Sejarah Sepak Bola Indonesia Kini Memasuki Era Baru
A
A
A
JAKARTA - Butuh 88 tahun untuk suatu klub berani turun ke bursa saham sejak Indonesia menggelar kompetisi resmi. Bali United (BU) menjadi tim pertama di Tanah Air yang melakukan pencatatan saham di Bursa Efek Indonesia (BEI). Pada pembukaan perdagangan kemarin saham emiten berkode BOLA tersebut langsung melesat 69,14%.
BOLA sudah melakukan initial public offering (IPO) atau penawaran saham pertama pada Mei lalu. Mereka menawarkan saham perdana senilai Rp175 per lembar lewat skema IPO. “Dengan dilepasnya saham BU untuk umum akan semakin banyak pihak yang bisa mendukung tercapainya visi dan misi tim untuk meraih sukses berkelanjutan,” kata CEO Bali United Yabes Tanuri kemarin.
Dalam aksi korporasi ini BOLA menunjuk PT Kresna Sekuritas dan PT Buana Capital Sekuritas sebagai perusahaan penjamin pelaksana emisi efek (underwriter). Tampak antusiasme masyarakat Bali, terutama fans dan suporter, sangat besar. Sejak masa penawaran hari kedua sudah oversubscribed. Komposisi investor ritel ada 41% dan investor institusi sebanyak 59%.
“Perolehan dana IPO akan digunakan perseroan untuk investasi, memperkuat struktur permodalan di entitas anak usaha, dan sisanya akan digunakan untuk modal kerja,” tambah Yabes. Bali United berencana menggunakan dana hasil IPO sekitar 19,1% untuk belanja modal, lalu sekitar 20,4% untuk memperkuat struktur permodalan kepada entitas anak usaha, dan 60,5% akan digunakan sebagai modal kerja perseroan.
Selepas IPO, Bali United menargetkan pendapatan klub sepak bolanya tumbuh dua kali lipat pada 2019. Tahun lalu Bali United mencatatkan pendapatan Rp115,2 miliar, artinya target pendapatan tahun ini mencapai Rp230 miliar. Melantainya Bali United di bursa menarik minat para pemain klub tersebut untuk turut berinvestasi. Bintang lapangan Irfan Bachdim juga membeli saham BOLA yang ditawarkan langsung oleh Yabes Tanuri.
“Ini pertama kali investasi di saham. Sebelumnya belum pernah," paparnya. Selain Irfan, ada Sutanto yang mengungkapkan bahwa setiap pemain Bali United diberi kesempatan membeli saham BOLA. "Untuk saham ini saya masih perlu banyak belajar. Saya hanya tahu label luarnya. Harus lebih mendalami lagi," ucapnya. Langkah Bali United untuk go public adalah sejarah baru sepak bola Indonesia.
Sejak PSSI menggelar kompetisi di era Perserikatan yang dimulai pada 1991, sampai bersama Liga 1 di musim sekarang, belum pernah ada tim yang berani turun ke bursa. Padahal, mereka bukan tim lawas yang memiliki tradisi bagus di sepak bola Indonesia. Jika dibandingkan Persija Jakarta, Persib Bandung, Arema FC atau klub lain yang lebih mapan, tim berjuluk Serdadu Tridatu kalah dari sisi sejarah, gelar, dan jumlah penonton.
Bali United baru menjadi klub profesional empat tahun lalu, tepatnya pada 15 Februari 2015 setelah sebelumnya bernama Putra Samarinda. Perubahan nama itu tak lepas dari langkah manajemen yang memindahkan kandang dari Samarinda ke Stadion I Wayan Dipta, Gianyar, Bali. Dalam lima tahun terakhir prestasi Bali United juga mengalami pasang surut.
Musim lalu mereka hanya menempati peringkat 11 klasemen akhir, setelah musim sebelumnya (2017) menjadi runner-up di bawah Bhayangkara. Artinya, mereka belum pernah mendapatkan gelar sejak era profesional. “Kami akan berinovasi di bidang sepak bola maupun industri olahraga dan hiburan secara luas,” sambung Yabes.
Meski belum mapan di tengah tradisi sepak bola Indonesia, Bali United mengklaim perseroan juga memiliki entitas anak perusahaan seperti PT Bali Boga Sejahtera, PT Kreasi Bangsa, PT Radio Swara Bukit Bali Indah, PT IOG. Kehadiran entitas anak usaha itu memperkuat pendapatan dari beragam sektor, baik tiket, hak siar televisi, sponsor, penjualan merchandise, penjualan makanan minuman, playland, akademi, marketing agency dan e-sports.
