Benci klub bokek, Janu dijamin ADT
A
A
A
Sindonews.com - Pelatih Miroslav Janu merupakan seorang juru taktik yang paling membenci klub yang bokek alias krisis keuangan. Pada awal karirnya di Indonesia, pelatih yang meninggal karena serangan jantung ini tidak begitu merasakan dampak krisis keuangan.
Miro baru merasakan terpaan krisis ketika datang ke Arema FC untuk kedua kalinya pada 2010. Dia datang memanggul beban berat untuk meneruskan kiprah pelatih Robert Rene Albert yang saat itu baru saja memberikan gelar juara Indonesia Super League (ISL) 2009-2010 kepada Arema.
Dibebani tugas mempertahankan gelar, situasi klub ternyata sangat tidak mendukung. Setelah dilepas PT Bentoel Prima pada 2009, Arema mengalami krisis keuangan dan sempat membuat manajemen kesulitan membayar kontrak Miroslav Janu yang hampir mencapai Rp1 miliar.
Beruntung ada mantan petinggi PSSI sekaligus tokoh Badan Liga Indonesia (BLI) Andi Darussalam Tabusala. Pria asal Makassar yang dekat dengan Miroslav Janu sejak menangani PSM Makassar ini yang memberikan jaminan kepada Miroslav Janu.
''Miro tidak perlu khawatir soal kontrak. Saya yang menjamin dia di sini (Malang),” begitu kata Andi pada 2010 lalu. Jadilah, Miro melatih Arema walau klub mengawali musim dengan defisit sekira Rp5 miliar. Miro pun sering mengeluh dengan situasi keuangan klub.
Menurutnya kondisi krisis seperti itu tidak bagus untuk klub profesional, apalagi Arema FC bakal mengarungi Liga Champion Asia (LCA). Malah saat mempersiapkan pra musim mantan asisten pelatih Slavia Praha ini sudah pesimistis timnya kompetitif di LCA. Benar saja, Arema kemudian hanya menjadi penggembira di fase grup.
Dia masih beruntung bisa membawa Singo Edan finish di peringkat kedua ISL 2010-2011. Musim berikutnya, seiring konflik di tubuh manajemen Arema, kontrak Miro pun terlupakan. Lepas dari Arema, ternyata ‘penderitaan’ Miroslav Janu tidak berhenti.
Dia kembali mendapatkan klub yang mengalami krisis hebat, Persela Lamongan. Sekali lagi prakarsa ADT menentukan karir Miro. ADT adalah petinggi PT Minarak Lapindo Jaya yang menjadi sponsor utama Persela musim 2011-2012.
ADT pun memboyong dia ke Lamongan walau Laskar Joko Tingkir sudah memiliki pelatih yakni Eduard Tjong. Karena pengaruh ADT dan Minarak lebih kuat, Eduard pun harus dilepas hanya sebulan setelah penunjukan. Pada awal kepelatihan di Persela segalanya berlangsung lancar.
Miro tidak mendapatkan kendala dalam persiapan tim jelang liga. Sayang di tengah jalan Persela kolaps. Sponsor sudah kesulitan membayar gaji pemain, sedangkan manajemen juga tidak mempunyai dana untuk menalanginya. Keluhan Miro pun muncul lagi.
Dia sempat mengkritik klub-klub Indonesia tidak pantas menjadi klub profesional dengan keuangan yang morat-marit. ''Saya hampir tidak percaya sepakbola di sini bisa berjalan. Ini bukan sepakbola profesional,” keluhnya saat Persela mulai seret membayar gaji.
Tapi di saat yang sama dia membuktikan dirinya sebagai pelatih jempolan, karena sentuhannya membawa Persela Lamongan finish di peringkat empat klasemen akhir ISL 2011-2012. Tak heran Persela menganggapnya sebagai seorang pahlawan.
