Asian Games 2018 Hapus Stigma Rendah Anak Eks TKI

Selasa, 04 September 2018 - 09:58 WIB
Asian Games 2018 Hapus Stigma Rendah Anak Eks TKI
Asian Games 2018 Hapus Stigma Rendah Anak Eks TKI
A A A
Perhelatan Asian Games 2018 masih membawa euforia di tengah masyarakat. Para atlet yang mengharumkan nama bangsa tidak hanya telah bekerja keras menguras keringat, menahan peluh dan keringat di tengah laga, namun mereka juga telah berjuang untuk hidup di tengah kehidupan mereka yang sangat keras di dunia nyata.

Rindi Sufriyanto, atlet panjat tebing; Aris Susanti Rahayu, atlet panjat tebing; dan Aji Bangkit Pamungkas, atlet pencak silat. Kesamaan mereka tak hanya berhasil mengibarkan bendera merah putih karena meraih emas, namun juga mereka bertiga adalah anak mantan pekerja migran Indonesia (PMI) atau sering disebut tenaga kerja Indonesia (TKI).

Prestasi mereka seakan menghapus stigma rendah masyarakat bahwa anak TKI yang berasal dari kalangan papa tidak akan bisa mampu berprestasi. Rindi mengaku sejak kelas 4 SD telah ditinggal orang tuanya bekerja ke Malaysia.

Ayahnya, Agus Hari Supomo, dan ibunya, Djuartin, selama 14 tahun meninggalkan Rindi kecil ke neneknya. Djuartin mengungkapkan, sejak usia dua tahun Rindi memang suka sekali memanjat apa saja yang dia lihat di rumahnya. Entah itu pohon mangga, pipa air, bahkan tangga tidak boleh ditinggal sembarangan karena Rindi akan dengan cepat memanjat.

“Saya tak mengira hobi anak saya itu bisa memberinya rezeki,” tuturnya setengah tersedu seusai anaknya menerima penghargaan dari Menteri Tenaga Kerja (Menaker) M Hanif Dhakiri di Jakarta kemarin.

Rindi memang mengaku sempat sedih sebab masa kecilnya kekurangan kasih sayang orang tua. Ketika menginjak SMK, Rindi pun mulai fokus di panjat tebing. “Kami bisa membuktikan meski kami di tinggal orang tua, tapi kami bisa membahagiakan mereka,” ucapnya.

Begitupun Aries Susanti Rahayu yang mengaku sejak usia tiga tahun telah ditinggal ibundanya bekerja di Timur Tengah. Perempuan kelahiran Grobogan, 21 Mei 1995 itu mengaku memang suka olahraga sejak kecil. Ibunda Aries, Maryanti, mengaku pernah menemani anaknya latihan saat menjadi atlet lari ketika dia SD. Namun, ketika dia beralih ke panjat tebing, ibunya tak lagi bisa mendampingi karena harus menjadi pekerja di Timteng.

“Saya ingin membahagiakan ibu melalui prestasi. Dengan prestasi tidak akan ada lagi yang memandang rendah anak pekerja migran,” kata Aries.

Sementara peraih emas di cabang pencak silat Aji Bangkit Pamungkas juga ditinggal ibundanya, Anis Nurul Laili, pergi mencari uang di Taiwan selama dua periode, yakni pada 2000-2003 dan kembali lagi ke Indonesia dan melanjutkan kontraknya di Taiwan pada 2010-2013.

Lelaki kelahiran Ponorogo 20 Mei 1999 ini mengungkapkan, meski terlahir dari keluarga TKI, namun tidak boleh minder. Dengan tekad dan perjuangan yang keras, pasti akan membuahkan hasil indah.

Bahwa anak-anak mantan pekerja migran ini, katanya, harus membalas perjuangan para orang tua bekerja jauh dari rumah dengan prestasi yang membanggakan. Menaker M Hanif Dhakiri mengatakan, menjadi TKI jangan dianggap remeh sebagai pekerjaan hina sebab ini adalah mata pencaharian halal.

TKI bahkan penyumbang devisa nomor enam terbesar di Indonesia. “Semangat ini yang ingin saya bagi kepada semua. Bahwa semua orang boleh mempunyai harapan. Tidak peduli seberapa miskin, seberapa terbatas kehidupan kita, namun harus selalu memiliki harapan,” katanya.

Kepada tiga atlet tersebut, Kemenaker bekerja sama dengan dua bank pemerintah kemarin memberikan hadiah berupa uang masing-masing senilai Rp50 juta. Selain itu juga ada perlindungan program jaminan sosial dari BPJS Ketenagakerjaan.
(don)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.4882 seconds (0.1#10.140)