Jalan Terjal Faiq Bolkiah Angkat Sepak Bola Brunei Darussalam
A
A
A
FAIQ Bolkiah berusaha mengangkat nama Brunei Darussalam di ajang sepak bola dunia. Apakah statusnya sebagai anak muda terkaya di dunia menjadi beban yang berat untuk dia?
Alkisah Raja Anaxandridas II yang memerintah Sparta di era 560-520 BC merasa ragu ketika dia harus membuang anaknya, Leonidas yang baru berusia 8 tahun ke Agoge. Budaya Sparta memang menginginkan anak laki-laki Sparta menjadi pria tangguh dengan berlatih di Agoge. Jangan bayangkan Agoge tempat yang enak dan indah untuk bercengkerama. Di Agoge, anak-anak kecil Sparta disiksa habis-habisan untuk menjadi pasukan tangguh.
"Ketika seorang anak lelaki Sparta menginjak usia delapan tahun, dia dilatih hanya untuk melakukan satu hal, yaitu membunuh musuhnya," tulis Barry Jacobsen, veteran perang Amerika Serikat dan ahli sejarah Sparta. Sepulangnya dari Agoge, Leonidas ternyata berhasil melampaui keraguan ayahnya. Dia menjelma menjadi sosok begitu digdaya. Namanya bahkan terkenal hingga kini sebagai seorang Jenderal Perang yang berhasil meladeni keperkasaan tentara Persia di perang Thermopylae.
Faiq Bolkiah memang bukan Leonidas. Hanya saja, dia memiliki cerita sedikit sama dengan Leonidas. Dia adalah anak dari seorang keluarga kerajaan Brunei Darussalam. Ayahnya Jefri Bolkiah adalah adik dari sultan Brunei Darussalam, Sultan Hassanal Bolkiah. Status itulah membuat Faiq jadi dikenal banyak orang. Apalagi sang ayah memiliki gaya hidup ekstravagansa. Dia Jefri Bolkiah, sang ayah memiliki koleksi mobil mewah jumlahnya sampai dengan 2.300 buah.
Jefri Bolkiah juga disebut pernah menghabiskan dana sebesar 35 juta poundsterling (Rp638,7 miliar) dalam waktu sebulan untuk membeli mobil, jam tangan pena yang terbuat dari emas putih. Pada ulang tahunnya ke-50, Jefri Bolkiah malah pernah mengundang Michael Jackson untuk bernyanyi di depan keluarganya. Agar lebih istimewa, dia justru membangun gedung baru untuk tempat The King of Pop bernyanyi.
Gaya hidup itulah yang justru membuat Faiq lebih dikenal masyarakat. Banyak orang mengait-ngaitkannya sebagai anak muda paling kaya di dunia. Di balik kesederhanaannya, Faiq memiliki mimpi besar. Dia ingin nama Brunei Darussalam terangkat di kancah sepak bola dunia. Di antara negara rumpun Melayu, Brunei Darussalam memang terkesan merangkak. Dalam catatan rangking FIFA terbaru, Indonesia berada di peringkat ke-162 dan Malaysia di peringkat 170, sedangkan Brunei Darussalam 194.
Tidak heran jika Faiq memiliki keinginan mengangkat nama Brunei Darussalam ke tempat lebih tinggi lagi. "Tujuan jangka pendek kami tentu saja untuk berkembang di turnamen besar seperti SEA Games dan mencoba mendekati level tim lain di daerah ini," ucapnya.
Faiq Bolkiah sebenarnya memiliki banyak cara mudah untuk bersinar di sepak bola. Terlahir di Los Angeles, Amerika Serikat, Faiq Bolkiah harusnya bisa memiliki kewarganegaraan ganda dan bisa berlatih sepak bola di lingkungan lebih kompetitif. Dana yang tidak terbatas tentu saja jadi pelumas Faiq mewujudkan cita-cita tersebut. Hanya saja, dia memilih melakukannya dengan jalan lebih panjang. Faiq Bolkiah memilih bersama Brunei Darussalam.