Keluhan Miro sepertinya berangsur sirna ketika dia menukangi Persebaya Divisi Utama (DU). Paling tidak di awal musim dia tidak kelihatan melontarkan kritikan soal kondisi keuangan Persebaya yang bermain di bawah PT Liga Indonesia itu.
Begitulah, Miroslav Janu memang seorang pelatih yang tak segan mengeluarkan kritik menohok atau bahkan bicara kasar saat segala sesuatu tak sesuai kemauannya. Itu bisa dimaklumi karena dia menjadikan sepakbola Eropa atau negaranya sebagai parameter kepelatihannya.
Sementara itu, terkait persoalan gaji yang dikabarkan menunggak hingga tujuh bulan, pihak Persela Lamongan menyatakan telah melakukan pembayaran ke Miro. Pembayaran tersebut dilakukan pada Desember 2012 lalu, namun jumlahnya tidak penuh Rp780 juta.
Manajemen melakukan pembayaran sebagai bentuk tanggungjawab kepada Miro. Padahal, sesuai perjanjian awal, harusnya pihak sponsor yang menanggung gaji Miro serta pemain. Terkait jumlahnya yang tak sesuai tunggakan, manajemen mengatakan sesuai dengan kekuatan klub.
''Kami telah membayar ke Miro dan jumlahnya memang tidak penuh. Itu sebagai bentuk tanggung jawab sekaligus terima kasih. Saya tak bisa menyebutkan jumlahnya, yang jelas Miro sudah setuju dan antara Persela dengan dia sudah tak ada persoalan,” papar Asisten Manajer Persela Yuhronur Efendi.
Yuhronur mengakui kesepakatan terkait pembayaran tunggakan gaji itu memang tidak diketahui media maupun publik. Persela juga tidak tertarik untuk mempublikasikan karena pembayaran itu seharusnya bukan tanggung jawab manajemen, namun tanggungan sponsor.
''Bagaimana pun Miro telah berjasa membawa Persela ke papan atas ISL musim lalu. Jadi kami berisiatif untuk menyelesaikan masalah itu. Setelah adanya kesepakatan, kami berhubungan secara normal. Miro juga tidak mengeluh lagi seperti sebelumnya,” tandas Yuhronur.
Miro baru merasakan terpaan krisis ketika datang ke Arema FC untuk kedua kalinya pada 2010. Dia datang memanggul beban berat untuk meneruskan kiprah pelatih Robert Rene Albert yang saat itu baru saja memberikan gelar juara Indonesia Super League (ISL) 2009-2010 kepada Arema.
Dibebani tugas mempertahankan gelar, situasi klub ternyata sangat tidak mendukung. Setelah dilepas PT Bentoel Prima pada 2009, Arema mengalami krisis keuangan dan sempat membuat manajemen kesulitan membayar kontrak Miroslav Janu yang hampir mencapai Rp1 miliar.
Beruntung ada mantan petinggi PSSI sekaligus tokoh Badan Liga Indonesia (BLI) Andi Darussalam Tabusala. Pria asal Makassar yang dekat dengan Miroslav Janu sejak menangani PSM Makassar ini yang memberikan jaminan kepada Miroslav Janu.
''Miro tidak perlu khawatir soal kontrak. Saya yang menjamin dia di sini (Malang),” begitu kata Andi pada 2010 lalu. Jadilah, Miro melatih Arema walau klub mengawali musim dengan defisit sekira Rp5 miliar. Miro pun sering mengeluh dengan situasi keuangan klub.
Menurutnya kondisi krisis seperti itu tidak bagus untuk klub profesional, apalagi Arema FC bakal mengarungi Liga Champion Asia (LCA). Malah saat mempersiapkan pra musim mantan asisten pelatih Slavia Praha ini sudah pesimistis timnya kompetitif di LCA. Benar saja, Arema kemudian hanya menjadi penggembira di fase grup.
