Osaka Berjuang Melalui Masker, Dulu Muhammad Ali Rela Sampai Gelar Juara Dunianya Dicopot

Selasa, 01 September 2020 - 22:16 WIB
Sikap penolakan seorang olahragawan terhadap rasialisme di Negeri Paman Sam dipelopori oleh petinju legendaris Muhammad Ali 53 tahun lampau. Bahkan demi mempertahankan sikapnya ia rela gelar juara dunia kelas beratnya oleh otoritas tinju AS.

Petinju kelahiran 17 Januari 1942 ini juga gigih memperjuangkan hak-hak sipil dan aktif berkampanye anti-perang.

Sebagai pejuang antirasialisme mula-mula ia mengubah nama pemberian orang tuanya. Nama Cassius Clay menurutnya serupa dengan nama budak. Perubahan nama menjadi Muhammad Ali dilakukan setelah mendeklarasikan diri sebagai pemeluk muslim pada 25 Februari 1964.

Bagaimana ia tidak kesal. Sebagai peraih medali emas tinju kelas berat Olimpiade Roma

ia ditolak untuk masuk ke restoran lantaran berkulit hitam. “Saya bertinju untuk AS, saya mengibarkan bendera untuk AS, saya membuat lagu kebangsaan AS dikumandangkan di olimpiade, tapi saya diperlakukan buruk seperti ini. Sial,” ujarnya suatu ketika.

Selanjutnya Ali menolak wajib militer ketika Amerika Serikat melakukan invasi ke Vietnam. Ali rela gelarnya dicopot, dilarang bertarung sepanjang 1967 hingga 1970, didenda US$10 ribu, hingga divonis lima tahun penjara karena menolak ikut perang di Vietnam.

Kata-kata paling legendaris yang dikeluarkan Ali ketika itu adalah, "Saya tidak punya masalah dengan Vietcong. Tak ada Vietcong yang pernah memanggil saya negro. Mengapa mereka harus meminta saya untuk mengenakan seragam dan pergi 10.000 mil dari rumah untuk menjatuhkan bom dan menembakkan peluru ke orang-orang di Vietnam, sementara orang-orang yang disebut negro di Louisville diperlakukan seperti binatang?"

Pada 12 Agustus 1970 ketika kasus penolakan wajib militer masih dalam banding, Ali memperoleh izin bertarung dari Komisi Atletik Kota Atlanta atas bantuan Senator Leroy R. Johnson.

Menjelang pensiun Ali menjadi anggota Komite Khusus Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) untuk masalah Apartheid. Ia menghimpun orang-orang dari segala bangsa untuk bersatu melawan diskriminasi ras.

Setelah pensiun pada 1979, Ali mendedikasikan diri untuk membantu mempromosikan perdamaian dunia, kemanusiaan, dan hubungan antar-umat beragama. Pada 1990 Ali bahkan mempertaruhkan nyawa dengan terbang ke Irak guna menegosiasikan pembebasan 15 warga AS yang menjadi sandera pasukan Irak di bawah pimpinan Saddam Hussein.
Halaman :
tulis komentar anda
Follow
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Video Rekomendasi
Berita Terkait
Rekomendasi
Terpopuler
Berita Terkini More