kuat lagi, dan saya berusaha untuk menghindari memberikan penilaian negatif itu.
Dirampok
Tapi, benarkah sinyalemen itu? Tak ada yang bisa memastikannya. Mungkin saja benar, mungkin juga tidak. Yang pasti, Pacman telah kehilangan gelarnya. Dan kubu Pacman sama sekali tidak mempersoalkannya. Kabarnya, Pacman dan Freddie Roach sang pelatih, sudah berancang-ancang untuk persiapan laga ulang.
Meski demikian, tidak sedikit analis yang mengatakan, satu di antaranya, saya, yang mengatakan Manny Pacquiao telah dirampok. Selain data compubox yang kemudian mempertegas sinyalemen kami bahwa telah terjadi perampokan hasil pertarungan, kasat mata sesungguhnya terlihat dengan jelas bahwa Jeff Horn sesungguhnya memang telah kalah. Benar ia melakukan banyak peneterasi dan melontarkan pukulan, tetapi karena persoalan jam terbang, tekanan dan pukulan yang dilepaskannya masih kalah efektif dibanding sang juara dunia di delapan kelas berbeda itu.
Agar pandangan kami tidak menjadi liar, di bawah ini saya tampilkan grafis compubox dan data lain dari Boxrec serta ESPN. Meski demikian, saya tidak ingin mempengaruhi pandangan anda sekalian. Seluruhnya saya serahkan keputusannya pada anda.
Final punch statistics favored Manny Pacquiao, but Jeff Horn won WBO welterweight championship #PacquiaoHorn
Final Punch Stats: Jeff Horn def. Manny Pacquiao by Unan. Dec. Pacquiao out landed Horn, 182-92. Horn landed just 15% of his total punches.
Siapa Sih Jurinya?
Sekali lagi, saya tidak hendak menyalahi ketiga juri yang saat itu bertugas di Suncrop Stadion, Brisbane, Quennsland, Australia, tetapi saya hanya sekadar memaparkan saja. Chris Flores, Ramon Cerdan, dan Weleska Roldam adalah juri yang bertugas kala itu. Dari catatan yang ditampilkan oleh Boxrec, ketiganya ternyata bukanlah juri-juri dari papan atas, meski ada juri yang telah bertugas sebanyak 673 kali.
Chris Flores adalah juri yang berasal dari Arizona, Amerika. Ia baru menjadi juri di dunia tinju profesional tahun 1997. Flores sebelumnya merupakan ketua dewan wasit Muathay, Amerika. Ia sudah bertugas sebanyak 316 kali. Namun sayangnya, ia baru dua kali bertugas menggawangi petinju besar. Pertama Sergey Kovalev saat bertemu dengan Isaac Chilemba di Rusia, 11 Juli 2016 dalam kejuaraan dunia kelas Light Heavyweight WBA/IBF/WBO. Dan yang kedua adalah saat Pacquiao berlaga dengan Jeff Horn itu.
Entah kebetulan atau memang begitu catatan sejarah yang dimiliki Flores, dalam laga di Rusia itu pun ia melakukan kekeliruan (setelah hasil compubox disandingkan dengan hasil tugasnya) yang tidak kecil. Chilemba yang mendominasi pertarungan, justru bernasib seperti Pacquiao. Lebih gawatnya, Flores memberikan nilai dengan selisih lima angka. Bahkan Flores memberikan nilai seolah-olah Chilemba tidak bertarung sama sekali, 116-111. Berikut compubox Sergev vs Chilemba:
Dan Flores sendiri sesungguhnya lebih banyak memimpin pertarungan tinju wanita ketimbang petinju pria. Dalam laga di Brisbane itu, Flores memberikan nilai 115-113 untuk Horn sang petinju tuan rumah. Apakah Flores melakukan kesalahan? Jawabnya saya serahkan pada anda sendiri dan jangan lupa untuk melihat compubox Serger vs Chilemba.
Juri Lokal
Akan halnya Ramon Cerdam yang juga memberikan nilai 115-113 bagi kemenangan Horn, adalah berasal dari Argentina. Di antara ketiganya, dialah yang paling banyak bertugas dalam pertarungan sebagai juri. Boxrec mencatatnya 673 kali. Namun sayangnya, 99 persen tugasnya dilaksanakan di kampungnya sendiri. Cerdam malah belum pernah bertugas di Las Vegas, pusat tinju dunia. Benar ia pernah bertugas keluar negeri, tetapi itu hanya tiga kali, 2 di Inggris dan 1 di Australia itu.
Jika Flores baru dua kali bertugas pada laga besar, Cerdam, meski jam terbangnya terlihat lebih banyak, tetapi tugasnya mengawal Pacquiao vs Horn adalah tugas besarnya yang pertama. Ia juga ternyata merupakan juri yang cukup banyak memimpin pertarungan tinju wanita. Jadi, kalau pun ia melakukan kekeliruan saat bertugas di Australia itu, orang masih bisa tersenyum.
Lalu, juri ketiga adalah Weleska Roldam yang berasal dari New York, Amerika. Ia sudah bertugas sebanyak 546 kali, tetapi mayoritas pertarungan yang digawanginya bukanlah pertarungan yang melibatkan petinju-petinju besar dan pertarungan besar meski tugasnya sebagai juri sudah ia mulai sejak 2013. Jika saya tampilkan hasil pertarungan Roman Gonzalez vs Wisaksil Wagek, 18 Maret 2017 lalu dalam kejuaraan dunia versi WBC untuk kelas super flyweight, saya juga tidak hendak mengatakan ia keliru. Saat itu, dua juri berpengalaman Glenn Feldman dan Julie Lederman sama-sama membukukan catatan 112-114 untuk Wisaksil petinju asal Thailand. Tapi tengok Roldman justru memberikan angka imbang 113-113.
Kesimpulan, seluruhnya saya serahkan pada anda semua. Yang pasti, baik saya dan Bung Johny, sama-sama tetap berpegang teguh pada hasil pengamatan kami yakni Pacquiao menang.
* Penulis adalah Wartawan Olahraga Senior/Komentator Tinju
(bbk)