Tak Potong Gaji Pemain, Pengelola Klub Inggris Tanpa Empati
A
A
A
LONDON - Langkah Tottenham Hotspur memotong gaji dan merumahkan staf nonpemain mengundang kritik. Pengkritik menilai seharusnya klub berani memotong gaji pemain sebagai langkah efisiensi imbas pandemi Covid-19.
Kritik tajam itu dilontarkan Ketua Komite Digital, Budaya, Media dan Olahraga Inggris Julian Knight. Dia mengutuk tindakan klub Liga Primer yang telah memotong gaji dan bahkan memecat staf nonpemain. Knight mengatakan klub-klub Liga Primer hidup dalam kekosongan moral.
Menurut dia, para pemain yang seharusnya dipotong gaji selama pandemi Covid-19 ini. "Itu seperti menempel di tenggorokan. Perilaku klub-klub tersebut seolah memaparkan ekonomi gila di sepak bola Inggris dan kekosongan moral di pusatnya," kata Knight, dilansir BBC.
Seperti diketahui, skema retensi pekerjaan akibat pandemi Covid-19 membuat pemerintah akan membayar staf yang ditempatkan dengan cuti sementara senilai 80% dari upah mereka hingga maksimum 2.500 poundsterling sebulan. Tottenham, Newcastle United, Bournemouth, dan Norwich City telah memilih menggunakan skema retensi pekerjaan pemerintah.
Tapi, Knight khawatir skema ini tidak digunakan dengan cara yang tepat dan meminta departemen keuangan secara legal menolaknya. Menurut dia, skema tersebut tidak dirancang untuk secara efektif memungkinkan klub-klub terus membayar orang ratusan ribu poundsterling. (Baca: Selamatkan Klub, Manajemen Tottenham Pangkas 20 Persen Gaji Staf)
Dia menilai sepak bola perlu memiliki pandangan yang baik, panjang, keras pada dirinya sendiri, dan melihat apakah secara moral ini benar atau tidak. Seharusnya, yang benar-benar perlu dilakukan adalah mengatur beberapa pemain mereka dan memotong gajinya sehingga klub dapat terus membayar staf nonpemain 100% dari upah dibandingkan melemahkan mereka dengan 80%," papar Knight.
Wali Kota London Sadiq Khan menganggap para pemain papan atas Liga Primer harus menjadi pihak yang layak menanggung beban pemotongan gaji karena memiliki penghasilan besar per pekannya dan tentu memiliki aset atau tabungan. Hal itu berbanding terbalik dengan mereka para staf nonpemain yang bekerja di katering atau perhotelan yang mungkin tidak memiliki tabungan dan hidup dari pekan ke pekan.
“Pandangan saya bahwa mereka yang paling tidak mampu harus mendapatkan bantuan paling banyak. Pemain sepak bola yang dibayar tinggi adalah orang-orang yang dapat memikul beban terbesar dan mereka harus berbesar hati mengorbankan gajinya terkena potongan,” tutur Khan.
Dukungan juga datang dari pelatih legendaris Inggris Harry Redknapp. Secara terbuka dia kecewa dengan sikap petinggi-petinggi klub Liga Primer, tak terkecuali mantan bosnya di Tottenham Daniel Levy. Redknapp menilai keputusan Levy menggunakan skema cuti pemerintah dan 550 karyawan Tottenham harus mengambil potongan gaji 20% selama terhentinya kompetisi adalah sebuah langkah keliru.
Berdasarkan rilis keuangan The Lilywhites terungkap bahwa Levy mendapat tambahan 3 juta poundsterling di atas gajinya 4 juta poundsterling untuk mengawasi penyelesaian stadion baru klub. Para pemain Tottenham juga saat ini masih mendapatkan penghasilan upah mereka secara penuh meskipun mereka rata-rata mengantongi 70.000 sepekan.
Redknapp mengatakan akan lebih bijaksana jika pemain-pemain bergaji tinggi mendonasikan sedikit penghasilannya kepada petugas kesehatan seperti dokter, pekerja medis, dan lain-lain yang sedang berada di garda terdepan memerangi Covid-19 di Inggris.
