Kemenpora Klarifikasi Pernyataan Prabowo Soal Asian Games 2018
A
A
A
JAKARTA - Kemenpora mengklarifikasi pernyataan Prabowo Subianto terkait kritikannya terhadap pemerintah karena dinilai terlalu jor-joran mengeluarkan anggaran untuk perbaikan infrastruktur Asian Games 2018. Sebagai bagian dari lembaga pemerintah yang sejak awal turut merintis dan bertanggung-jawab bagi persiapan penyelenggaraan Asian Games 2018 memandang perlu untuk merespon pernyataan Ketua Umum Partai Gerindra tersebut secara proporsional.
Prabowo menyampaikan kritikannya di hadapan ratusan kader Partai Gerindra, Rabu (28/3/2018). Dalam pidatonya dia mengkritik pemerintah karena dinilainya terlalu jor-joran mengeluarkan anggaran untuk perbaikan infrastruktur Asian Games 2018. Padahal, lanjut dia, masih banyak yang harus dikerjakan seperti mengutamakan kepentingan rakyat.
Selain itu, Asian Games 2018 dianggapnya hanya memakai uang rakyat. Lebih lanjut dikatakannya, bahwa tahun ini gilirannya Vietnam yang menjadi tuan rumah tetapi tidak memaksakan diri. Pemerintah tentu saja menyambut positif dan berterima kasih atas kritik Prabowo, karena itu bagian dari tanggungjawab ketua umum partai politik untuk mengkritisi apapun kebijakan pemerintah.
Dengan tujuan tidak hanya transparansi dan akuntabilitas, tetapi juga tujuan agar penyelenggaraan Asian Games 2018 tidak menimbulkan persoalan hukum, dan tetap pada target yang sudah dicanangkan pemerintah. Kemenpora dalam hal ini perlu untuk mengklarifikasi kritikan tersebut. Ada 12 poin yang diungkapkan Kemenpora sebagai bagian dari tanggapan atas kritikan Prabowo.
Berikut klarifikasi Kemenpora Terkait Kritikan Prabowo dari laman resmi Kemenpora, Minggu (1/4/2018)
1. Tidak benar bahwasanya pemerintahan saat ini memaksakan diri untuk mengambil inisiatif agar Indonesia menjadi tuan rumah penyelenggaran Asian Games. Memang benar, bahwa pada tanggal 8 November 2012 Indonesia turut bidding process bersama dengan Vietnam di Macau untuk penyelenggaraan Asian Games 2019, namun Indonesia yang mengusulkan Surabaya sebagai calon kota penyelenggara Asian Games 2019 kalah, dan akhirnya Vietnam yang terpilih sebagai calon kuat penyelenggaraan Asian Games tahun 2019.
2. Dalam perkembangannya, Vietnam pada awal bulan April 2014 melalui Perdana Menteri Nguyen Tan Dung menyatakan pengunduran diri dari rencana penyelenggaraan Asian Games 2019, dan Menpora Roy Suryo langsung memanfaatkan momentum tersebut untuk menunjukkan kesiapannya sebagai calon tuan rumah seandainya Vietnam benar-benar resmi menyatakan mundur.
3. Mengingat Pemerintah Indonesia bersama KOI membutuhkan kepastian dari OCA, maka pada tanggal 25 Juli 2014 (tiga hari sebelum Perayaan Idul Fitri 1435 H) Delegasi Indonesia yang beranggotakan unsur Kemenpora (Deputi 5 Kemenpora Gatot S. Dewa Broto dan Staf Ahli Menteri Faisal Abdullah), KOI (Ketua Umum KOI Rita Subowo), Pemda DKI (Deputi Gubernur DKI, Sylviana Murni) dan Pemda Sumatera Selatan (Gubernur Sumatera Selatan Alex Noerdin yang didampingi oleh Muddai Madang dari KONI Sumatera Selatan) berhasil menemui Ketua OCA Sheikh Ahmad Al-Fahad di kota Kuwait, markas besar OCA di Kuwait. Meskipun demikian, saat itu belum ada konfirmasi resmi kepastian walaupun Indonesia cukup berpeluang besar. Kepastian Indonesia baru diperoleh saat OCA mengadakan pertemuan Dewan Eksekutif OCA pada tanggal 19 September 2014 saat awal berlangsungnya penyelenggaraan Asian Games 2014 di Incheon.