Mereka juga mengklaim memiliki basis suporter besar. Bali United mempunyai 559.000 pengikut Twitter, 709.000 followers Instagram, 95.927 pengikut aplikasi Bali United, rata-rata 167.790 kunjungan situs internetnya per bulan dan 33.277.977 viewers di YouTube. Khusus suporter, data Bali United sebenarnya masih jauh di bawah Persija. Tim Ibu Kota memiliki 2,8 juta pengikut di Twitter, 2 juta di Instagram.
Atau juga jika dibandingkan Persib yang memiliki 3,3 juta pengikut di Twitter, serta 3,1 juta pengikut di Instagram. Termasuk urusan penonton. Bali United menempati peringkat empat kunjungan penonton ke stadion di Liga 1 2018 dengan 258.433. Jumlah tersebut di bawah Persija Jakarta (372.423) dan Persib (272.291).
Toh, langkah ini tetap dipuji Mantan CEO Persija Jakarta Gede Widiade. “Langkah top markotop. Ini keberanian yang patut dianalisis tim lain. Beberapa tim lain juga ada yang layak untuk right issue,” papar Gede yang sekarang menjadi CEO Persiba Balikpapan.
Menurut Gede, saat suatu tim melakukan right issue harus jelas untuk apa pengembangan tim, apakah untuk membuat stadion, atau melanjutkan sewa stadion, memperluas jaringan merchandise atau kegiatan produktif lain. Ini penting karena alasan membeli saham adalah untuk mendapatkan keuntungan dari harga saham atau dividen perusahaan.
BOLA memfokuskan pendapatan mereka dari bursa untuk upgrading semua unit usaha utama dan anak perusahaan. Untuk klub, mereka berencana melakukan upgrade stadion, biaya sewa, serta penambahan fasilitas latihan. “Asal tidak salah kelola, saya pikir saham klub sepak bola aman untuk investasi dan menguntungkan,” tambah Gede. Sebetulnya ada sejumlah klub sepak bola di Tanah Air yang siap untuk terjun ke lantai bursa.
Direktur Penilaian BEI I Gede Nyoman Yetna mengungkapkan, setelah Bali United ada Arema Malang yang berencana melantai di BEI. Pihaknya sudah melakukan pertemuan dengan manajemen Singo Edan -julukan Arema- terkait rencana IPO tersebut. "Dengan Arema sudah ketemu sebelum libur Lebaran kemarin. Jadi begini, Arema sudah kita lakukan pendekatan dan mereka sekarang sedang concern internal dulu, apa saja yang perlu dipersiapkan," ujarnya.
Nyoman Yetna menjelaskan, masuknya Bali United ke pasar modal akan semakin meyakinkan langkah Arema untuk mengikuti jejak yang sama. Sebab, hal ini menunjukkan perkembangan bagi dunia sepak bola Indonesia. "Mereka (Arema) mempertanyakan apakah sudah ada klub sepak bola yang sudah dalam proses (IPO), ada, Bali United. Jadi komunitas yang sama kan saling berkomunikasi. Ini momen yang tepat untuk mereka, momentum yang menarik," ujarnya.
Menurut Nyoman, pendekatan juga dilakukan pada klub sepak bola lain, yakni Persija dan Persib. Namun, untuk kedua klub ini belum sampai pada tahap pertemuan. "(Terhadap) Persija dan Persib kami sudah melakukan pendekatan, mudah-mudahan dalam waktu dekat bisa ketemu," tambahnya.
General Manager Asosiasi Pemain Profesional Indonesia (APPI) Ponaryo Astaman mengatakan langkah Bali United membawa era baru di persepakbolaan Indonesia. Bali United dianggap sebagai pionir di era industrialisasi sepak bola yang bisa menjadi contoh klub-klub lain. Bali United juga menjadi sepak bola Indonesia jika digarap secara profesional, bisa menjadi sebuah industri.
Paling penting, lanjut Ponaryo, mengelola klub sekarang tidak cukup hanya mengelola klub sepak bola, tapi lebih sebagai perusahaan. “Ini juga berdampak positif pada kesejahteraan pemain. “Bermain di klub yang sehat tentu menambah kenyamanan pemain. Kenyamanan itu adalah faktor penting untuk pemain bekerja dan memberikan yang terbaik yang mereka punya,” katanya.
Sekjen PSSI Ratu Tisha Destria menilai IPO ini adalah suatu cara sepak bola menjadi lebih transparan dan akuntabel. Di luar itu, soal regulasi lebih teknisnya di statuta sudah diatur PSSI dan FIFA. Meski langkah Bali United melantai di bursa saham bukanlah sesuatu baru di sepak bola dunia, karena klub-klub elite dunia telah melakukannya.