Perkenalan Faiq dengan sepak bola sudah terjadi sejak kecil. Faiq begitu senang bermain sepak bola. Untungnya sang ayah, Jefri Bolkiah, mendukung anaknya itu bermain sepak bola. Seperti Anaxandridas II dari Sparta, Jefri "membuang" anaknya yang masih kecil ke Inggris untuk berlatih sepak bola. Di sana, dia bergabung dengan AFC Newburry untuk meningkatkan kemampuannya bermain sepak bola. Di tim tersebut akhirnya Southampton melirik Faiq dan mengontraknya selama satu tahun.
Di Southampton, Faiq berusaha keras meningkatkan level kemampuannya bermain bola lebih tinggi lagi. Sayangnya, saat itu upaya dia masih belum membuat klub-klub Inggris tertarik. "Postur tubuh orang Asia jauh berbeda dengan orang-orang Eropa dan Amerika. Sebaiknya, kita memang perlu melakukan upaya agar ke depannya generasi-generasi baru di Asia bisa menyamai mereka dari segi fisik," ucap Faiq berbesar hati.
Peruntungan Faiq sedikit berubah ketika Arsenal menggaetnya. Arsenal malah memberikan kesempatan luas pada Faiq yang saat itu berumur 15 tahun untuk membela klub London tersebut di kompetisi Lion City Cup di Singapura pada 2013. Saat itu, Faiq malah berhasil mencetak gol untuk Arsenal yang berhasil mengalahkan tim nasional Singapura U-15 dengan skor 2-1.
Meski berhasil mencetak gol, Faiq tidak langsung berpuas diri. Pesepak bola yang menggunakan nomor 7 selama bergabung dengan Arsenal U-15 tersebut masih merasa perlu memperbaiki diri. Padahal saat itu Arsenal memandang permainan Faiq sudah memuaskan. "Gol yang saya buat terjadi karena blunder dari kiper. Seharusnya saya bisa memperbaiki umpan silang dan lebih berani menembakkan bola ke arah gawang," katanya.
Meningkatnya performa Faiq membuat klub tetangga Arsenal, Chelsea FC tertarik. Klub yang waktu itu dilatih Jose Mouriho menawarkan kontrak dua tahun pada Faiq. Kesempatan ini langsung diambil Faiq. Sayangnya, dia meninggalkan Stamford Bridge pada 2015. Faiq selanjutnya memilih bergabung dengan Leicester City untuk kontrak selama 3 tahun. Selama bergabung dengan The Fox, Faiq terus berupaya mengembangkan bakatnya. Hingga kini namanya masih tercantum dalam daftar Development Squad Leicester City.
Dia memang baru menyumbang satu gol untuk Leicester City di ajang UEFA Youth League kala Leicester City mengalahkan FC Brugge pada musim 2016-2017. Inggris tak ubahnya sebuah Agoge bagi Faiq. Kerja kerasnya di Inggris sedikit banyak membantu kemampuan teknis Faiq bermain bola.
Saat keluarga kerajaan sibuk main kuda, Faiq didapuk sebagai kapten tim nasional Brunei Darussalam pada 2016. Mengangkat nama Brunei Darussalam sesuai prediksi membawa panji negara bukanlah perkara mudah bagi Faiq. Berkali-kali Faiq terjatuh saat mengantar Brunei di berbagai kompetisi sepak bola.
Brunei Darussalam masih tetap jadi lumbung gol bagi negara-negara yang ada di wilayah Asia. Namun, hal tersebut tidak pernah mengecilkan hati Faiq. Bagi Faiq, kekalahan-kekalahan adalah cara untuk terus belajar dan memperbaiki diri. Suatu saat nanti, seperti Leonidas yang membawa pasukan kecil, dia percaya negara yang dianggap kecil ini mampu berbicara banyak di pentas dunia. Impian ini akan jadi jalan terjal untuk sangat pangeran muda. "Saya sangat yakin, kami bisa lebih baik lagi. Suatu saya kami akan sampai di level Piala Dunia," ujarnya.
