Kurang kompetisi, prestasi Sumsel menurun
Kamis, 20 September 2012 - 21:41 WIB

Kurang kompetisi, prestasi Sumsel menurun
A
A
A
Sindonews.com - Menjelang berakhirnya pelaksanaan Pekan olahraga Nasional (PON) XVIII di Riau, Sumatera Selatan baru mengumpulkan 10 medali emas dan hasil ini masih jauh dari target minimal 25 emas sebelumnya. Bahkan, cenderung mengalami penurunan dibandingkan PON XVII/2008 di Kaltim.
Di samping persoalan venue pertandingan yang terkesan asal-asalan dan tidak sesuai standar, ada alasan lainnya. Salah satu penyebab kegagalan dari beberapa cabang olahraga unggulan dalam merebut medali, dikarenakan kurangnya kompetisi di tingkat daerah. Sehingga sulit untuk menguji hasil latihan yang telah ditempuh dan mengakibatkan sulit melakukan pembibitan atlet muda untuk regenerasi.
"Kondisi kita, masih sangat kurang dalam melakukan kompetisi. Sehingga hasil latihan tidak terlihat. Bahkan, kompetisi daerah baru terlaksana 4 tahun sekali. Padahal, mestinya pelaksanaan itu tidak hanya mengacu pada PON. Paling tidak dua tahun sekali," ujar Darlis, Sekretaris Umum
Pengprov Ikatan Pencak Silat Seluruh Indonesia (IPSI) Sumsel.
Dirinya melanjutkan, selain masalah teknis, juga perlu dilakukan perombakan, terhadap struktur organisasi di tubuh Komite Olahraga Nasional Indonesia (KONI) Sumsel, dengan orang-orang yang betul-betul profesional. Sehingga sistem pembinaan menjadi lebih baik.
"Harusnya ada perombakan, bukan berarti yang sekarang kurang baik. Karena yang dibutuhkan orang-orang yang benar-benar memahami sistem pembinaan atlet, sehingga bisa mencapai prestasi," pungkasnya.
Menurutnya, untuk menghadapi PON 2016 mendatang, perlu regenerasi atlet muda, meski ke 19 pesilat Sumsel yang turun di pesta olahraga empat tahunan ini merupakan atlet asli daerah. Namun, sebagian besar yang turun di nomor seni sudah berusia di atas 26 tahun.
"Ke depan harus ada regenerasi, salah satu jalan untuk mencari bibit muda adalah lewat kompetisi dan dari hasil evaluasi perlu perbaikan mental dan psikologis agar lebih baik. Karena secara teknis atlet kita tidak kalah. Melihat hasilnya selalu kalah tipis," imbuhnya.
Sedangkan, untuk pertanggungjawaban, dirinya menambahkan kegagalan atlet ini sudah menjadi pukulan bagi pihaknya. Karena semua itu menjadi tanggung jawab moral untuk memajukan pencak silat Sumsel.
Di samping itu, Sekretaris Umum (Sekum) Pengrov Persatuan Judo Seluruh Indonesia (PJSI) Sumsel Toni Pusriadi menuturkan kegagalan dalam menyabet 2 emas dari Horas Manurung di kelas 73-81 Kg dan Petter Taslim di kelas 60-66 Kg, hanya tercapai dua perunggu dari keduanya
ini diakibatkan beberapa hal.
Di antaranya, dari Horas yang merupakan atlet asli Jawa Barat yang bergabung di Sumsel sejak 2 tahun sebelum PON 2012, dikarenakan kenaikan berat badan mencapai 10 Kg setelah pulang dari Training Camp (TC) di Taiwan dan untuk persiapan Petter hanya 3 bulan sebelum PON.
Karena dirinya tidak mengikuti Prapon, lantaran sudah mendapat wildcard sebagai atlet SEA Games.
"Untuk ke depan kita tetap akan mempertahankan Horas dan Stanley Rabinto, karena masih berusia muda. Meski sebetulnya kita juga sudah membidik beberapa nama atlet asli daerah. Namun, karena jam terbang mereka masih kurang, jadi perlu lebih banyak mengikuti kejuaraan," tuturnya.