“Saya pikir pemerintah akan membayar orang-orang biasa yang berjuang dan membantu usaha kecil. Itu bukan untuk klub besar seperti Tottenham. Klub dimiliki Joe Lewis, salah satu orang terkaya di dunia, dan klubnya memotong upah semua staf nonsepak bola sebesar 20%. Saya tidak bisa memercayainya,” ujar Redknapp, menyindir.
Bergemingnya klub-klub Liga Primer tidak terlepas dari buntunya pembicaraan yang digelar otoritas Liga Primer bersama EFL, LMA, dan PFA, Rabu (1/4), sehingga akan dilanjutkan dalam beberapa hari ke depan. Pembahasan mengenai gaji pemain menjadi topik utama setelah sejumlah pemilik klub memperingatkan pemotongan upah tidak bisa dihindari jika klub ingin melewati situasi saat ini dan selamat dari beban keuangan akibat pandemi Covid-19.
Mengenai rencana menggulirkan Liga Primer akhir April mendatang memang belum dipastikan. Pihak-pihak yang terkait kemungkinan baru akan melakukannya jika situasi di Inggris sudah kondusif atau pandemi Covid-19 berakhir.
“Pertemuan hari Rabu menegaskan prioritas adalah kesehatan dan kesejahteraan bangsa termasuk para pemain, pelatih, manajer, staf klub, dan pendukung. Semua orang sepakat sepak bola hanya boleh kembali ketika aman dan pantas untuk menggulirkannya kembali,” bunyi pernyataan bersama Liga Primer, EFL, LMA, dan PFA.
Petinggi klub, pelatih, dan pemain Liga Primer bisa berkaca pada AFC Bournemouth. Pelatih Bournemouth Eddie Howe telah menjadi pelatih Liga Primer pertama yang menerima pemotongan gaji sukarela selama pandemi Covid-19 yang sedang berlangsung.
Asistennya, Jason Tindall, Kepala Eksekutif Neill Blake, dan Direktur Teknis Richard Hughes juga telah melakukan pemotongan gaji "signifikan" di tengah krisis. Selain itu, tim berjuluk The Cherries tersebut telah merumahkan staf nonpemain untuk cuti dengan menggunakan skema cuti pemerintah.
"Satu hal yang pasti, kesejahteraan karyawan, pendukung, komunitas lokal kami, dan semua orang di seluruh dunia jauh lebih penting daripada pertandingan sepak bola," tulis pernyataan resmi Bournemouth. (Alimansyah)
Kritik tajam itu dilontarkan Ketua Komite Digital, Budaya, Media dan Olahraga Inggris Julian Knight. Dia mengutuk tindakan klub Liga Primer yang telah memotong gaji dan bahkan memecat staf nonpemain. Knight mengatakan klub-klub Liga Primer hidup dalam kekosongan moral.
Menurut dia, para pemain yang seharusnya dipotong gaji selama pandemi Covid-19 ini. "Itu seperti menempel di tenggorokan. Perilaku klub-klub tersebut seolah memaparkan ekonomi gila di sepak bola Inggris dan kekosongan moral di pusatnya," kata Knight, dilansir BBC.
Seperti diketahui, skema retensi pekerjaan akibat pandemi Covid-19 membuat pemerintah akan membayar staf yang ditempatkan dengan cuti sementara senilai 80% dari upah mereka hingga maksimum 2.500 poundsterling sebulan. Tottenham, Newcastle United, Bournemouth, dan Norwich City telah memilih menggunakan skema retensi pekerjaan pemerintah.
Tapi, Knight khawatir skema ini tidak digunakan dengan cara yang tepat dan meminta departemen keuangan secara legal menolaknya. Menurut dia, skema tersebut tidak dirancang untuk secara efektif memungkinkan klub-klub terus membayar orang ratusan ribu poundsterling. (Baca: Selamatkan Klub, Manajemen Tottenham Pangkas 20 Persen Gaji Staf)
Dia menilai sepak bola perlu memiliki pandangan yang baik, panjang, keras pada dirinya sendiri, dan melihat apakah secara moral ini benar atau tidak. Seharusnya, yang benar-benar perlu dilakukan adalah mengatur beberapa pemain mereka dan memotong gajinya sehingga klub dapat terus membayar staf nonpemain 100% dari upah dibandingkan melemahkan mereka dengan 80%," papar Knight.
