Ternyata, Persik belum lepas dari APBD
A
A
A
Sindonews.com - Semusim tanpa bantuan dana Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) membuat sejumlah klub menggelepar. Persik Kediri salah satunya, yang musim lalu mengalami krisis keuangan dan hingga kini belum ada kepastian terkait nasib klub ke depan.
Tidak lagi menggunakan APBD Pemerintah Kota (Pemkot) Kediri, Persik tidak mampu menjalankan roda klub sepanjang musim. Keberadaan Konsorsium PT Mitra Bola Indonesia (MBI) sebagai pemegang saham juga belum menjamin keuangan Macan Putih langgeng.
Musim lalu menjadi contoh bagaimana remuknya Persik Kediri karena kekurangan modal. Suplai dana dari konsorsium sangat cekak dan tidak cukup untuk menghidupi tim. Wali Kota Kediri Samsul Ashar pun membuat pengakuan yang cukup mengejutkan. Dia mengatakan klub sebenarnya masih belum bisa lepas dari APBD.
Wali Kota yang sempat mendukung dihapusnya APBD di klub profesional itu, akhirnya mengingkari sikapnya semusim lalu. Pria yang pernah menjabat sebagai Ketua Umum Persik Kediri ini tak bisa mengelak bahwa Persik tidak mampu mencukupi kebutuhannya secara mandiri.
''Pada praktiknya sangat sulit tanpa APBD dan klub belum siap mandiri. Saya yakin ini tak hanya dirasakan Persik Kediri, tapi juga banyak klub. Berkaca dari pengalaman, APBD harusnya tetap diperbolehkan tapi dengan sistem pembatasan anggaran,” ucap Samsul yang kini menjadi pihak paling disalahkan Persikmania, suporter Persik.
Persik yang berpredikat sebagai pemegang juara Liga Indonesia 2003 dan 2006, frustrasi dengan kondisi yang ada. Keinginan memperoleh sponsor tidak pernah kesampaian. Jangankan sponsor 'kakap', bahkan sponsor 'teri' pun tidak ada yang tertarik berinvestasi di Stadion Brawijaya.
Sangat ironis mengingat Persik dulunya adalah klub yang disegani dan sempat didukung perusahaan rokok besar PT Gudang Garam. Seiring dengan merosotnya prestasi Persik dalam tiga musim terakhir, habis pula kepercayaan sponsor terhadap kredibilitas klub berwarna ungu itu.
''Mungkin saya bisa membantu kalau memang ada revisi peraturan dan APBD diperbolehkan untuk klub. Tapi kalau kondisinya seperti sekarang, kami semua tidak tahu harus bagaimana. Dalam semusim terakhir manajemen tidak kurang-kurang mengupayakan kelangsungan Persik,” tuturnya.
Itu sekaligus sebagai reaksi Samsul Ashar atas sikap sejumlah Persikmania yang memojokkan dirinya akhir-akhir ini. Sebagai Pembina Persik Kediri, Samsul menjadi sasaran kedua setelah sebelumnya Manajer Persik Sunardi juga pernah menjadi tumpahan kekecewaan supporter.
Melihat fakta belakangan ini, Persikania tampaknya sudah tidak tahu harus menuntut ke siapa terkait nasib klubnya. Mendesak manajemen pun tampaknya juga percuma karena jajaran manajemen Persik hanyalah 'karyawan' yang menjalankan tugas dari konsorsium sebagai pemegang saham.
Salah satu sumber di internal Persik bahkan menyebutkan, menjadi pengurus Persik sekarang ini ibaratnya 'setor nyawa'. “Kami harus bekerja lebih keras untuk klub, tapi di sisi lain kami juga dipersalahkan. Bekerja seperti apa pun tampaknya tetap salah,” ungkap sumber di manajemen yang enggan disebut namanya ini.
Namun dia memahami pihak luar, termasuk suporter, tidak banyak yang paham bagaimana kondisi di dalam manajemen sebenarnya. ''Kami ini ibaratnya hanya karyawan. Kalau mau protes soal keuangan klub, ya paling tepat ke konsorsium karena mereka yang menguasai saham klub,” tandasnya.