Alkisah Raja Anaxandridas II yang memerintah Sparta di era 560-520 BC merasa ragu ketika dia harus membuang anaknya, Leonidas yang baru berusia 8 tahun ke Agoge. Budaya Sparta memang menginginkan anak laki-laki Sparta menjadi pria tangguh dengan berlatih di Agoge. Jangan bayangkan Agoge tempat yang enak dan indah untuk bercengkerama. Di Agoge, anak-anak kecil Sparta disiksa habis-habisan untuk menjadi pasukan tangguh.
"Ketika seorang anak lelaki Sparta menginjak usia delapan tahun, dia dilatih hanya untuk melakukan satu hal, yaitu membunuh musuhnya," tulis Barry Jacobsen, veteran perang Amerika Serikat dan ahli sejarah Sparta. Sepulangnya dari Agoge, Leonidas ternyata berhasil melampaui keraguan ayahnya. Dia menjelma menjadi sosok begitu digdaya. Namanya bahkan terkenal hingga kini sebagai seorang Jenderal Perang yang berhasil meladeni keperkasaan tentara Persia di perang Thermopylae.
Faiq Bolkiah memang bukan Leonidas. Hanya saja, dia memiliki cerita sedikit sama dengan Leonidas. Dia adalah anak dari seorang keluarga kerajaan Brunei Darussalam. Ayahnya Jefri Bolkiah adalah adik dari sultan Brunei Darussalam, Sultan Hassanal Bolkiah. Status itulah membuat Faiq jadi dikenal banyak orang. Apalagi sang ayah memiliki gaya hidup ekstravagansa. Dia Jefri Bolkiah, sang ayah memiliki koleksi mobil mewah jumlahnya sampai dengan 2.300 buah.
Jefri Bolkiah juga disebut pernah menghabiskan dana sebesar 35 juta poundsterling (Rp638,7 miliar) dalam waktu sebulan untuk membeli mobil, jam tangan pena yang terbuat dari emas putih. Pada ulang tahunnya ke-50, Jefri Bolkiah malah pernah mengundang Michael Jackson untuk bernyanyi di depan keluarganya. Agar lebih istimewa, dia justru membangun gedung baru untuk tempat The King of Pop bernyanyi.
Gaya hidup itulah yang justru membuat Faiq lebih dikenal masyarakat. Banyak orang mengait-ngaitkannya sebagai anak muda paling kaya di dunia. Di balik kesederhanaannya, Faiq memiliki mimpi besar. Dia ingin nama Brunei Darussalam terangkat di kancah sepak bola dunia. Di antara negara rumpun Melayu, Brunei Darussalam memang terkesan merangkak. Dalam catatan rangking FIFA terbaru, Indonesia berada di peringkat ke-162 dan Malaysia di peringkat 170, sedangkan Brunei Darussalam 194.
Tidak heran jika Faiq memiliki keinginan mengangkat nama Brunei Darussalam ke tempat lebih tinggi lagi. "Tujuan jangka pendek kami tentu saja untuk berkembang di turnamen besar seperti SEA Games dan mencoba mendekati level tim lain di daerah ini," ucapnya.
Faiq Bolkiah sebenarnya memiliki banyak cara mudah untuk bersinar di sepak bola. Terlahir di Los Angeles, Amerika Serikat, Faiq Bolkiah harusnya bisa memiliki kewarganegaraan ganda dan bisa berlatih sepak bola di lingkungan lebih kompetitif. Dana yang tidak terbatas tentu saja jadi pelumas Faiq mewujudkan cita-cita tersebut. Hanya saja, dia memilih melakukannya dengan jalan lebih panjang. Faiq Bolkiah memilih bersama Brunei Darussalam.