Wali Kota London Sadiq Khan menganggap para pemain papan atas Liga Primer harus menjadi pihak yang layak menanggung beban pemotongan gaji karena memiliki penghasilan besar per pekannya dan tentu memiliki aset atau tabungan. Hal itu berbanding terbalik dengan mereka para staf nonpemain yang bekerja di katering atau perhotelan yang mungkin tidak memiliki tabungan dan hidup dari pekan ke pekan.
“Pandangan saya bahwa mereka yang paling tidak mampu harus mendapatkan bantuan paling banyak. Pemain sepak bola yang dibayar tinggi adalah orang-orang yang dapat memikul beban terbesar dan mereka harus berbesar hati mengorbankan gajinya terkena potongan,” tutur Khan.
Dukungan juga datang dari pelatih legendaris Inggris Harry Redknapp. Secara terbuka dia kecewa dengan sikap petinggi-petinggi klub Liga Primer, tak terkecuali mantan bosnya di Tottenham Daniel Levy. Redknapp menilai keputusan Levy menggunakan skema cuti pemerintah dan 550 karyawan Tottenham harus mengambil potongan gaji 20% selama terhentinya kompetisi adalah sebuah langkah keliru.
Berdasarkan rilis keuangan The Lilywhites terungkap bahwa Levy mendapat tambahan 3 juta poundsterling di atas gajinya 4 juta poundsterling untuk mengawasi penyelesaian stadion baru klub. Para pemain Tottenham juga saat ini masih mendapatkan penghasilan upah mereka secara penuh meskipun mereka rata-rata mengantongi 70.000 sepekan.
Redknapp mengatakan akan lebih bijaksana jika pemain-pemain bergaji tinggi mendonasikan sedikit penghasilannya kepada petugas kesehatan seperti dokter, pekerja medis, dan lain-lain yang sedang berada di garda terdepan memerangi Covid-19 di Inggris.
“Saya pikir pemerintah akan membayar orang-orang biasa yang berjuang dan membantu usaha kecil. Itu bukan untuk klub besar seperti Tottenham. Klub dimiliki Joe Lewis, salah satu orang terkaya di dunia, dan klubnya memotong upah semua staf nonsepak bola sebesar 20%. Saya tidak bisa memercayainya,” ujar Redknapp, menyindir.
Bergemingnya klub-klub Liga Primer tidak terlepas dari buntunya pembicaraan yang digelar otoritas Liga Primer bersama EFL, LMA, dan PFA, Rabu (1/4), sehingga akan dilanjutkan dalam beberapa hari ke depan. Pembahasan mengenai gaji pemain menjadi topik utama setelah sejumlah pemilik klub memperingatkan pemotongan upah tidak bisa dihindari jika klub ingin melewati situasi saat ini dan selamat dari beban keuangan akibat pandemi Covid-19.
Mengenai rencana menggulirkan Liga Primer akhir April mendatang memang belum dipastikan. Pihak-pihak yang terkait kemungkinan baru akan melakukannya jika situasi di Inggris sudah kondusif atau pandemi Covid-19 berakhir.
“Pertemuan hari Rabu menegaskan prioritas adalah kesehatan dan kesejahteraan bangsa termasuk para pemain, pelatih, manajer, staf klub, dan pendukung. Semua orang sepakat sepak bola hanya boleh kembali ketika aman dan pantas untuk menggulirkannya kembali,” bunyi pernyataan bersama Liga Primer, EFL, LMA, dan PFA.
Petinggi klub, pelatih, dan pemain Liga Primer bisa berkaca pada AFC Bournemouth. Pelatih Bournemouth Eddie Howe telah menjadi pelatih Liga Primer pertama yang menerima pemotongan gaji sukarela selama pandemi Covid-19 yang sedang berlangsung.
Asistennya, Jason Tindall, Kepala Eksekutif Neill Blake, dan Direktur Teknis Richard Hughes juga telah melakukan pemotongan gaji "signifikan" di tengah krisis. Selain itu, tim berjuluk The Cherries tersebut telah merumahkan staf nonpemain untuk cuti dengan menggunakan skema cuti pemerintah.
"Satu hal yang pasti, kesejahteraan karyawan, pendukung, komunitas lokal kami, dan semua orang di seluruh dunia jauh lebih penting daripada pertandingan sepak bola," tulis pernyataan resmi Bournemouth. (Alimansyah)
(ysw)