4. Kemudian pemerintah saat ini bersama KOI dan Pemda Sumatera Selatan serta Pemda DKI Jakarta tetap melanjutkan komitmen pemerintah sebelumnya untuk mempersiapkan penyelenggaraan Asian Games 2018. Semata-mata untuk menghormati komitmen keputusan yang sudah dicanangkan Menpora sebelumnya tentang kesanggupan Indonesia menjadi calon utama penyelenggara Asian Games 2018. Jika tidak ada kontinuitas, maka Indonesia dianggap tidak memiliki kepastian hukum, meskipun tentu saja kontinuitas ini tetap menggunakan rasionalitas dan kesanggupan dan kondisi perekonomian nasional.
5. Semula Vietnam harus menjadi tuan rumah Asian Games pada tahun 2019, sehingga Indonesia pun juga pada tahun 2019 untuk mengadakan perhelatan tersebut. Namun karena pada tahun 2019 ada Pemilihan Legislatif dan Pemilihan Eksekutif, maka diputuskan menjadi tahun 2018 dan itu sudah disetujui oleh OCA.
6. OCA menyadari bahwa Indonesia tidak pada durasi waktu persiapan yang ideal seperti lazimnya tuan rumah Asan Games, maka OCA memutuskan agar Indonesia melalui Kementerian PU PERA tidak harus membuat area baru dengan pembangunan paket venue yang sepenuhnya baru, namun cukup melakukan renovasi, dengan syarat tetap sesuai standar internasional. Seandainya pun ada pembangunan baru, maka semata-mata bukan pada main venue di kawasan GBK atau mungkin karena fasilitas yang ada tidak representatif. Dengan cara itu, banyak anggaran yang dapat dihemat secara efisien. Sebagai perbandingan, Asian Games 2014 dipersiapkan dan diselenggarakan dengan anggaran sebesar US$ 1,6 miliar, meskipun Korea Selatan dengan Indonesia tentu saja tidak bisa diperbandingkan head to head secara langsung mengingat perbedaan ekonomi yang ada.
7. Bahkan sebagai bentuk efisiensi penyelenggaraan, anggaran yang semula diusulkan INASGOC pada tahun 2016 sekitar Rp 8,5 triliun, akhirnya hanya disepakai oleh pemerintah menjadi sekitar Rp 5,6 triliun. Ini belum lagi terhitung dengan pengurangan jumlah cabang olahraga yang semula direncanakan sebanyak 42 menjadi 40 cabang olahraga. Pemerintah bersama INASGOC telah sangat intensif untuk melakukan renegosiasi Host City Contract. INASGOC pun juga dituntut pemerintah untuk tidak hanya mengandalkan APBN dan itu bisa dilakukan melalui pelibatan kalangn dunia usaha baik BUMN maupun BUMS.
8. Pertimbangan lain mengapa tidak ada perombakan / pembangunan total di kawasan GBK adalah karena kawasan tersebut merupakan kawasan dimana bangunannya dilindungi sebagai cagar budaya. Bahkan saat menjelang renovasinya pun membutuhkan pembahasan yang sangat alot supaya tidak ada pelanggaran dari aspek cagar budaya namun di sisi lain kalitas dan standar venue tetap sesuai ketentuan IOC, OCA dan federasi-federasi cabang olahraga internasional yang terkait.
9. Sekedar informasi, untuk persiapan penyelenggaraan Asian Para Games 2018 pun juga dilakukan pemangkasan anggaran yang cukup signifikan, selain karena ada yang bisa disinergikan dengan Asian Games, juga karena memang keterbatasan anggaran baik untuk Asian Games maupun Asian Para Games 2018.
10. Terkait dengan prestasi olahraga yang merosot dalam 17 tahun terakhir ini memang diakui oleh pemerintah. Bahkan saat Asian Games tahun 2014 ternyata peringkat Indonesia di posisi ke 17, yaitu peringkat paling buruk kedua setelah peringkat ke-22 di Asian Games 2006 di Doha, dan Asian Games 2010 di Guangzhou pada peringkat 15 serta juga Asian Games 2002 di Busan pada peringkat 14. Dengan demikian, pada Asian Games 2018 inilah kesempatan Indonesia untuk memperbaiki prestasi olahraga pada target peringkat ke 10 (minimal).