Sedangkan, untuk dapat turun di PON pada cabor judo ini berdasarkan kredit poin. Sementara atlet Sumsel masih sulit untuk memenuhi hal itu. Serta untuk pembinaan dan penyelenggaraan kompetisi masih belum dapat terlaksana karena belum ada Pengurus cabang (Pengcab) di setiap kabupaten/kota. Untuk itu, di kepengurusan 2012-2013 akan berkoordinasi dengan KONI dan Dandim untuk pembentukan pengcab.
"Sekarang ini kita terkendala pembibitan, sehingga tidak ada regenerasi yang bisa turun di nasional, karena masih kurang jam terbang. Namun, jika sejak sekarang sudah di evaluasi dan pembenahan,
maka pada PON 2016 nanti akan lebih banyak muncul atlet muda asli Sumsel," paparnya.
Selain itu, di cabor balap sepeda, Toni yang juga Sekum Pengprov Ikatan Sport Sepeda Indonesia (ISSI) Sumsel ini menerangkan kegegalan merebut medali perunggu dari Yepi Kurniawan yang sebelumnya ditargetkan karena, terlambat dalam menerima peralatan. Padahal, selama TC di Pagaralam, atlet Sumsel ini sudah memiliki teknik dan fisik yang cukup baik.
"Sepeda itu baru kita terima seminggu sebelum PON, sehingga pembalap kesulitan beradaptasi. Karena paling tidak semua peralatan sudah diterima tiga bulan sebelum PON," tandasnya.
Sebelumnya, Ketua Umum Komite Olahraga Nasional Indonesia (KONI) Sumsel Muddai Madang, mengaku hasil ini bisa dibilang benar-benar di luar dugaan.''Apa pun bentuk hasil ini bukan berdalih, tapi kita jangan menyalahkan atlet, karena mereka sudah berjuang maksimal,'' katanya.
"Saya benar-benar tidak menduga bahwa dari menembak ini kita tidak mendapatkan satu emas pun. Namun saya tidak akan menyalahkan atlet atas kegagalan ini. Saya sendiri selaku ketua KONI Sumsel yang akan bertanggungjawab, tapi selebihnya kita lihat saja nanti,"
pungkasnya
Di samping persoalan venue pertandingan yang terkesan asal-asalan dan tidak sesuai standar, ada alasan lainnya. Salah satu penyebab kegagalan dari beberapa cabang olahraga unggulan dalam merebut medali, dikarenakan kurangnya kompetisi di tingkat daerah. Sehingga sulit untuk menguji hasil latihan yang telah ditempuh dan mengakibatkan sulit melakukan pembibitan atlet muda untuk regenerasi.
"Kondisi kita, masih sangat kurang dalam melakukan kompetisi. Sehingga hasil latihan tidak terlihat. Bahkan, kompetisi daerah baru terlaksana 4 tahun sekali. Padahal, mestinya pelaksanaan itu tidak hanya mengacu pada PON. Paling tidak dua tahun sekali," ujar Darlis, Sekretaris Umum
Pengprov Ikatan Pencak Silat Seluruh Indonesia (IPSI) Sumsel.
Dirinya melanjutkan, selain masalah teknis, juga perlu dilakukan perombakan, terhadap struktur organisasi di tubuh Komite Olahraga Nasional Indonesia (KONI) Sumsel, dengan orang-orang yang betul-betul profesional. Sehingga sistem pembinaan menjadi lebih baik.
"Harusnya ada perombakan, bukan berarti yang sekarang kurang baik. Karena yang dibutuhkan orang-orang yang benar-benar memahami sistem pembinaan atlet, sehingga bisa mencapai prestasi," pungkasnya.
Menurutnya, untuk menghadapi PON 2016 mendatang, perlu regenerasi atlet muda, meski ke 19 pesilat Sumsel yang turun di pesta olahraga empat tahunan ini merupakan atlet asli daerah. Namun, sebagian besar yang turun di nomor seni sudah berusia di atas 26 tahun.
