Siapa Penemu Bakat-bakat Timnas U18 dan U16?
A
A
A
JAKARTA - Semua penikmat sepak bola tanah air terkejut melihat permainan Timnas U18. Tidak hanya aksi individu pemain, namun permainan kolektif tim yang sangat rapih dan menjanjikan bagi Tim Nasional Indonesia ke depannya. Saya rasa bisa dikatakan tim ini akan menjadi golden eranya Timnas ke depan. Salah satu yang menonjol Egy Maulana Vikri yang banyak menyebut sebagai Lionel Messi-nya Indonesia. Dan saya rasa juga semua orang setuju jika pemain lainnya pun tak kalah memiliki skill yang di atas rata-rata.
Cukupkah keterjutan ini? Saya rasa kita semakin bungah ketika melihat penampilan Timnas U16 pada ajang kualifikasi Piala Asia 2018. Seperti kakak-kakaknya di U18 maupun U22 mereka menunjukkan skill individu yang ciamik dan kolektivitas yang rapih. Timnas U16 menjadi juara grup Grup G dan otomatis lolos Piala Asia 2018 dengan mengungguli tuan rumah Thailand.
Permaianan timnas baik U18 dan U16 pun terlihat enak dilihat baik saat menang atau kalah. Bahkan U18 yang hanya meraih peringkat tiga pada AFF U18 tetap mendapatkan pujian karena menunjukkan permainan yang menjanjikan. Begitu juga dengan gaya main U22 yang meski hanya mendapat perunggu di SEA Games 2017, namun menunjukkan peningkatan kelas. Tak ayal, netizen menghujani apresiasi kepada seluruh pemain dan pelatih.
Para pemain kembali ke tanah air bak pahlawan menang perang. Apresiasi patut kita sematkan kepada seluruh pemain dan tak lupa kepada Indra Sjafri (pelatih U18) dan Fachry Husaini (pelatih U16) yang telah mengumpulkan talenta-talenta muda tanah air.
Namun bagi saya ada pihak lain yang semestinya mendapat apresiasi lebih. Bahkan mungkin mendapatkan apresiasi utama setelah para pemain yang bertanding. Adalah para pelatih sekolah sepak bola (SSB) di tanah air yang telah mendidik dan membina mereka selama bertahun-tahun hingga menjadikan sosok Egy dkk atau Hamzah Lestaluhu dkk bermain bagus. Pelatih-pelatih SSB lah yang melihat, menemukan, mengasah dan mendidik talenta mereka dari usia dini hingga mereka bisa masuk ke dalam diklat-diklat di berbagai daerah sampai akhirnya bisa terpilih masuk Tim Nasional Indonesia.
Saya rasa level Timnas adalah bukan pembinaan namun sekadar menyatukan bakat terbaik yang ada dan menjadikannya tim terbaik di negeri ini. Dalam berlatih pun, Timnas sudah tidak dalam tahap belajar passing ataupun mengasah skill individu. Timnas sudah lebih dari itu, yaitu taktik bermain yang mumpuni pergerakan yang mematikan dan strategi yang jitu untuk menuju kemenangan.
Jadi menurut saya para pelatih SSB harus mendapat tempat yang terhormat atas permaianan cantik pemain-pemain muda kita. Toh harus diakui, PSSI sebagai induk organisasi sepak bola cq tim pelatih Timnas sekadar menyeleksi (bukan menemukan) talenta-talenta muda di seluruh pelosok negeri ini. Justru yang menemukan adalah para pelatih SSB yang mungkin oleh kita semua tidak banyak dikenal.
Kenapa di saat pemain-pemain ini bermain bagus dan menunjukkan skill-nya, pelatih SSB tak pernah diapresiasi dan dipuja puji? Malah dapat kita lihat mereka tetap terus tulus untuk membina talenta muda. Bagi saya tak tidak fair jika pujian hanya ditujukan kepada satu atau beberapa pihak tanpa memasukan para pelatih SSB pada daftar pujian kita.
Dengan skill di atas rata-rata dan racikan yang bagus, tim ini akan menjadi masa depan Indonesia. Namun jika salah nahkoda maka takkan jadi apa-apa. Terlepas dari itu, koki yang meramu bahan mentah alias pembinaan di usia dini haruslah diapresiasi setinggi tingginya. Bahkan kalau di Eropa setiap kontrak pemain mereka harus menyisihkan sekian persennya untuk SSB pertama mereka. Di situlah apresiasi bagi yang menemukan bakat-bakat tersebut. Apakah ada kita lihat pelatih top Eropa mengklaim mereka yang menemukan bakat-bakat andal tersebut? Saya rasa tidak, pelatih top Eropa selalu mengatakan mereka memilih pemain tersebut untuk menjadikannya lebih baik lagi.