11. Kalau disebutkan bahwa prestasi saat Sea Games 2017 buruk yaitu pada peringkat 5 juga diakui oleh pemerintah. Itulah sebabnya kemudian dilakukan langkah terobosan dengan likuidasi PRIMA melalui penerbitan Perpres No. 95 Tahun 2017 tentang Peningkatan Prestasi Olahraga Nasional. Sehingga tidak betul kalau pemerintah tidak melakukan terobosan untuk percepatan peningkatan prestasi olahraga, di antaranya pemberian bantuan keuangan langsung kepada seluruh cabang olahraga termasuk kepada pencak silat melalui IPSI yang dipimpin oleh Prabowo Subianto dan juga renovasi venue pertandingan pencak silat Asian Games 2018 di Padepokan Pencak Silat TMII Jakarta.
12. Kesimpulannya:
- Pemerintah tetap mengutamakan kepentingan rakyat di berbagai sektor pembangunan yang masih banyak sangat mendesak kebutuhannya. Itulah sebabnya dilakukan efisiensi dibanyak pos anggaran dalam rangka persiapan penyelenggaraan Asian Games. Jadi, tidak benar kalau ada tendensi jor-joran hanya semata-mata untuk Asian Games. Selain itu, pemerintah pun sangat transparan dalam penggunaan anggaran.
- Pemerintah justru sangat berterima-kasih dan akan tetap sangat responsif terhadap kritik sekritis apapun, karena bagaimanapun Asian Games 2018 dan juga Asian Para Games 2018 adalah bukan hanya milik atau hajatannya pemerintah, INASGOC dan berbagai pihak terkait. Tetapi milik seluruh bangsa Indonesia. Namun diharapkan apapun bentuk kritik itu harus secara logis dan rasional dasar yang menjadi materi untuk di-deliver ke publik. Itu sebabnya, saat Menteri Keuangan Sri Mulyani bersama Menteri PU PERA Basuki Hadimulyono mengunjungi Stadion GBK pada tanggal 23 November 2017 mengatakan dan mengingatkan pada publik: "Agar rakyat turut merawat dan memelihara Stadion GBK karena venue tersebut dibangun dengan uang pajak rakyat."
Prabowo menyampaikan kritikannya di hadapan ratusan kader Partai Gerindra, Rabu (28/3/2018). Dalam pidatonya dia mengkritik pemerintah karena dinilainya terlalu jor-joran mengeluarkan anggaran untuk perbaikan infrastruktur Asian Games 2018. Padahal, lanjut dia, masih banyak yang harus dikerjakan seperti mengutamakan kepentingan rakyat.
Selain itu, Asian Games 2018 dianggapnya hanya memakai uang rakyat. Lebih lanjut dikatakannya, bahwa tahun ini gilirannya Vietnam yang menjadi tuan rumah tetapi tidak memaksakan diri. Pemerintah tentu saja menyambut positif dan berterima kasih atas kritik Prabowo, karena itu bagian dari tanggungjawab ketua umum partai politik untuk mengkritisi apapun kebijakan pemerintah.
Dengan tujuan tidak hanya transparansi dan akuntabilitas, tetapi juga tujuan agar penyelenggaraan Asian Games 2018 tidak menimbulkan persoalan hukum, dan tetap pada target yang sudah dicanangkan pemerintah. Kemenpora dalam hal ini perlu untuk mengklarifikasi kritikan tersebut. Ada 12 poin yang diungkapkan Kemenpora sebagai bagian dari tanggapan atas kritikan Prabowo.
Berikut klarifikasi Kemenpora Terkait Kritikan Prabowo dari laman resmi Kemenpora, Minggu (1/4/2018)
1. Tidak benar bahwasanya pemerintahan saat ini memaksakan diri untuk mengambil inisiatif agar Indonesia menjadi tuan rumah penyelenggaran Asian Games. Memang benar, bahwa pada tanggal 8 November 2012 Indonesia turut bidding process bersama dengan Vietnam di Macau untuk penyelenggaraan Asian Games 2019, namun Indonesia yang mengusulkan Surabaya sebagai calon kota penyelenggara Asian Games 2019 kalah, dan akhirnya Vietnam yang terpilih sebagai calon kuat penyelenggaraan Asian Games tahun 2019.
