Wolves yang Berbeda

Senin, 21 September 2020 - 11:35 WIB
Wolverhampton Wanderers dan Manchester City (Man City) bisa jadi perbandingan ideal, bagaimana bisnis tim Liga Primer dibangun. Foto/Reuters
WOLVERHAMPTON - Wolverhampton Wanderers dan Manchester City (Man City) bisa jadi perbandingan ideal, bagaimana bisnis tim Liga Primer dibangun. Wolverhampton membangun bisnis dari aksi jual beli pemain, sedangkan Man City memilih cara membangun brand agar bernilai tinggi.

Kita bicara Wolves. Pemilik klub mungkin realistis akan sulitnya menyaingi dominasi big five—Liverpool, Manchester City, Arsenal, Chelsea, Manchester United, dalam perebutan gelar. Maka itu, langkah yang mereka lakukan adalah bagaimana bisa memanaskan persaingan tanpa harus ikut dalam aksi bakar uang. (Baca: DPR Akan Bahas Perppu Pilkada Jilid II)

Sejak diambil alih Grup Investasi asal China, Fosun International, 21 Juli 2016, Wolves menunjukkan perkembangan signifikan. Mereka menjuarai Championship musim 2017/18 dan sukses kembali ke Liga Primer pada musim 2018/19 di bawah pelatih Nuno Espirito Santo. Hebatnya, Wolves mampu finis di urutan ketujuh klasemen akhir Liga Primer 2018/2019 dan lolos ke Liga Europa yang merupakan kompetisi Eropa pertama mereka sejak 1980/1981. Wolves melaju hingga perempat final.

Konsistensi Wolves di Liga Primer dibuktikan dengan kembali finis di peringkat ketujuh musim lalu. Dikenal sebagai tim penjegal big six, skuad Wolves rupanya dihuni oleh pemain-pemain potensial yang menarik minat tim-tim besar.

Semua tak lepas dari pertemanan Bos Fosun, Guo Guangchang, dengan super agen asal Portugal, Jorge Mendes. Mendes bahkan membuat tim Championship lainnya karena berperan sebagai advisor yang berbuah mumpuninya komposisi skuad Wolves.



Pengaruh Mendes membuat Wolves kental dengan Portugal. Espirito Santo, Rui Patricio, Joao Moutinho, dan Raul Jimenez yang diboyong pada musim 2018/19 adalah klien Mendes. Sembilan dari 11 starting line up yang diproyeksikan untuk Wolves saat itu semuanya terikat dengan Mendes. Hanya Conor Coady dan Matt Doherty yang memiliki agen berbeda.

Menurut transfermarkt, sejak diakuisisi Fosun periode 2016–2018, Wolves telah menghabiskan hampir 100 juta poundsterling untuk pembelian baru selama tiga jendela transfer musim panas terakhir. Dengan keuntungan besar dari kesepakatan televisi Liga Primer, keuangan Wolves terbilang sangat baik. (Baca juga: Sahabat Nabi Tidak Bermazhab, Benarkah?)

Kebijakan transfer Wolves terbilang cerdik. Membeli Ruben Nevez senilai 15,8 juta poundsterling, Juli 2017, sang pemain menjadi bagian sentral kekuatan lini tengah tim dan diincar klub-klub besar. Lalu ada Gimenez. Pada Juni 2018, Wolves meminjamnya senilai 3 juta euro dengan opsi membeli 38 juta euro. Tetapi, ketika dipermanenkan April 2019, Gimenez dibeli seharga 30 juta euro. Sebuah bisnis bagus mengingat kualitas Gimenez sebagai penyerang terbilang oke. Tercatat dari 101 penampilan, dia mencetak 45 gol. Keberhasilan Wolves merekrut Moutinho juga membuat publik geleng-geleng kepala.

Kerap dihubung-hubungkan dengan klub top, seperti Manchester United (MU) dan Inter Milan, sang pemain justru bergabung dengan biaya 5 juta poundsterling saja pada Juli 2017. Bukan hanya pandai melihat potensi, Wolves juga piawai dalam menjual. Mereka melepas Diogo Jota ke Liverpool, Sabtu (19/9), senilai 41 juta poundsterling. Padahal saat memboyongnya, Wolves meminjamnya dari Atletico selama satu musim (Juli 2017) kemudian membelinya permanen seharga 14 juta euro (Juli 2018), sebuah bisnis menguntungkan.
Halaman :
tulis komentar anda
Video Rekomendasi
Berita Terkait
Rekomendasi
Terpopuler
Berita Terkini More