Benarkah Macan Putih telah bangkit?
A
A
A
Sindonews.com - Dalam pekan kemarin mungkin tidak ada supporter seceria Persikmania. Luapan kekecewaan, pesimistis, nyaris putus asa, hingga rasa penasaran yang mengendap sejak dimulainya Indonesia Super League (ISL) 2014, akhirnya menguap juga.
Kemenangan mengejutkan 2-1 atas Persija Jakarta dan hasil fenomenal 5-1 saat menghajar Sriwijaya FC, membuat Persik Kediri kini melambung ke angkasa. Dua kemenangan sudah cukup mengubah frustrasi di Stadion Brawijaya menjadi sebuah optimisme.
Sangat beralasan. Tidak pernah menang kemudian menumpas tim besar dan lebih berpengalaman di ISL, apresiasi layak diberikan kepada Persik Kediri. Macan Putih yang sebelumnya bermental 'kucing' kini sudah bisa membuktikan bisa bermain segarang macan.
Apakah Persik benar-benar telah bangkit? Untuk pertandingan kandang sejauh ini, menurut saya iya. Tapi masih perlu banyak variabel yang harus diperhitungkan sebelum mengatakan Persik akan bertahan di ISL musim ini. Putaran kedua nanti masih berpotensi banyak perubahan.
Saya mengatakan Persik bangkit karena sejumlah pertimbangan. Selain kemenangan, tentu saja, juga ada banyak perubahan yang terjadi di Macan Putih. Gaya bermain, kepercayaan diri, manajemen emosi, sekaligus karakter, Persik kembali ke wujud aslinya.
Di bawah kendali Musikan pascamundurnya Aris Budi Sulistyo, gaya bermain Macan Putih mengingatkan saat masih di Divisi Utama lalu. Karakter permainan yang justru waktu itu dibawa Aris Budi Sulistyo sendiri tapi tidak pernah muncul lagi sejak naik ke ISL.
Mari kita bernostalgia. Pada Divisi Utama musim lalu, Persik mengoptimalkan kecepatan Faris Aditama dan Rendy Syahputra di sayap, dengan ditopang pengumpan sekelas Oliver Makor. Polanya sederhana, sayap menunggu umpan dari tengah yang kemudian menusuk ke pertahanan lawan.
Ada dua opsi yang bisa diambil pemain sayap, yakni mengirim umpan silang atau bergerak diagonal dan masuk ke kotak pinalti lawan. Gaya bermain seperti ini kembali dipakai Musikan dan sangat jitu saat mengalahkan Persija Jakarta dan Sriwijaya FC.
Masih memakai Faris Aditama di sektor kiri, sekarang ada Qischil Gandruminny yang dipinjam dari Arema Cronus. Di lapangan tengah berdiri dua pemain yang didapuk sebagai penyuplai umpan ke sayap, yakni Ngon Mamoun dan pemain mungil Rendi Irawan.
Memiliki kecepatan dan penetrasi berbahaya dari sayap, malah Persik tidak membutuhkan striker murni. Belum jelasnya status striker anyar Fortune Udo, membuat tim pemegang dua gelar Liga Indonesia memakai strategi "false number nine" atau striker palsu.
Sebuah strategi yang pernah diperagakan tim nasional Spanyol saat tidak memiliki striker murni dengan ketajaman memadai. Mungkin ini dilakukan Persik juga karena kurang geregetnya striker lokal seperti Dimas Galih dan Dicky Firasat.
Berdiri paling depan dan menjadi otak serangan adalah Qischil Gandruminny dan Faris Aditama. Keduanya bukanlah berkemampuan natural sebagai striker, melainkan winger. Hanya saja Qischil bisa bergerak lebih bebas ke berbagai sisi lapangan dibanding Faris.
Musikan tidak memakai centre forward yang berdiri di tengah, memantulkan bola, atau berduel dengan centre back lawan. Pemain depan semua bergerak dan inilah yang menyulitkan bek Sriwijaya FC membaca pergerakan pemain Persik saat melakukan tekanan.
Vali, bek Sriwijaya, dua kali memprakarsai pinalti tuan rumah karena tak menyangka Qischil dan Faris tiba-tiba muncul entah dari mana. Format ini memang memusingkan pemain belakang lawan karena mereka sulit untuk memilih siapa yang harus di-marking.
Lihat bagaimana frustrasinya Ahmad Sumardi dan Vali, duet centre back yang sama-sama harus mandi lebih dini. Siapa sangka skema permainan sederhana itulah yang memberikan kemenangan, di tengah keterbatasan aset Macan Putih musim ini.
Memberikan keleluasaan kepada pemain, itulah jawabannya. Faris Aditama sekarang bermain sesuai tipenya. Rendi Irawan lebih berani berkreasi di tengah sekaligus menusuk ke depan ketika ada momentum. Qischil juga diberi kebebasan mengambil keputusan sebagai pemain depan.
Bahkan pemain muda Saiful Indra Cahya bisa bermain tanpa beban dan mencetak dua gol dalam dua laga. Dia adalah pemain belakang. Kebebasan atau keleluasaan seperti ini yang tak terlihat sebelumnya, yang berujung pemain serba ragu-ragu dalam mengambil keputusan.
Persik sudah berhasil bangkit dan sekarang tinggal menunggu bagaimana daya saing mereka di luar kandang. Kebetulan sebelum menutup putaran pertama ini Khusnul Yuli dkk masih menyisakan satu laga away kontra Barito Putra.
Secara teknis kekuatan Persik-Barito berada dalam satu level.
Kalau kemudian di Kalimantan Selatan bisa mengambil poin, maka ada kans besar bagi Persik untuk benar-benar menjadi tim yang berbeda. Dengan momentum yang ada saat ini, idealnya Persik memaksakan ambil tiga angka dari Barito, mumpung lawan kekuatannya tak jauh beda. Kita tunggu saja sisa kejutan dari tim ungu.