2. Dalam perkembangannya, Vietnam pada awal bulan April 2014 melalui Perdana Menteri Nguyen Tan Dung menyatakan pengunduran diri dari rencana penyelenggaraan Asian Games 2019, dan Menpora Roy Suryo langsung memanfaatkan momentum tersebut untuk menunjukkan kesiapannya sebagai calon tuan rumah seandainya Vietnam benar-benar resmi menyatakan mundur.
3. Mengingat Pemerintah Indonesia bersama KOI membutuhkan kepastian dari OCA, maka pada tanggal 25 Juli 2014 (tiga hari sebelum Perayaan Idul Fitri 1435 H) Delegasi Indonesia yang beranggotakan unsur Kemenpora (Deputi 5 Kemenpora Gatot S. Dewa Broto dan Staf Ahli Menteri Faisal Abdullah), KOI (Ketua Umum KOI Rita Subowo), Pemda DKI (Deputi Gubernur DKI, Sylviana Murni) dan Pemda Sumatera Selatan (Gubernur Sumatera Selatan Alex Noerdin yang didampingi oleh Muddai Madang dari KONI Sumatera Selatan) berhasil menemui Ketua OCA Sheikh Ahmad Al-Fahad di kota Kuwait, markas besar OCA di Kuwait. Meskipun demikian, saat itu belum ada konfirmasi resmi kepastian walaupun Indonesia cukup berpeluang besar. Kepastian Indonesia baru diperoleh saat OCA mengadakan pertemuan Dewan Eksekutif OCA pada tanggal 19 September 2014 saat awal berlangsungnya penyelenggaraan Asian Games 2014 di Incheon.
4. Kemudian pemerintah saat ini bersama KOI dan Pemda Sumatera Selatan serta Pemda DKI Jakarta tetap melanjutkan komitmen pemerintah sebelumnya untuk mempersiapkan penyelenggaraan Asian Games 2018. Semata-mata untuk menghormati komitmen keputusan yang sudah dicanangkan Menpora sebelumnya tentang kesanggupan Indonesia menjadi calon utama penyelenggara Asian Games 2018. Jika tidak ada kontinuitas, maka Indonesia dianggap tidak memiliki kepastian hukum, meskipun tentu saja kontinuitas ini tetap menggunakan rasionalitas dan kesanggupan dan kondisi perekonomian nasional.
5. Semula Vietnam harus menjadi tuan rumah Asian Games pada tahun 2019, sehingga Indonesia pun juga pada tahun 2019 untuk mengadakan perhelatan tersebut. Namun karena pada tahun 2019 ada Pemilihan Legislatif dan Pemilihan Eksekutif, maka diputuskan menjadi tahun 2018 dan itu sudah disetujui oleh OCA.
6. OCA menyadari bahwa Indonesia tidak pada durasi waktu persiapan yang ideal seperti lazimnya tuan rumah Asan Games, maka OCA memutuskan agar Indonesia melalui Kementerian PU PERA tidak harus membuat area baru dengan pembangunan paket venue yang sepenuhnya baru, namun cukup melakukan renovasi, dengan syarat tetap sesuai standar internasional. Seandainya pun ada pembangunan baru, maka semata-mata bukan pada main venue di kawasan GBK atau mungkin karena fasilitas yang ada tidak representatif. Dengan cara itu, banyak anggaran yang dapat dihemat secara efisien. Sebagai perbandingan, Asian Games 2014 dipersiapkan dan diselenggarakan dengan anggaran sebesar US$ 1,6 miliar, meskipun Korea Selatan dengan Indonesia tentu saja tidak bisa diperbandingkan head to head secara langsung mengingat perbedaan ekonomi yang ada.