Tidak lagi menggunakan APBD Pemerintah Kota (Pemkot) Kediri, Persik tidak mampu menjalankan roda klub sepanjang musim. Keberadaan Konsorsium PT Mitra Bola Indonesia (MBI) sebagai pemegang saham juga belum menjamin keuangan Macan Putih langgeng.
Musim lalu menjadi contoh bagaimana remuknya Persik Kediri karena kekurangan modal. Suplai dana dari konsorsium sangat cekak dan tidak cukup untuk menghidupi tim. Wali Kota Kediri Samsul Ashar pun membuat pengakuan yang cukup mengejutkan. Dia mengatakan klub sebenarnya masih belum bisa lepas dari APBD.
Wali Kota yang sempat mendukung dihapusnya APBD di klub profesional itu, akhirnya mengingkari sikapnya semusim lalu. Pria yang pernah menjabat sebagai Ketua Umum Persik Kediri ini tak bisa mengelak bahwa Persik tidak mampu mencukupi kebutuhannya secara mandiri.
''Pada praktiknya sangat sulit tanpa APBD dan klub belum siap mandiri. Saya yakin ini tak hanya dirasakan Persik Kediri, tapi juga banyak klub. Berkaca dari pengalaman, APBD harusnya tetap diperbolehkan tapi dengan sistem pembatasan anggaran,” ucap Samsul yang kini menjadi pihak paling disalahkan Persikmania, suporter Persik.
Persik yang berpredikat sebagai pemegang juara Liga Indonesia 2003 dan 2006, frustrasi dengan kondisi yang ada. Keinginan memperoleh sponsor tidak pernah kesampaian. Jangankan sponsor 'kakap', bahkan sponsor 'teri' pun tidak ada yang tertarik berinvestasi di Stadion Brawijaya.
Sangat ironis mengingat Persik dulunya adalah klub yang disegani dan sempat didukung perusahaan rokok besar PT Gudang Garam. Seiring dengan merosotnya prestasi Persik dalam tiga musim terakhir, habis pula kepercayaan sponsor terhadap kredibilitas klub berwarna ungu itu.
''Mungkin saya bisa membantu kalau memang ada revisi peraturan dan APBD diperbolehkan untuk klub. Tapi kalau kondisinya seperti sekarang, kami semua tidak tahu harus bagaimana. Dalam semusim terakhir manajemen tidak kurang-kurang mengupayakan kelangsungan Persik,” tuturnya.
Itu sekaligus sebagai reaksi Samsul Ashar atas sikap sejumlah Persikmania yang memojokkan dirinya akhir-akhir ini. Sebagai Pembina Persik Kediri, Samsul menjadi sasaran kedua setelah sebelumnya Manajer Persik Sunardi juga pernah menjadi tumpahan kekecewaan supporter.
Melihat fakta belakangan ini, Persikania tampaknya sudah tidak tahu harus menuntut ke siapa terkait nasib klubnya. Mendesak manajemen pun tampaknya juga percuma karena jajaran manajemen Persik hanyalah 'karyawan' yang menjalankan tugas dari konsorsium sebagai pemegang saham.
Salah satu sumber di internal Persik bahkan menyebutkan, menjadi pengurus Persik sekarang ini ibaratnya 'setor nyawa'. “Kami harus bekerja lebih keras untuk klub, tapi di sisi lain kami juga dipersalahkan. Bekerja seperti apa pun tampaknya tetap salah,” ungkap sumber di manajemen yang enggan disebut namanya ini.
Namun dia memahami pihak luar, termasuk suporter, tidak banyak yang paham bagaimana kondisi di dalam manajemen sebenarnya. ''Kami ini ibaratnya hanya karyawan. Kalau mau protes soal keuangan klub, ya paling tepat ke konsorsium karena mereka yang menguasai saham klub,” tandasnya.
(aww)