Di sepak bola modern seperti saat ini, segala sesuatunya tidak terlepas dari sisi bisnis. Dengan bergabung di bursa saham, klub berpotensi mendapatkan pundi-pundi uang lebih efektif.
Belajar dari MU
Sebagian besar klub di dunia memiliki skema kepemilikan tradisional, tetapi beberapa dari mereka telah membuat IPO dan sekarang terdaftar di bursa efek di seluruh dunia. Ini adalah beberapa tim utama yang melakukan lompatan itu. Manchester United (MU), misalnya. Diambil alih Malcom Glazer pada 2005, tujuh tahun kemudian Glazer memutuskan membawa The Red Devils kembali ke bursa saham untuk meningkatkan modal.
Pada IPO kedua klub menjual 16,7 juta saham, tetapi harga per lembarnya jatuh di bawah ekspektasi dan hanya dijual sekitar USD14. Padahal harga yang diharapkan pada kisaran USD16-20 per lembar. Saat ini harganya berada di USD14,56 dengan total kapitalisasi pasar USD2,38 miliar.
Bagaimanapun, terjun ke bursa saham bukan tanpa risiko. Kinerja perusahaan di pasar keuangan sebagian besar terkait kinerjanya di pasarnya sendiri. Ketika perusahaan barang konsumen yang bergerak cepat (FMCG) menghasilkan untung besar dalam kuartal tertentu, efeknya terasa di pasar keuangan. Harga saham perusahaan naik. Demikian pula sepak bola kinerja klub di lapangan sangat mempengaruhi harga sahamnya.
Ketika klub awalnya meluncurkan IPO mereka di berbagai bursa efek, tujuannya adalah untuk mendapatkan berbagai investor. Namun, sebagian besar saham, selama bertahun-tahun, lebih banyak dibeli penggemar dari masing-masing klub sepak bola, bukan oleh orang-orang yang mencari keuntungan di pasar saham. Fluktuasi dan kurangnya pengembalian adalah dua alasan di baliknya.
Kasus MU, misalnya. Pasca-kepergian Sir Alex Ferguson pada 2013, klub telah melalui periode yang agak kacau dan yang telah menyebabkan fluktuasi atau guncangan. Di Italia, kinerja yang buruk telah menyebabkan Lazio menjual sahamnya dengan harga murah di bursa saham.
BOLA sudah melakukan initial public offering (IPO) atau penawaran saham pertama pada Mei lalu. Mereka menawarkan saham perdana senilai Rp175 per lembar lewat skema IPO. “Dengan dilepasnya saham BU untuk umum akan semakin banyak pihak yang bisa mendukung tercapainya visi dan misi tim untuk meraih sukses berkelanjutan,” kata CEO Bali United Yabes Tanuri kemarin.
Dalam aksi korporasi ini BOLA menunjuk PT Kresna Sekuritas dan PT Buana Capital Sekuritas sebagai perusahaan penjamin pelaksana emisi efek (underwriter). Tampak antusiasme masyarakat Bali, terutama fans dan suporter, sangat besar. Sejak masa penawaran hari kedua sudah oversubscribed. Komposisi investor ritel ada 41% dan investor institusi sebanyak 59%.
“Perolehan dana IPO akan digunakan perseroan untuk investasi, memperkuat struktur permodalan di entitas anak usaha, dan sisanya akan digunakan untuk modal kerja,” tambah Yabes. Bali United berencana menggunakan dana hasil IPO sekitar 19,1% untuk belanja modal, lalu sekitar 20,4% untuk memperkuat struktur permodalan kepada entitas anak usaha, dan 60,5% akan digunakan sebagai modal kerja perseroan.
Selepas IPO, Bali United menargetkan pendapatan klub sepak bolanya tumbuh dua kali lipat pada 2019. Tahun lalu Bali United mencatatkan pendapatan Rp115,2 miliar, artinya target pendapatan tahun ini mencapai Rp230 miliar. Melantainya Bali United di bursa menarik minat para pemain klub tersebut untuk turut berinvestasi. Bintang lapangan Irfan Bachdim juga membeli saham BOLA yang ditawarkan langsung oleh Yabes Tanuri.
