Sir Alex Ferguson Antara Menyesal dan Blunder
A
A
A
SKOPJE - Pelatih legendaris Manchester United, Sir Alex Ferguson mengutarakan penyesalannya gagal mengantarkan klub kesayangannya merebut trofi Piala Super Eropa lebih dari sekali selama masih menjabat sebagai juru taktik Setan Merah. Hal itu diutarakannya dalam sebuah wawancara khusus dengan MUTV di Skopje.
Ferguson masih menyimpan rapi peristiwa besar saat mengantarkan United menang di Piala Super Eropa 1991, menyusul kemenangan 1-0 atas Red Star Belgrade. Pelatih asal Skotlandia itu sebenarnya punya dua peluang untuk menambah trofi bergengsi tersebut saat bentrok dengan Lazio (1999) dan Zenit St Petersburg (2008).
Sayang, di dua pertandingan krusial itu, United malah terjungkal. Penyesalan itulah yang hingga kini masih menggelayuti pikirannya.
"Ketika United sedang berada dalam tangga kesuksesan, saya tidak melihat Piala Super sebagai hal yang penting. Jika Anda ingat, itu terjadi di Monaco pada Jumat malam, dan kami harus pergi. Padahal kami punya pertandingan lain yang dijadwalkan pada Senin melawan Newcastle United," kenang Ferguson.
"Jadi, kami hanya memiliki persiapan dua hari. Sehingga dalam pertandingan melawan Lazio dan Zenit, saya memainkan banyak pemain muda. Dan saya menyesal telah melakukannya karena Lazio memperlakukannya seperti final Piala Dunia. Mereka menari-nari di Touchline dan saya mengamuk!
"Saya menyesal, karena saya tidak terlalu menyukai perayaan mereka. Jika Anda bertanya kepada pendukung apakah mereka lebih suka memenangkan liga atau Piala Super, saya tahu jawabannya. Jadi, kami memandangnya sedikit berbeda dan, jika dipikir-pikir, saya berharap bisa melakukannya karena, pada Akhir sejarah, sejarah adalah sejarah kami bisa memenangkannya tiga kali, bukan sekali," tutup Ferguson.
Ferguson masih menyimpan rapi peristiwa besar saat mengantarkan United menang di Piala Super Eropa 1991, menyusul kemenangan 1-0 atas Red Star Belgrade. Pelatih asal Skotlandia itu sebenarnya punya dua peluang untuk menambah trofi bergengsi tersebut saat bentrok dengan Lazio (1999) dan Zenit St Petersburg (2008).
Sayang, di dua pertandingan krusial itu, United malah terjungkal. Penyesalan itulah yang hingga kini masih menggelayuti pikirannya.
"Ketika United sedang berada dalam tangga kesuksesan, saya tidak melihat Piala Super sebagai hal yang penting. Jika Anda ingat, itu terjadi di Monaco pada Jumat malam, dan kami harus pergi. Padahal kami punya pertandingan lain yang dijadwalkan pada Senin melawan Newcastle United," kenang Ferguson.
"Jadi, kami hanya memiliki persiapan dua hari. Sehingga dalam pertandingan melawan Lazio dan Zenit, saya memainkan banyak pemain muda. Dan saya menyesal telah melakukannya karena Lazio memperlakukannya seperti final Piala Dunia. Mereka menari-nari di Touchline dan saya mengamuk!
"Saya menyesal, karena saya tidak terlalu menyukai perayaan mereka. Jika Anda bertanya kepada pendukung apakah mereka lebih suka memenangkan liga atau Piala Super, saya tahu jawabannya. Jadi, kami memandangnya sedikit berbeda dan, jika dipikir-pikir, saya berharap bisa melakukannya karena, pada Akhir sejarah, sejarah adalah sejarah kami bisa memenangkannya tiga kali, bukan sekali," tutup Ferguson.
(sha)