Kemenangan mengejutkan 2-1 atas Persija Jakarta dan hasil fenomenal 5-1 saat menghajar Sriwijaya FC, membuat Persik Kediri kini melambung ke angkasa. Dua kemenangan sudah cukup mengubah frustrasi di Stadion Brawijaya menjadi sebuah optimisme.
Sangat beralasan. Tidak pernah menang kemudian menumpas tim besar dan lebih berpengalaman di ISL, apresiasi layak diberikan kepada Persik Kediri. Macan Putih yang sebelumnya bermental 'kucing' kini sudah bisa membuktikan bisa bermain segarang macan.
Apakah Persik benar-benar telah bangkit? Untuk pertandingan kandang sejauh ini, menurut saya iya. Tapi masih perlu banyak variabel yang harus diperhitungkan sebelum mengatakan Persik akan bertahan di ISL musim ini. Putaran kedua nanti masih berpotensi banyak perubahan.
Saya mengatakan Persik bangkit karena sejumlah pertimbangan. Selain kemenangan, tentu saja, juga ada banyak perubahan yang terjadi di Macan Putih. Gaya bermain, kepercayaan diri, manajemen emosi, sekaligus karakter, Persik kembali ke wujud aslinya.
Di bawah kendali Musikan pascamundurnya Aris Budi Sulistyo, gaya bermain Macan Putih mengingatkan saat masih di Divisi Utama lalu. Karakter permainan yang justru waktu itu dibawa Aris Budi Sulistyo sendiri tapi tidak pernah muncul lagi sejak naik ke ISL.
Mari kita bernostalgia. Pada Divisi Utama musim lalu, Persik mengoptimalkan kecepatan Faris Aditama dan Rendy Syahputra di sayap, dengan ditopang pengumpan sekelas Oliver Makor. Polanya sederhana, sayap menunggu umpan dari tengah yang kemudian menusuk ke pertahanan lawan.
Ada dua opsi yang bisa diambil pemain sayap, yakni mengirim umpan silang atau bergerak diagonal dan masuk ke kotak pinalti lawan. Gaya bermain seperti ini kembali dipakai Musikan dan sangat jitu saat mengalahkan Persija Jakarta dan Sriwijaya FC.
Masih memakai Faris Aditama di sektor kiri, sekarang ada Qischil Gandruminny yang dipinjam dari Arema Cronus. Di lapangan tengah berdiri dua pemain yang didapuk sebagai penyuplai umpan ke sayap, yakni Ngon Mamoun dan pemain mungil Rendi Irawan.
Memiliki kecepatan dan penetrasi berbahaya dari sayap, malah Persik tidak membutuhkan striker murni. Belum jelasnya status striker anyar Fortune Udo, membuat tim pemegang dua gelar Liga Indonesia memakai strategi "false number nine" atau striker palsu.
Sebuah strategi yang pernah diperagakan tim nasional Spanyol saat tidak memiliki striker murni dengan ketajaman memadai. Mungkin ini dilakukan Persik juga karena kurang geregetnya striker lokal seperti Dimas Galih dan Dicky Firasat.
Berdiri paling depan dan menjadi otak serangan adalah Qischil Gandruminny dan Faris Aditama. Keduanya bukanlah berkemampuan natural sebagai striker, melainkan winger. Hanya saja Qischil bisa bergerak lebih bebas ke berbagai sisi lapangan dibanding Faris.
Musikan tidak memakai centre forward yang berdiri di tengah, memantulkan bola, atau berduel dengan centre back lawan. Pemain depan semua bergerak dan inilah yang menyulitkan bek Sriwijaya FC membaca pergerakan pemain Persik saat melakukan tekanan.
Vali, bek Sriwijaya, dua kali memprakarsai pinalti tuan rumah karena tak menyangka Qischil dan Faris tiba-tiba muncul entah dari mana. Format ini memang memusingkan pemain belakang lawan karena mereka sulit untuk memilih siapa yang harus di-marking.
Lihat bagaimana frustrasinya Ahmad Sumardi dan Vali, duet centre back yang sama-sama harus mandi lebih dini. Siapa sangka skema permainan sederhana itulah yang memberikan kemenangan, di tengah keterbatasan aset Macan Putih musim ini.
Memberikan keleluasaan kepada pemain, itulah jawabannya. Faris Aditama sekarang bermain sesuai tipenya. Rendi Irawan lebih berani berkreasi di tengah sekaligus menusuk ke depan ketika ada momentum. Qischil juga diberi kebebasan mengambil keputusan sebagai pemain depan.
Bahkan pemain muda Saiful Indra Cahya bisa bermain tanpa beban dan mencetak dua gol dalam dua laga. Dia adalah pemain belakang. Kebebasan atau keleluasaan seperti ini yang tak terlihat sebelumnya, yang berujung pemain serba ragu-ragu dalam mengambil keputusan.
Persik sudah berhasil bangkit dan sekarang tinggal menunggu bagaimana daya saing mereka di luar kandang. Kebetulan sebelum menutup putaran pertama ini Khusnul Yuli dkk masih menyisakan satu laga away kontra Barito Putra.
Secara teknis kekuatan Persik-Barito berada dalam satu level.
Kalau kemudian di Kalimantan Selatan bisa mengambil poin, maka ada kans besar bagi Persik untuk benar-benar menjadi tim yang berbeda. Dengan momentum yang ada saat ini, idealnya Persik memaksakan ambil tiga angka dari Barito, mumpung lawan kekuatannya tak jauh beda. Kita tunggu saja sisa kejutan dari tim ungu.
(wbs)