"Ke depan harus ada regenerasi, salah satu jalan untuk mencari bibit muda adalah lewat kompetisi dan dari hasil evaluasi perlu perbaikan mental dan psikologis agar lebih baik. Karena secara teknis atlet kita tidak kalah. Melihat hasilnya selalu kalah tipis," imbuhnya.
Sedangkan, untuk pertanggungjawaban, dirinya menambahkan kegagalan atlet ini sudah menjadi pukulan bagi pihaknya. Karena semua itu menjadi tanggung jawab moral untuk memajukan pencak silat Sumsel.
Di samping itu, Sekretaris Umum (Sekum) Pengrov Persatuan Judo Seluruh Indonesia (PJSI) Sumsel Toni Pusriadi menuturkan kegagalan dalam menyabet 2 emas dari Horas Manurung di kelas 73-81 Kg dan Petter Taslim di kelas 60-66 Kg, hanya tercapai dua perunggu dari keduanya
ini diakibatkan beberapa hal.
Di antaranya, dari Horas yang merupakan atlet asli Jawa Barat yang bergabung di Sumsel sejak 2 tahun sebelum PON 2012, dikarenakan kenaikan berat badan mencapai 10 Kg setelah pulang dari Training Camp (TC) di Taiwan dan untuk persiapan Petter hanya 3 bulan sebelum PON.
Karena dirinya tidak mengikuti Prapon, lantaran sudah mendapat wildcard sebagai atlet SEA Games.
"Untuk ke depan kita tetap akan mempertahankan Horas dan Stanley Rabinto, karena masih berusia muda. Meski sebetulnya kita juga sudah membidik beberapa nama atlet asli daerah. Namun, karena jam terbang mereka masih kurang, jadi perlu lebih banyak mengikuti kejuaraan," tuturnya.
Sedangkan, untuk dapat turun di PON pada cabor judo ini berdasarkan kredit poin. Sementara atlet Sumsel masih sulit untuk memenuhi hal itu. Serta untuk pembinaan dan penyelenggaraan kompetisi masih belum dapat terlaksana karena belum ada Pengurus cabang (Pengcab) di setiap kabupaten/kota. Untuk itu, di kepengurusan 2012-2013 akan berkoordinasi dengan KONI dan Dandim untuk pembentukan pengcab.
"Sekarang ini kita terkendala pembibitan, sehingga tidak ada regenerasi yang bisa turun di nasional, karena masih kurang jam terbang. Namun, jika sejak sekarang sudah di evaluasi dan pembenahan,
maka pada PON 2016 nanti akan lebih banyak muncul atlet muda asli Sumsel," paparnya.
Selain itu, di cabor balap sepeda, Toni yang juga Sekum Pengprov Ikatan Sport Sepeda Indonesia (ISSI) Sumsel ini menerangkan kegegalan merebut medali perunggu dari Yepi Kurniawan yang sebelumnya ditargetkan karena, terlambat dalam menerima peralatan. Padahal, selama TC di Pagaralam, atlet Sumsel ini sudah memiliki teknik dan fisik yang cukup baik.
"Sepeda itu baru kita terima seminggu sebelum PON, sehingga pembalap kesulitan beradaptasi. Karena paling tidak semua peralatan sudah diterima tiga bulan sebelum PON," tandasnya.
Sebelumnya, Ketua Umum Komite Olahraga Nasional Indonesia (KONI) Sumsel Muddai Madang, mengaku hasil ini bisa dibilang benar-benar di luar dugaan.''Apa pun bentuk hasil ini bukan berdalih, tapi kita jangan menyalahkan atlet, karena mereka sudah berjuang maksimal,'' katanya.
"Saya benar-benar tidak menduga bahwa dari menembak ini kita tidak mendapatkan satu emas pun. Namun saya tidak akan menyalahkan atlet atas kegagalan ini. Saya sendiri selaku ketua KONI Sumsel yang akan bertanggungjawab, tapi selebihnya kita lihat saja nanti,"
pungkasnya
(aww)