Tyson Fury Sempat Dilanda Depresi hingga Ingin Bunuh Diri
A
A
A
CALIFORNIA - Mantan juara tinju dunia kelas berat, Tyson Fury baru-baru ini membagi kisah hidupnya. Dalam wawancara bersama Joe Rogan, petinju asal Inggris tersebut mengaku sempat dilanda depresi berat sampai ingin bunuh diri.
"Saya memakai obat-obatan. Saya keluar dengan wanita malam dan tidak pulang. Saya tidak peduli tentang tinju atau hidup, saya hanya ingin mati," ungkap Tyson.
Fury mengungkapkan bagaimana dirinya bisa menderita depresi, disaat petinju berusia 30 tahun tersebut sukses mencapai tujuan karier terbesarnya di usia 27 tahun, dengan merebut takhta juara bertahan Wladimir Klitschko di tahun 2015.
Fury bahkan merasa seolah-olah dirinya tidak memiliki apa-apa. Yang tersisa hanyalah lubang menganga yang dipenuhi dengan kesuraman dan malapetaka.
"Itu tidak sampai setelah pertarungan Klitschko - yang sangat besar - yang harus saya hindari ke titik terendah yang lebih buruk. Terendah dari yang terendah yang bisa dimiliki siapa pun," sambungnya.
"Saya bangun dan berpikir, 'Mengapa saya bangun pagi ini?'. Dan ini datang dari seorang pria yang memenangkan segalanya, uang, ketenaran, kemuliaan, gelar, istri, keluarga, dan anak-anak - semuanya," ungkap petinju yang dijuluki 'The Gipsy King' tersebut.
Fury yang saat itu belum pernah menyentuh narkoba pun akhirnya terbuai dan memperparah kondisi mental yang dideritanya. Dia pun mengakui jika itu merupakan hal terburuk dengan menyentuh barang haram tersebut.
"Saya mulai memikirkan pikiran-pikiran gila ini. Saya membeli mobil baru Ferrari pada musim panas 2016. Saya berada di sana di jalan raya dan di bawah, saya naik mobil hingga 190mp/ jam dan menuju jembatan. Saya tidak peduli apa-apa, saya hanya ingin mati. Saya menyerah pada kehidupan tetapi ketika saya sedang menuju ke jembatan saya mendengar suara dan berkata, 'Tidak, jangan lakukan ini Tyson, pikirkan tentang anak-anakmu, keluargamu, putra dan putrimu tumbuh tanpa seorang ayah," kenang petinju bernama lengkap Tyson Luke Fury.
"Sebelum saya berbelok ke jembatan, saya berhenti di jalan tol, saya tidak tahu harus berbuat apa, saya gemetar, saya sangat takut."
Dalam kondisi depresi berat dan ketergantungan obat-obatan terlarang, Tyson sempat meminta bantuan seorang psikiater. Namun setelah mencoba menerima keadaan, petinju kelahiran Manchester tersebut perlahan mampu bangkit dari keterpurukannya.
"Saya pergi lebih awal dan pulang ke kamar yang gelap, melepas jas dan saya berdoa kepada Tuhan untuk membantu saya. Saya tidak pernah memohon kepada Tuhan untuk membantu saya. Saya bisa merasakan air mata mengalir di wajah saya. Saya hampir menerima bahwa menjadi seorang pecandu alkohol adalah nasib saya, tetapi setelah berdoa selama 10 menit, saya bangun, saya merasa beban itu terangkat dari bahu saya. Untuk pertama kalinya dalam hidup saya, saya pikir saya akan baik-baik saja. Saya tahu saya tidak bisa melakukannya sendiri," pungkasnya.
Laga 'The Furious One' kontra juara kelas berat WBC Deontay Wilder akan berlangsung pada awal bulan depan di Staples Center, Los Angeles. Pertandingan itupun disebut menjadi pertanda kembalinya Fury ke dunia ring tinju.
"Saya memakai obat-obatan. Saya keluar dengan wanita malam dan tidak pulang. Saya tidak peduli tentang tinju atau hidup, saya hanya ingin mati," ungkap Tyson.
Fury mengungkapkan bagaimana dirinya bisa menderita depresi, disaat petinju berusia 30 tahun tersebut sukses mencapai tujuan karier terbesarnya di usia 27 tahun, dengan merebut takhta juara bertahan Wladimir Klitschko di tahun 2015.
Fury bahkan merasa seolah-olah dirinya tidak memiliki apa-apa. Yang tersisa hanyalah lubang menganga yang dipenuhi dengan kesuraman dan malapetaka.
"Itu tidak sampai setelah pertarungan Klitschko - yang sangat besar - yang harus saya hindari ke titik terendah yang lebih buruk. Terendah dari yang terendah yang bisa dimiliki siapa pun," sambungnya.
"Saya bangun dan berpikir, 'Mengapa saya bangun pagi ini?'. Dan ini datang dari seorang pria yang memenangkan segalanya, uang, ketenaran, kemuliaan, gelar, istri, keluarga, dan anak-anak - semuanya," ungkap petinju yang dijuluki 'The Gipsy King' tersebut.
Fury yang saat itu belum pernah menyentuh narkoba pun akhirnya terbuai dan memperparah kondisi mental yang dideritanya. Dia pun mengakui jika itu merupakan hal terburuk dengan menyentuh barang haram tersebut.
"Saya mulai memikirkan pikiran-pikiran gila ini. Saya membeli mobil baru Ferrari pada musim panas 2016. Saya berada di sana di jalan raya dan di bawah, saya naik mobil hingga 190mp/ jam dan menuju jembatan. Saya tidak peduli apa-apa, saya hanya ingin mati. Saya menyerah pada kehidupan tetapi ketika saya sedang menuju ke jembatan saya mendengar suara dan berkata, 'Tidak, jangan lakukan ini Tyson, pikirkan tentang anak-anakmu, keluargamu, putra dan putrimu tumbuh tanpa seorang ayah," kenang petinju bernama lengkap Tyson Luke Fury.
"Sebelum saya berbelok ke jembatan, saya berhenti di jalan tol, saya tidak tahu harus berbuat apa, saya gemetar, saya sangat takut."
Dalam kondisi depresi berat dan ketergantungan obat-obatan terlarang, Tyson sempat meminta bantuan seorang psikiater. Namun setelah mencoba menerima keadaan, petinju kelahiran Manchester tersebut perlahan mampu bangkit dari keterpurukannya.
"Saya pergi lebih awal dan pulang ke kamar yang gelap, melepas jas dan saya berdoa kepada Tuhan untuk membantu saya. Saya tidak pernah memohon kepada Tuhan untuk membantu saya. Saya bisa merasakan air mata mengalir di wajah saya. Saya hampir menerima bahwa menjadi seorang pecandu alkohol adalah nasib saya, tetapi setelah berdoa selama 10 menit, saya bangun, saya merasa beban itu terangkat dari bahu saya. Untuk pertama kalinya dalam hidup saya, saya pikir saya akan baik-baik saja. Saya tahu saya tidak bisa melakukannya sendiri," pungkasnya.
Laga 'The Furious One' kontra juara kelas berat WBC Deontay Wilder akan berlangsung pada awal bulan depan di Staples Center, Los Angeles. Pertandingan itupun disebut menjadi pertanda kembalinya Fury ke dunia ring tinju.
(sha)