Cukupkah keterjutan ini? Saya rasa kita semakin bungah ketika melihat penampilan Timnas U16 pada ajang kualifikasi Piala Asia 2018. Seperti kakak-kakaknya di U18 maupun U22 mereka menunjukkan skill individu yang ciamik dan kolektivitas yang rapih. Timnas U16 menjadi juara grup Grup G dan otomatis lolos Piala Asia 2018 dengan mengungguli tuan rumah Thailand.
Permaianan timnas baik U18 dan U16 pun terlihat enak dilihat baik saat menang atau kalah. Bahkan U18 yang hanya meraih peringkat tiga pada AFF U18 tetap mendapatkan pujian karena menunjukkan permainan yang menjanjikan. Begitu juga dengan gaya main U22 yang meski hanya mendapat perunggu di SEA Games 2017, namun menunjukkan peningkatan kelas. Tak ayal, netizen menghujani apresiasi kepada seluruh pemain dan pelatih.
Para pemain kembali ke tanah air bak pahlawan menang perang. Apresiasi patut kita sematkan kepada seluruh pemain dan tak lupa kepada Indra Sjafri (pelatih U18) dan Fachry Husaini (pelatih U16) yang telah mengumpulkan talenta-talenta muda tanah air.
Namun bagi saya ada pihak lain yang semestinya mendapat apresiasi lebih. Bahkan mungkin mendapatkan apresiasi utama setelah para pemain yang bertanding. Adalah para pelatih sekolah sepak bola (SSB) di tanah air yang telah mendidik dan membina mereka selama bertahun-tahun hingga menjadikan sosok Egy dkk atau Hamzah Lestaluhu dkk bermain bagus. Pelatih-pelatih SSB lah yang melihat, menemukan, mengasah dan mendidik talenta mereka dari usia dini hingga mereka bisa masuk ke dalam diklat-diklat di berbagai daerah sampai akhirnya bisa terpilih masuk Tim Nasional Indonesia.
Saya rasa level Timnas adalah bukan pembinaan namun sekadar menyatukan bakat terbaik yang ada dan menjadikannya tim terbaik di negeri ini. Dalam berlatih pun, Timnas sudah tidak dalam tahap belajar passing ataupun mengasah skill individu. Timnas sudah lebih dari itu, yaitu taktik bermain yang mumpuni pergerakan yang mematikan dan strategi yang jitu untuk menuju kemenangan.
Jadi menurut saya para pelatih SSB harus mendapat tempat yang terhormat atas permaianan cantik pemain-pemain muda kita. Toh harus diakui, PSSI sebagai induk organisasi sepak bola cq tim pelatih Timnas sekadar menyeleksi (bukan menemukan) talenta-talenta muda di seluruh pelosok negeri ini. Justru yang menemukan adalah para pelatih SSB yang mungkin oleh kita semua tidak banyak dikenal.
Kenapa di saat pemain-pemain ini bermain bagus dan menunjukkan skill-nya, pelatih SSB tak pernah diapresiasi dan dipuja puji? Malah dapat kita lihat mereka tetap terus tulus untuk membina talenta muda. Bagi saya tak tidak fair jika pujian hanya ditujukan kepada satu atau beberapa pihak tanpa memasukan para pelatih SSB pada daftar pujian kita.
Dengan skill di atas rata-rata dan racikan yang bagus, tim ini akan menjadi masa depan Indonesia. Namun jika salah nahkoda maka takkan jadi apa-apa. Terlepas dari itu, koki yang meramu bahan mentah alias pembinaan di usia dini haruslah diapresiasi setinggi tingginya. Bahkan kalau di Eropa setiap kontrak pemain mereka harus menyisihkan sekian persennya untuk SSB pertama mereka. Di situlah apresiasi bagi yang menemukan bakat-bakat tersebut. Apakah ada kita lihat pelatih top Eropa mengklaim mereka yang menemukan bakat-bakat andal tersebut? Saya rasa tidak, pelatih top Eropa selalu mengatakan mereka memilih pemain tersebut untuk menjadikannya lebih baik lagi.
(sha)