7. Bahkan sebagai bentuk efisiensi penyelenggaraan, anggaran yang semula diusulkan INASGOC pada tahun 2016 sekitar Rp 8,5 triliun, akhirnya hanya disepakai oleh pemerintah menjadi sekitar Rp 5,6 triliun. Ini belum lagi terhitung dengan pengurangan jumlah cabang olahraga yang semula direncanakan sebanyak 42 menjadi 40 cabang olahraga. Pemerintah bersama INASGOC telah sangat intensif untuk melakukan renegosiasi Host City Contract. INASGOC pun juga dituntut pemerintah untuk tidak hanya mengandalkan APBN dan itu bisa dilakukan melalui pelibatan kalangn dunia usaha baik BUMN maupun BUMS.
8. Pertimbangan lain mengapa tidak ada perombakan / pembangunan total di kawasan GBK adalah karena kawasan tersebut merupakan kawasan dimana bangunannya dilindungi sebagai cagar budaya. Bahkan saat menjelang renovasinya pun membutuhkan pembahasan yang sangat alot supaya tidak ada pelanggaran dari aspek cagar budaya namun di sisi lain kalitas dan standar venue tetap sesuai ketentuan IOC, OCA dan federasi-federasi cabang olahraga internasional yang terkait.
9. Sekedar informasi, untuk persiapan penyelenggaraan Asian Para Games 2018 pun juga dilakukan pemangkasan anggaran yang cukup signifikan, selain karena ada yang bisa disinergikan dengan Asian Games, juga karena memang keterbatasan anggaran baik untuk Asian Games maupun Asian Para Games 2018.
10. Terkait dengan prestasi olahraga yang merosot dalam 17 tahun terakhir ini memang diakui oleh pemerintah. Bahkan saat Asian Games tahun 2014 ternyata peringkat Indonesia di posisi ke 17, yaitu peringkat paling buruk kedua setelah peringkat ke-22 di Asian Games 2006 di Doha, dan Asian Games 2010 di Guangzhou pada peringkat 15 serta juga Asian Games 2002 di Busan pada peringkat 14. Dengan demikian, pada Asian Games 2018 inilah kesempatan Indonesia untuk memperbaiki prestasi olahraga pada target peringkat ke 10 (minimal).
11. Kalau disebutkan bahwa prestasi saat Sea Games 2017 buruk yaitu pada peringkat 5 juga diakui oleh pemerintah. Itulah sebabnya kemudian dilakukan langkah terobosan dengan likuidasi PRIMA melalui penerbitan Perpres No. 95 Tahun 2017 tentang Peningkatan Prestasi Olahraga Nasional. Sehingga tidak betul kalau pemerintah tidak melakukan terobosan untuk percepatan peningkatan prestasi olahraga, di antaranya pemberian bantuan keuangan langsung kepada seluruh cabang olahraga termasuk kepada pencak silat melalui IPSI yang dipimpin oleh Prabowo Subianto dan juga renovasi venue pertandingan pencak silat Asian Games 2018 di Padepokan Pencak Silat TMII Jakarta.
12. Kesimpulannya:
- Pemerintah tetap mengutamakan kepentingan rakyat di berbagai sektor pembangunan yang masih banyak sangat mendesak kebutuhannya. Itulah sebabnya dilakukan efisiensi dibanyak pos anggaran dalam rangka persiapan penyelenggaraan Asian Games. Jadi, tidak benar kalau ada tendensi jor-joran hanya semata-mata untuk Asian Games. Selain itu, pemerintah pun sangat transparan dalam penggunaan anggaran.
- Pemerintah justru sangat berterima-kasih dan akan tetap sangat responsif terhadap kritik sekritis apapun, karena bagaimanapun Asian Games 2018 dan juga Asian Para Games 2018 adalah bukan hanya milik atau hajatannya pemerintah, INASGOC dan berbagai pihak terkait. Tetapi milik seluruh bangsa Indonesia. Namun diharapkan apapun bentuk kritik itu harus secara logis dan rasional dasar yang menjadi materi untuk di-deliver ke publik. Itu sebabnya, saat Menteri Keuangan Sri Mulyani bersama Menteri PU PERA Basuki Hadimulyono mengunjungi Stadion GBK pada tanggal 23 November 2017 mengatakan dan mengingatkan pada publik: "Agar rakyat turut merawat dan memelihara Stadion GBK karena venue tersebut dibangun dengan uang pajak rakyat."
(sha)