Dia masih beruntung bisa membawa Singo Edan finish di peringkat kedua ISL 2010-2011. Musim berikutnya, seiring konflik di tubuh manajemen Arema, kontrak Miro pun terlupakan. Lepas dari Arema, ternyata ‘penderitaan’ Miroslav Janu tidak berhenti.
Dia kembali mendapatkan klub yang mengalami krisis hebat, Persela Lamongan. Sekali lagi prakarsa ADT menentukan karir Miro. ADT adalah petinggi PT Minarak Lapindo Jaya yang menjadi sponsor utama Persela musim 2011-2012.
ADT pun memboyong dia ke Lamongan walau Laskar Joko Tingkir sudah memiliki pelatih yakni Eduard Tjong. Karena pengaruh ADT dan Minarak lebih kuat, Eduard pun harus dilepas hanya sebulan setelah penunjukan. Pada awal kepelatihan di Persela segalanya berlangsung lancar.
Miro tidak mendapatkan kendala dalam persiapan tim jelang liga. Sayang di tengah jalan Persela kolaps. Sponsor sudah kesulitan membayar gaji pemain, sedangkan manajemen juga tidak mempunyai dana untuk menalanginya. Keluhan Miro pun muncul lagi.
Dia sempat mengkritik klub-klub Indonesia tidak pantas menjadi klub profesional dengan keuangan yang morat-marit. ''Saya hampir tidak percaya sepakbola di sini bisa berjalan. Ini bukan sepakbola profesional,” keluhnya saat Persela mulai seret membayar gaji.
Tapi di saat yang sama dia membuktikan dirinya sebagai pelatih jempolan, karena sentuhannya membawa Persela Lamongan finish di peringkat empat klasemen akhir ISL 2011-2012. Tak heran Persela menganggapnya sebagai seorang pahlawan.
Keluhan Miro sepertinya berangsur sirna ketika dia menukangi Persebaya Divisi Utama (DU). Paling tidak di awal musim dia tidak kelihatan melontarkan kritikan soal kondisi keuangan Persebaya yang bermain di bawah PT Liga Indonesia itu.
Begitulah, Miroslav Janu memang seorang pelatih yang tak segan mengeluarkan kritik menohok atau bahkan bicara kasar saat segala sesuatu tak sesuai kemauannya. Itu bisa dimaklumi karena dia menjadikan sepakbola Eropa atau negaranya sebagai parameter kepelatihannya.
Sementara itu, terkait persoalan gaji yang dikabarkan menunggak hingga tujuh bulan, pihak Persela Lamongan menyatakan telah melakukan pembayaran ke Miro. Pembayaran tersebut dilakukan pada Desember 2012 lalu, namun jumlahnya tidak penuh Rp780 juta.
Manajemen melakukan pembayaran sebagai bentuk tanggungjawab kepada Miro. Padahal, sesuai perjanjian awal, harusnya pihak sponsor yang menanggung gaji Miro serta pemain. Terkait jumlahnya yang tak sesuai tunggakan, manajemen mengatakan sesuai dengan kekuatan klub.
''Kami telah membayar ke Miro dan jumlahnya memang tidak penuh. Itu sebagai bentuk tanggung jawab sekaligus terima kasih. Saya tak bisa menyebutkan jumlahnya, yang jelas Miro sudah setuju dan antara Persela dengan dia sudah tak ada persoalan,” papar Asisten Manajer Persela Yuhronur Efendi.
Yuhronur mengakui kesepakatan terkait pembayaran tunggakan gaji itu memang tidak diketahui media maupun publik. Persela juga tidak tertarik untuk mempublikasikan karena pembayaran itu seharusnya bukan tanggung jawab manajemen, namun tanggungan sponsor.
''Bagaimana pun Miro telah berjasa membawa Persela ke papan atas ISL musim lalu. Jadi kami berisiatif untuk menyelesaikan masalah itu. Setelah adanya kesepakatan, kami berhubungan secara normal. Miro juga tidak mengeluh lagi seperti sebelumnya,” tandas Yuhronur.
(aww)