“Ini pertama kali investasi di saham. Sebelumnya belum pernah," paparnya. Selain Irfan, ada Sutanto yang mengungkapkan bahwa setiap pemain Bali United diberi kesempatan membeli saham BOLA. "Untuk saham ini saya masih perlu banyak belajar. Saya hanya tahu label luarnya. Harus lebih mendalami lagi," ucapnya. Langkah Bali United untuk go public adalah sejarah baru sepak bola Indonesia.
Sejak PSSI menggelar kompetisi di era Perserikatan yang dimulai pada 1991, sampai bersama Liga 1 di musim sekarang, belum pernah ada tim yang berani turun ke bursa. Padahal, mereka bukan tim lawas yang memiliki tradisi bagus di sepak bola Indonesia. Jika dibandingkan Persija Jakarta, Persib Bandung, Arema FC atau klub lain yang lebih mapan, tim berjuluk Serdadu Tridatu kalah dari sisi sejarah, gelar, dan jumlah penonton.
Bali United baru menjadi klub profesional empat tahun lalu, tepatnya pada 15 Februari 2015 setelah sebelumnya bernama Putra Samarinda. Perubahan nama itu tak lepas dari langkah manajemen yang memindahkan kandang dari Samarinda ke Stadion I Wayan Dipta, Gianyar, Bali. Dalam lima tahun terakhir prestasi Bali United juga mengalami pasang surut.
Musim lalu mereka hanya menempati peringkat 11 klasemen akhir, setelah musim sebelumnya (2017) menjadi runner-up di bawah Bhayangkara. Artinya, mereka belum pernah mendapatkan gelar sejak era profesional. “Kami akan berinovasi di bidang sepak bola maupun industri olahraga dan hiburan secara luas,” sambung Yabes.
Meski belum mapan di tengah tradisi sepak bola Indonesia, Bali United mengklaim perseroan juga memiliki entitas anak perusahaan seperti PT Bali Boga Sejahtera, PT Kreasi Bangsa, PT Radio Swara Bukit Bali Indah, PT IOG. Kehadiran entitas anak usaha itu memperkuat pendapatan dari beragam sektor, baik tiket, hak siar televisi, sponsor, penjualan merchandise, penjualan makanan minuman, playland, akademi, marketing agency dan e-sports.
Mereka juga mengklaim memiliki basis suporter besar. Bali United mempunyai 559.000 pengikut Twitter, 709.000 followers Instagram, 95.927 pengikut aplikasi Bali United, rata-rata 167.790 kunjungan situs internetnya per bulan dan 33.277.977 viewers di YouTube. Khusus suporter, data Bali United sebenarnya masih jauh di bawah Persija. Tim Ibu Kota memiliki 2,8 juta pengikut di Twitter, 2 juta di Instagram.
Atau juga jika dibandingkan Persib yang memiliki 3,3 juta pengikut di Twitter, serta 3,1 juta pengikut di Instagram. Termasuk urusan penonton. Bali United menempati peringkat empat kunjungan penonton ke stadion di Liga 1 2018 dengan 258.433. Jumlah tersebut di bawah Persija Jakarta (372.423) dan Persib (272.291).
Toh, langkah ini tetap dipuji Mantan CEO Persija Jakarta Gede Widiade. “Langkah top markotop. Ini keberanian yang patut dianalisis tim lain. Beberapa tim lain juga ada yang layak untuk right issue,” papar Gede yang sekarang menjadi CEO Persiba Balikpapan.
Menurut Gede, saat suatu tim melakukan right issue harus jelas untuk apa pengembangan tim, apakah untuk membuat stadion, atau melanjutkan sewa stadion, memperluas jaringan merchandise atau kegiatan produktif lain. Ini penting karena alasan membeli saham adalah untuk mendapatkan keuntungan dari harga saham atau dividen perusahaan.
BOLA memfokuskan pendapatan mereka dari bursa untuk upgrading semua unit usaha utama dan anak perusahaan. Untuk klub, mereka berencana melakukan upgrade stadion, biaya sewa, serta penambahan fasilitas latihan. “Asal tidak salah kelola, saya pikir saham klub sepak bola aman untuk investasi dan menguntungkan,” tambah Gede. Sebetulnya ada sejumlah klub sepak bola di Tanah Air yang siap untuk terjun ke lantai bursa.
Direktur Penilaian BEI I Gede Nyoman Yetna mengungkapkan, setelah Bali United ada Arema Malang yang berencana melantai di BEI. Pihaknya sudah melakukan pertemuan dengan manajemen Singo Edan -julukan Arema- terkait rencana IPO tersebut. "Dengan Arema sudah ketemu sebelum libur Lebaran kemarin. Jadi begini, Arema sudah kita lakukan pendekatan dan mereka sekarang sedang concern internal dulu, apa saja yang perlu dipersiapkan," ujarnya.