Perkenalan Faiq dengan sepak bola sudah terjadi sejak kecil. Faiq begitu senang bermain sepak bola. Untungnya sang ayah, Jefri Bolkiah, mendukung anaknya itu bermain sepak bola. Seperti Anaxandridas II dari Sparta, Jefri "membuang" anaknya yang masih kecil ke Inggris untuk berlatih sepak bola. Di sana, dia bergabung dengan AFC Newburry untuk meningkatkan kemampuannya bermain sepak bola. Di tim tersebut akhirnya Southampton melirik Faiq dan mengontraknya selama satu tahun.
Di Southampton, Faiq berusaha keras meningkatkan level kemampuannya bermain bola lebih tinggi lagi. Sayangnya, saat itu upaya dia masih belum membuat klub-klub Inggris tertarik. "Postur tubuh orang Asia jauh berbeda dengan orang-orang Eropa dan Amerika. Sebaiknya, kita memang perlu melakukan upaya agar ke depannya generasi-generasi baru di Asia bisa menyamai mereka dari segi fisik," ucap Faiq berbesar hati.
Peruntungan Faiq sedikit berubah ketika Arsenal menggaetnya. Arsenal malah memberikan kesempatan luas pada Faiq yang saat itu berumur 15 tahun untuk membela klub London tersebut di kompetisi Lion City Cup di Singapura pada 2013. Saat itu, Faiq malah berhasil mencetak gol untuk Arsenal yang berhasil mengalahkan tim nasional Singapura U-15 dengan skor 2-1.
Meski berhasil mencetak gol, Faiq tidak langsung berpuas diri. Pesepak bola yang menggunakan nomor 7 selama bergabung dengan Arsenal U-15 tersebut masih merasa perlu memperbaiki diri. Padahal saat itu Arsenal memandang permainan Faiq sudah memuaskan. "Gol yang saya buat terjadi karena blunder dari kiper. Seharusnya saya bisa memperbaiki umpan silang dan lebih berani menembakkan bola ke arah gawang," katanya.
Meningkatnya performa Faiq membuat klub tetangga Arsenal, Chelsea FC tertarik. Klub yang waktu itu dilatih Jose Mouriho menawarkan kontrak dua tahun pada Faiq. Kesempatan ini langsung diambil Faiq. Sayangnya, dia meninggalkan Stamford Bridge pada 2015. Faiq selanjutnya memilih bergabung dengan Leicester City untuk kontrak selama 3 tahun. Selama bergabung dengan The Fox, Faiq terus berupaya mengembangkan bakatnya. Hingga kini namanya masih tercantum dalam daftar Development Squad Leicester City.
Dia memang baru menyumbang satu gol untuk Leicester City di ajang UEFA Youth League kala Leicester City mengalahkan FC Brugge pada musim 2016-2017. Inggris tak ubahnya sebuah Agoge bagi Faiq. Kerja kerasnya di Inggris sedikit banyak membantu kemampuan teknis Faiq bermain bola.
Saat keluarga kerajaan sibuk main kuda, Faiq didapuk sebagai kapten tim nasional Brunei Darussalam pada 2016. Mengangkat nama Brunei Darussalam sesuai prediksi membawa panji negara bukanlah perkara mudah bagi Faiq. Berkali-kali Faiq terjatuh saat mengantar Brunei di berbagai kompetisi sepak bola.
Brunei Darussalam masih tetap jadi lumbung gol bagi negara-negara yang ada di wilayah Asia. Namun, hal tersebut tidak pernah mengecilkan hati Faiq. Bagi Faiq, kekalahan-kekalahan adalah cara untuk terus belajar dan memperbaiki diri. Suatu saat nanti, seperti Leonidas yang membawa pasukan kecil, dia percaya negara yang dianggap kecil ini mampu berbicara banyak di pentas dunia. Impian ini akan jadi jalan terjal untuk sangat pangeran muda. "Saya sangat yakin, kami bisa lebih baik lagi. Suatu saya kami akan sampai di level Piala Dunia," ujarnya.
(amm)