Nyoman Yetna menjelaskan, masuknya Bali United ke pasar modal akan semakin meyakinkan langkah Arema untuk mengikuti jejak yang sama. Sebab, hal ini menunjukkan perkembangan bagi dunia sepak bola Indonesia. "Mereka (Arema) mempertanyakan apakah sudah ada klub sepak bola yang sudah dalam proses (IPO), ada, Bali United. Jadi komunitas yang sama kan saling berkomunikasi. Ini momen yang tepat untuk mereka, momentum yang menarik," ujarnya.
Menurut Nyoman, pendekatan juga dilakukan pada klub sepak bola lain, yakni Persija dan Persib. Namun, untuk kedua klub ini belum sampai pada tahap pertemuan. "(Terhadap) Persija dan Persib kami sudah melakukan pendekatan, mudah-mudahan dalam waktu dekat bisa ketemu," tambahnya.
General Manager Asosiasi Pemain Profesional Indonesia (APPI) Ponaryo Astaman mengatakan langkah Bali United membawa era baru di persepakbolaan Indonesia. Bali United dianggap sebagai pionir di era industrialisasi sepak bola yang bisa menjadi contoh klub-klub lain. Bali United juga menjadi sepak bola Indonesia jika digarap secara profesional, bisa menjadi sebuah industri.
Paling penting, lanjut Ponaryo, mengelola klub sekarang tidak cukup hanya mengelola klub sepak bola, tapi lebih sebagai perusahaan. “Ini juga berdampak positif pada kesejahteraan pemain. “Bermain di klub yang sehat tentu menambah kenyamanan pemain. Kenyamanan itu adalah faktor penting untuk pemain bekerja dan memberikan yang terbaik yang mereka punya,” katanya.
Sekjen PSSI Ratu Tisha Destria menilai IPO ini adalah suatu cara sepak bola menjadi lebih transparan dan akuntabel. Di luar itu, soal regulasi lebih teknisnya di statuta sudah diatur PSSI dan FIFA. Meski langkah Bali United melantai di bursa saham bukanlah sesuatu baru di sepak bola dunia, karena klub-klub elite dunia telah melakukannya.
Di sepak bola modern seperti saat ini, segala sesuatunya tidak terlepas dari sisi bisnis. Dengan bergabung di bursa saham, klub berpotensi mendapatkan pundi-pundi uang lebih efektif.
Belajar dari MU
Sebagian besar klub di dunia memiliki skema kepemilikan tradisional, tetapi beberapa dari mereka telah membuat IPO dan sekarang terdaftar di bursa efek di seluruh dunia. Ini adalah beberapa tim utama yang melakukan lompatan itu. Manchester United (MU), misalnya. Diambil alih Malcom Glazer pada 2005, tujuh tahun kemudian Glazer memutuskan membawa The Red Devils kembali ke bursa saham untuk meningkatkan modal.
Pada IPO kedua klub menjual 16,7 juta saham, tetapi harga per lembarnya jatuh di bawah ekspektasi dan hanya dijual sekitar USD14. Padahal harga yang diharapkan pada kisaran USD16-20 per lembar. Saat ini harganya berada di USD14,56 dengan total kapitalisasi pasar USD2,38 miliar.
Bagaimanapun, terjun ke bursa saham bukan tanpa risiko. Kinerja perusahaan di pasar keuangan sebagian besar terkait kinerjanya di pasarnya sendiri. Ketika perusahaan barang konsumen yang bergerak cepat (FMCG) menghasilkan untung besar dalam kuartal tertentu, efeknya terasa di pasar keuangan. Harga saham perusahaan naik. Demikian pula sepak bola kinerja klub di lapangan sangat mempengaruhi harga sahamnya.
Ketika klub awalnya meluncurkan IPO mereka di berbagai bursa efek, tujuannya adalah untuk mendapatkan berbagai investor. Namun, sebagian besar saham, selama bertahun-tahun, lebih banyak dibeli penggemar dari masing-masing klub sepak bola, bukan oleh orang-orang yang mencari keuntungan di pasar saham. Fluktuasi dan kurangnya pengembalian adalah dua alasan di baliknya.
Kasus MU, misalnya. Pasca-kepergian Sir Alex Ferguson pada 2013, klub telah melalui periode yang agak kacau dan yang telah menyebabkan fluktuasi atau guncangan. Di Italia, kinerja yang buruk telah menyebabkan Lazio menjual sahamnya dengan harga murah di bursa saham.
(nfl)